FITNESS & HEALTH
Angka Kematian DBD Indonesia Masih Dinilai Tinggi, IDAI Ungkap Alasannya
Aulia Putriningtias
Sabtu 21 September 2024 / 18:35
Jakarta: Dr. dr. Anggraini Alam, SpA(K), Ketua UKK Infeksi dan Penyakit Tropis, PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan, bahwa angka kematian demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia masih tertinggi se-Asia Tenggara.
Kasus DBD di Indonesia sendiri masih terus meningkat. Menurut data Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mencatat ada 190.561 kasus, dengan 1.141 kematian hingga minggu ke-36 tahun 2024.
"Angka kematian terutama Indonesia dibanding negara-negara di Asia Tenggara kota adalah tertinggi," ungkap Dr. Angrainin dalam acara Diskusi Media Penanggulangan DBD bersama Takeda Indonesia di Jakarta.
Baca juga: Dokter Anak: Miskonsepsi tentang DBD Masih Banyak Beredar
Case fatality rate (CFR) Indonesia cukup jauh jika dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya. Ia mengungkapkan bahwa CFR Indonesia mencapai 0,6 persen. Padahal, jika dibandingkan dengan Thailand, hanya sebesar 0,1 persen.
Menurut Dr. Anggraini, salah satu faktor memengaruhi terjadinya angka kematian akibat DBD ini tinggi dikarenakan wawasan masyarakat yang masih minim. Akibatnya, kewaspadaan terhadap DBD masih kecil juga.
Tak banyak masyarakat tahu bahwa DBD memiliki periode kritis di tujuh hari pertama. Periode ini dibagi ke dalam tiga fase, yakni demam, kritis atau pada saat turun demam, lalu fase penyembuhan.
"Yang suka buat sedih, demamnya sudah turun anaknya sudah bisa jalan. Tapi justru pada dengue, ketika demam turun, namun ada gejala sakit perut hebat, muntah-muntah, ada perdarahan, loyo, atau gelisah, satu saja ada itu wajib ke rumah sakit," jelasnya.
Menurutnya, DBD bergantung terhadap waktu. Setiap detik begitu berharga untuk keselamatan diri. Dr. Anggraini menambahkan bahwa sebaiknya sekecil apapun gejalanya, segera dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan.
Selain itu, Indonesia memiliki cuaca yang tidak menentu. Dengan hadirnya cuaca yang tidak konsisten ini, orang tua diimbau untuk selalu melindungi Si Kecil dan diri mereka sendiri.
"Panas kemudian hujan, itu telur nyamuk banyak yang menetas. Agar tidak terkena dengue, jangan sampai tergigit nyamuk. Kita ada 3M Plus, dulu ada Jumat Bersih. Artinya setiap minggu dibersihkan lingkungannya," sarannya.
Anak dianjurkan untuk memakai pakaian yang sesuai untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk. Kemudian, jangan lupa untuk melakukan perlindungan diri lainnya.
Perlindungan diri ini seperti mengenakan pakaian panjang, khususnya di daerah rawan nyamuk. Kemudian menggunakan obat nyamuk atau mengoleskan lotion anti nyamuk. Gunakan kelambu juga sebagai perlindungan.
Sebaiknya juga baik Si Kecil maupun orang tua, melakukan vaksin dengue. Ini akan membantu untuk menekan risiko terjadinya dengue. Namun, vaksin bukan berarti sepenuhnya mencegah dan tidak akan terjadi DBD. Vaksin hanya sebagai langkah pencegahan dini, tetapi memiliki manfaat luar biasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Kasus DBD di Indonesia sendiri masih terus meningkat. Menurut data Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mencatat ada 190.561 kasus, dengan 1.141 kematian hingga minggu ke-36 tahun 2024.
"Angka kematian terutama Indonesia dibanding negara-negara di Asia Tenggara kota adalah tertinggi," ungkap Dr. Angrainin dalam acara Diskusi Media Penanggulangan DBD bersama Takeda Indonesia di Jakarta.
Baca juga: Dokter Anak: Miskonsepsi tentang DBD Masih Banyak Beredar
Case fatality rate (CFR) Indonesia cukup jauh jika dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya. Ia mengungkapkan bahwa CFR Indonesia mencapai 0,6 persen. Padahal, jika dibandingkan dengan Thailand, hanya sebesar 0,1 persen.
Apa yang menyebabkan angka kematin akibat DBD tinggi?
Menurut Dr. Anggraini, salah satu faktor memengaruhi terjadinya angka kematian akibat DBD ini tinggi dikarenakan wawasan masyarakat yang masih minim. Akibatnya, kewaspadaan terhadap DBD masih kecil juga.
Tak banyak masyarakat tahu bahwa DBD memiliki periode kritis di tujuh hari pertama. Periode ini dibagi ke dalam tiga fase, yakni demam, kritis atau pada saat turun demam, lalu fase penyembuhan.
"Yang suka buat sedih, demamnya sudah turun anaknya sudah bisa jalan. Tapi justru pada dengue, ketika demam turun, namun ada gejala sakit perut hebat, muntah-muntah, ada perdarahan, loyo, atau gelisah, satu saja ada itu wajib ke rumah sakit," jelasnya.
Menurutnya, DBD bergantung terhadap waktu. Setiap detik begitu berharga untuk keselamatan diri. Dr. Anggraini menambahkan bahwa sebaiknya sekecil apapun gejalanya, segera dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan.
Selain itu, Indonesia memiliki cuaca yang tidak menentu. Dengan hadirnya cuaca yang tidak konsisten ini, orang tua diimbau untuk selalu melindungi Si Kecil dan diri mereka sendiri.
"Panas kemudian hujan, itu telur nyamuk banyak yang menetas. Agar tidak terkena dengue, jangan sampai tergigit nyamuk. Kita ada 3M Plus, dulu ada Jumat Bersih. Artinya setiap minggu dibersihkan lingkungannya," sarannya.
Anak dianjurkan untuk memakai pakaian yang sesuai untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk. Kemudian, jangan lupa untuk melakukan perlindungan diri lainnya.
Perlindungan diri ini seperti mengenakan pakaian panjang, khususnya di daerah rawan nyamuk. Kemudian menggunakan obat nyamuk atau mengoleskan lotion anti nyamuk. Gunakan kelambu juga sebagai perlindungan.
Sebaiknya juga baik Si Kecil maupun orang tua, melakukan vaksin dengue. Ini akan membantu untuk menekan risiko terjadinya dengue. Namun, vaksin bukan berarti sepenuhnya mencegah dan tidak akan terjadi DBD. Vaksin hanya sebagai langkah pencegahan dini, tetapi memiliki manfaat luar biasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)