FITNESS & HEALTH
Intip Teknologi EBUS dalam Deteksi dan Penatalaksanaan Kanker Paru
Yatin Suleha
Rabu 17 Juli 2024 / 19:05
Jakarta: Organisasi Kesehatan Dunia WHO (WHO) melalui lembaga riset kanker International Agency for Research on Cancer (IARC) merilis data estimasi mutakhir mengenai beban kanker dunia. Data yang diambil dari 185 negara ini menunjukkan bahwa 10 jenis kanker masih mendominasi dua per tiga kasus baru dan menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia.
Dalam laman resmi Kemenkes pada Mei 2024 tersebut disebutkan bahwa data tersebut menyebutkan kasus kanker baru di dunia mencapai angka 20 juta kasus, dengan jumlah kematian sebesar 9,7 juta kasus. Dari angka ini, Kanker Paru memiliki kasus terbanyak (12,4 persen), diikuti Kanker Payudara (11,6 persen), Kanker Kolorektal (9,6 persen), Kanker Prostat (7,3 persem), dan Kanker Perut (4,9 persen).
Dalam rilis yang diterima Medcom.id, dr. Ginanjar Arum Desianti, Sp.P (K), Dokter Spesialis Paru RS Siloam MRCCC Semanggi memaparkan bahwa kanker paru adalah kondisi kesehatan yang serius dan merupakan salah satu jenis kanker yang banyak terjadi di Indonesia.
Faktor utama penyebabnya adalah aktivitas merokok, namun faktor lain seperti paparan asap (perokok pasif), zat berbahaya seperti asbes, radon, dan polusi udara juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru.
Menurut dr. Arum kanker paru terjadi ketika sel-sel di dalam paru-paru berkembang secara tidak terkendali. Ada dua jenis utama kanker paru-paru:
1. Kanker paru primer, yang dimulai di paru-paru itu sendiri, dan
2. Kanker paru sekunder, yang merupakan penyebaran dari kanker di area tubuh lain
”Gejalanya tidak selalu terlihat pada tahap awal, tetapi beberapa tanda awal yang sering muncul adalah sesak napas, suara serak, batuk terus-menerus dengan atau tanpa dahak dan darah, nyeri dada, serta kelelahan,” sebut dr. Arum.
Ketika kanker paru telah menyebar, gejala yang mungkin muncul termasuk sakit kepala, berat badan turun secara drastis, gangguan keseimbangan, mata dan kulit yang kekuningan, nyeri sendi dan tulang, serta pembengkakan kelenjar getah bening.

(Dr. Ginanjar Arum Desianti, Sp.P (K), Dokter Spesialis Paru RS Siloam MRCCC Semanggi. Foto: Dok. Istimewa)
Untuk mendiagnosis kanker paru, beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah rontgen dada untuk melihat keadaan yang tidak normal, CT scan untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail, sitologi dahak untuk mendeteksi sel-sel kanker dalam dahak, dan biopsi yang dilakukan melalui bronkoskopi untuk memperoleh sampel jaringan yang dicurigai.
Lebih lanjut, dokter lulusan Universitas Indonesia ini menyebutkan jika pengobatan kanker paru disesuaikan dengan jenis kanker dan tingkat penyebaran. Beberapa pilihan pengobatan meliputi operasi, kemoterapi, radioterapi, terapi target, dan imunoterapi. Setiap pasien akan menerima metode pengobatan yang disesuaikan dengan kondisinya masing-masing.
Dalam pembahasan selanjutnya, setelah membahas secara singkat mengenai kanker paru, dr. Arum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai salah satu prosedur diagnosiskanker paru yaitu Endobronchial Ultrasound atau biasa dikenal dengan EBUS.
EBUS adalah prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran lebih jelas dan memperoleh sampel dari saluran pernapasan, paru-paru, dan kelenjar getah bening. Prosedur ini melibatkan penggunaan tabung kecil yang dilengkapi dengan kamera video dan ultrasound yang dimasukkan melalui mulut dan tenggorokan.
EBUS memiliki beberapa manfaat, termasuk kemampuannya untuk memberikan sampel asli langsung dari area yang dijangkau, menghasilkan gambar yang detail untuk evaluasi patologi, dan menyediakan pilihan anestesi sedang atau anestesi umum. Proses EBUS juga relatif cepat dan sebagian besar pasien dapat pulang pada hari yang sama.
“EBUS bisa menjadi alternatif pilihan diagnosis yang tepat karena tingkat ketepatan dan keberhasilan mencapai 95 persen, dengan bantuan diagnosis EBUS, pasien tentunya akan mendapatkan proses pengobatan tepat sehingga kualitas hidup akan menjadi lebih baik,” ujar dr. Arum.
Beberapa langkah yang dilakukan prosedur EBUS antara lain:
Sebelum melakukan EBUS, pasien akan menjalani pemeriksaan pra-prosedur, termasuk pemeriksaan fisik, dan riwayat medis. Pasien mungkin juga perlu berpuasa beberapa jam sebelum prosedur, sesuai dengan instruksi dokter. Jika kondisi medis tertentu atau penggunaan obat-obatan tertentu, dokter akan memberikan instruksi khusus terkait persiapan.
EBUS dapat dilakukan dengan anestesi sedang atau anestesi umum, tergantung pada situasi dan preferensi pasien. Penting untuk pasien mengikuti instruksi dokter terkait kebutuhan makan atau minum sebelum prosedur dilakukan.
.jpg)
(Dr. Arum mengingatkan bahwa pencegahan kanker paru sangat penting. Merokok adalah faktor risiko utama, oleh karena itu menghentikan kebiasaan merokok adalah langkah penting dalam pencegahan. Foto: Ilustrasi/Dok. Unsplash.com)
Setelah pasien dibius, dokter akan memasukkan tabung kecil yang dilengkapi dengan kamera dan probe ultrasound melalui mulut dan tenggorokan pasien. Tabung ini akan mencapai saluran pernapasan, paru-paru, dan mungkin juga kelenjar getah bening di sekitarnya.
Saat tabung EBUS dimasukkan, dokter akan menggunakan monitor untuk melihat gambaran real-time dari saluran pernapasan, paru-paru, dan kelenjar getah bening. Gambar ini akan membantu dokter dalam menemukan dan mengevaluasi area yang diperlukan.
Selain visualisasi, dokter juga dapat melakukan teknik aspirasi jarum transbronkial (TBNA) selama EBUS. Teknik ini memungkinkan dokter mengambil sampel jaringan atau cairan dari paru-paru dan kelenjar getah bening di sekitarnya menggunakan jarum kecil.
Setelah prosedur selesai, tabung EBUS akan ditarik perlahan. Saat efek anestesi menghilang, pasien akan dipantau secara berkala untuk memastikan pemulihan yang baik.
Setelah EBUS, dokter akan menggunakan sampel yang diambil selama prosedur untuk analisis lebih lanjut dan mendiagnosis kondisi pasien.
Pada umumnya, pasien dapat pulang pada hari yang sama dengan prosedur, tetapi ini juga akan tergantung pada keadaan individu dan instruksi dokter. Apabila ada gejala tidak biasa atau masalah setelah prosedur, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter.
Setelah prosedur EBUS, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk memastikan pemulihan yang optimal. Di bawah ini adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
a. Istirahat dan pemulihan: Setelah prosedur EBUS, penting bagi pasien untuk istirahat yang cukup untuk memungkinkan tubuh pulih. Hindari aktivitas yang berat dan pastikan untuk tidur dengan baik.
b. Perawatan luka: Pasien mungkin mengalami sedikit ketidaknyamanan atau sakit tenggorokan setelah prosedur. Minum air hangat dapat membantu meredakan gejala ini. Jika ada perdarahan atau infeksi, segera hubungi dokter.
c. Pengawasan gejala: Setelah EBUS, pasien perlu memantau gejala-gejala yang tidak biasa seperti demam, batuk berdarah, atau sesak napas yang memburuk. Jika mengalami hal ini, segera berkonsultasi dengan dokter.
d. Pencegahan infeksi: Pasien harus menjaga kebersihan dan kebersihan diri untuk mencegah infeksi pasca-prosedur. Cuci tangan dengan sabun dan air dengan saksama, hindari kerumunan, dan hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.
Dr. Arum mengingatkan bahwa pencegahan kanker paru sangat penting. Merokok adalah faktor risiko utama, oleh karena itu menghentikan kebiasaan merokok adalah langkah penting dalam pencegahan.
Mengonsumsi nutrisi yang baik untuk kesehatan paru-paru, menjalani hidup sehat, melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan dokter spesialis paru, menggunakan alat pelindung diri dari paparan bahan kimia juga dapat membantu dalam pencegahan kanker paru-paru.
(Simak mitos dan fakta kanker paru-paru! Foto: Dok. Instagram RS Siloam MRCCC Semanggi/@mrcccsiloamsemanggi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Dalam laman resmi Kemenkes pada Mei 2024 tersebut disebutkan bahwa data tersebut menyebutkan kasus kanker baru di dunia mencapai angka 20 juta kasus, dengan jumlah kematian sebesar 9,7 juta kasus. Dari angka ini, Kanker Paru memiliki kasus terbanyak (12,4 persen), diikuti Kanker Payudara (11,6 persen), Kanker Kolorektal (9,6 persen), Kanker Prostat (7,3 persem), dan Kanker Perut (4,9 persen).
Dalam rilis yang diterima Medcom.id, dr. Ginanjar Arum Desianti, Sp.P (K), Dokter Spesialis Paru RS Siloam MRCCC Semanggi memaparkan bahwa kanker paru adalah kondisi kesehatan yang serius dan merupakan salah satu jenis kanker yang banyak terjadi di Indonesia.
Faktor utama penyebabnya adalah aktivitas merokok, namun faktor lain seperti paparan asap (perokok pasif), zat berbahaya seperti asbes, radon, dan polusi udara juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru.
Menurut dr. Arum kanker paru terjadi ketika sel-sel di dalam paru-paru berkembang secara tidak terkendali. Ada dua jenis utama kanker paru-paru:
1. Kanker paru primer, yang dimulai di paru-paru itu sendiri, dan
2. Kanker paru sekunder, yang merupakan penyebaran dari kanker di area tubuh lain
”Gejalanya tidak selalu terlihat pada tahap awal, tetapi beberapa tanda awal yang sering muncul adalah sesak napas, suara serak, batuk terus-menerus dengan atau tanpa dahak dan darah, nyeri dada, serta kelelahan,” sebut dr. Arum.
Ketika kanker paru telah menyebar, gejala yang mungkin muncul termasuk sakit kepala, berat badan turun secara drastis, gangguan keseimbangan, mata dan kulit yang kekuningan, nyeri sendi dan tulang, serta pembengkakan kelenjar getah bening.
Diagnosis dan pengobatan kanker paru

(Dr. Ginanjar Arum Desianti, Sp.P (K), Dokter Spesialis Paru RS Siloam MRCCC Semanggi. Foto: Dok. Istimewa)
Untuk mendiagnosis kanker paru, beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah rontgen dada untuk melihat keadaan yang tidak normal, CT scan untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail, sitologi dahak untuk mendeteksi sel-sel kanker dalam dahak, dan biopsi yang dilakukan melalui bronkoskopi untuk memperoleh sampel jaringan yang dicurigai.
Lebih lanjut, dokter lulusan Universitas Indonesia ini menyebutkan jika pengobatan kanker paru disesuaikan dengan jenis kanker dan tingkat penyebaran. Beberapa pilihan pengobatan meliputi operasi, kemoterapi, radioterapi, terapi target, dan imunoterapi. Setiap pasien akan menerima metode pengobatan yang disesuaikan dengan kondisinya masing-masing.
Apa itu EBUS (Endobronchial Ultrasound)?
Dalam pembahasan selanjutnya, setelah membahas secara singkat mengenai kanker paru, dr. Arum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai salah satu prosedur diagnosiskanker paru yaitu Endobronchial Ultrasound atau biasa dikenal dengan EBUS.
EBUS adalah prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran lebih jelas dan memperoleh sampel dari saluran pernapasan, paru-paru, dan kelenjar getah bening. Prosedur ini melibatkan penggunaan tabung kecil yang dilengkapi dengan kamera video dan ultrasound yang dimasukkan melalui mulut dan tenggorokan.
Manfaat prosedur EBUS
EBUS memiliki beberapa manfaat, termasuk kemampuannya untuk memberikan sampel asli langsung dari area yang dijangkau, menghasilkan gambar yang detail untuk evaluasi patologi, dan menyediakan pilihan anestesi sedang atau anestesi umum. Proses EBUS juga relatif cepat dan sebagian besar pasien dapat pulang pada hari yang sama.
“EBUS bisa menjadi alternatif pilihan diagnosis yang tepat karena tingkat ketepatan dan keberhasilan mencapai 95 persen, dengan bantuan diagnosis EBUS, pasien tentunya akan mendapatkan proses pengobatan tepat sehingga kualitas hidup akan menjadi lebih baik,” ujar dr. Arum.
Bagaimana tata laksana prosedur EBUS?
Beberapa langkah yang dilakukan prosedur EBUS antara lain:
1. Persiapan
Sebelum melakukan EBUS, pasien akan menjalani pemeriksaan pra-prosedur, termasuk pemeriksaan fisik, dan riwayat medis. Pasien mungkin juga perlu berpuasa beberapa jam sebelum prosedur, sesuai dengan instruksi dokter. Jika kondisi medis tertentu atau penggunaan obat-obatan tertentu, dokter akan memberikan instruksi khusus terkait persiapan.
2. Anestesi
EBUS dapat dilakukan dengan anestesi sedang atau anestesi umum, tergantung pada situasi dan preferensi pasien. Penting untuk pasien mengikuti instruksi dokter terkait kebutuhan makan atau minum sebelum prosedur dilakukan.
.jpg)
(Dr. Arum mengingatkan bahwa pencegahan kanker paru sangat penting. Merokok adalah faktor risiko utama, oleh karena itu menghentikan kebiasaan merokok adalah langkah penting dalam pencegahan. Foto: Ilustrasi/Dok. Unsplash.com)
3. Memasukkan tabung endobronchial ultrasound
Setelah pasien dibius, dokter akan memasukkan tabung kecil yang dilengkapi dengan kamera dan probe ultrasound melalui mulut dan tenggorokan pasien. Tabung ini akan mencapai saluran pernapasan, paru-paru, dan mungkin juga kelenjar getah bening di sekitarnya.
4. Pemantauan visualisasi
Saat tabung EBUS dimasukkan, dokter akan menggunakan monitor untuk melihat gambaran real-time dari saluran pernapasan, paru-paru, dan kelenjar getah bening. Gambar ini akan membantu dokter dalam menemukan dan mengevaluasi area yang diperlukan.
5. Aspirasi jarum transbronkial (TBNA)
Selain visualisasi, dokter juga dapat melakukan teknik aspirasi jarum transbronkial (TBNA) selama EBUS. Teknik ini memungkinkan dokter mengambil sampel jaringan atau cairan dari paru-paru dan kelenjar getah bening di sekitarnya menggunakan jarum kecil.
6. Penutupan dan pemulihan
Setelah prosedur selesai, tabung EBUS akan ditarik perlahan. Saat efek anestesi menghilang, pasien akan dipantau secara berkala untuk memastikan pemulihan yang baik.
Setelah EBUS, dokter akan menggunakan sampel yang diambil selama prosedur untuk analisis lebih lanjut dan mendiagnosis kondisi pasien.
Pada umumnya, pasien dapat pulang pada hari yang sama dengan prosedur, tetapi ini juga akan tergantung pada keadaan individu dan instruksi dokter. Apabila ada gejala tidak biasa atau masalah setelah prosedur, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter.
Pemulihan setelah prosedur EBUS
Setelah prosedur EBUS, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk memastikan pemulihan yang optimal. Di bawah ini adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
a. Istirahat dan pemulihan: Setelah prosedur EBUS, penting bagi pasien untuk istirahat yang cukup untuk memungkinkan tubuh pulih. Hindari aktivitas yang berat dan pastikan untuk tidur dengan baik.
b. Perawatan luka: Pasien mungkin mengalami sedikit ketidaknyamanan atau sakit tenggorokan setelah prosedur. Minum air hangat dapat membantu meredakan gejala ini. Jika ada perdarahan atau infeksi, segera hubungi dokter.
c. Pengawasan gejala: Setelah EBUS, pasien perlu memantau gejala-gejala yang tidak biasa seperti demam, batuk berdarah, atau sesak napas yang memburuk. Jika mengalami hal ini, segera berkonsultasi dengan dokter.
d. Pencegahan infeksi: Pasien harus menjaga kebersihan dan kebersihan diri untuk mencegah infeksi pasca-prosedur. Cuci tangan dengan sabun dan air dengan saksama, hindari kerumunan, dan hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.
Dr. Arum mengingatkan bahwa pencegahan kanker paru sangat penting. Merokok adalah faktor risiko utama, oleh karena itu menghentikan kebiasaan merokok adalah langkah penting dalam pencegahan.
Mengonsumsi nutrisi yang baik untuk kesehatan paru-paru, menjalani hidup sehat, melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan dokter spesialis paru, menggunakan alat pelindung diri dari paparan bahan kimia juga dapat membantu dalam pencegahan kanker paru-paru.
(Simak mitos dan fakta kanker paru-paru! Foto: Dok. Instagram RS Siloam MRCCC Semanggi/@mrcccsiloamsemanggi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)