FITNESS & HEALTH
AstraZeneca Paparkan Terobosan Perawatan Kanker di Asia
Elang Riki Yanuar
Senin 15 Desember 2025 / 17:00
Jakarta: AstraZeneca kembali menegaskan perannya dalam pengembangan perawatan kanker di Asia melalui partisipasinya pada ESMO Asia 2025 yang digelar di Singapura. Dalam forum ilmiah bergengsi tersebut, perusahaan biofarmasi global berbasis sains ini mempresentasikan berbagai bukti klinis terbaru yang menyoroti efektivitas terapi inovatif serta pentingnya deteksi dini pada kanker stadium awal.
Paparan data klinis yang disampaikan mencerminkan arah baru pengobatan kanker yang semakin personal, lebih presisi, dan dimulai sejak fase awal penyakit. Fokus utama AstraZeneca diarahkan pada kanker paru, kanker gastrointestinal, dan kanker payudara, tiga jenis kanker dengan angka kejadian tertinggi di kawasan Asia.
Tantangan kanker di Asia dinilai semakin kompleks seiring besarnya jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 4,8 miliar jiwa atau sekitar 60 persen populasi dunia. Kawasan ini menyumbang hampir separuh kasus kanker baru secara global dan sekitar 60 persen kematian akibat kanker.
Beban tersebut diproyeksikan terus meningkat akibat pertumbuhan penduduk, peningkatan usia harapan hidup, industrialisasi, paparan zat karsinogen, serta faktor gaya hidup. Sylvia Varela, Area Vice President, Asia, AstraZeneca, menegaskan komitmen mereka dalam memperkuat sistem perawatan kanker.
"“Kami berkomitmen memperkuat upaya peningkatan perawatan kanker di Asia melalui inovasi dalam deteksi dini, diagnostik presisi, dan pengobatan berbasis pedoman klinis. Kami terus berkolaborasi dengan para mitra untuk menghadirkan hasil perawatan yang lebih baik bagi pasien di seluruh kawasan," katanya.
Dalam ajang ESMO Asia 2025, AstraZeneca menggarisbawahi tiga area prioritas yang dinilai krusial dalam mentransformasi pengobatan kanker di Asia. Salah satunya adalah upaya memperluas akses pemeriksaan dan terapi bagi pasien kanker paru dengan mutasi EGFR pada jenis NSCLC.
Kanker paru masih menjadi masalah kesehatan utama di Asia, terutama karena mutasi EGFR lebih sering ditemukan pada pasien di kawasan ini dibandingkan populasi Barat. Kondisi tersebut menuntut proses diagnostik yang komprehensif sejak kunjungan pertama agar terapi yang sesuai dapat diberikan sedini mungkin. AstraZeneca memaparkan hasil sejumlah studi yang menunjukkan peran EGFR TKI di berbagai tahap perawatan pasien.
Pada tahap neoadjuvan, penggunaan EGFR TKI sebagai terapi tunggal maupun kombinasi dengan kemoterapi terbukti meningkatkan respons patologis dengan kualitas hidup pasien yang tetap terjaga. Sementara pada pasien stadium III yang tidak dapat dioperasi, penggunaan EGFR TKI dalam rangkaian peri-kemoradiasi menunjukkan tingkat respons tinggi dengan profil keamanan yang dapat ditoleransi.
Selain itu, pada pasien dengan progresi akibat amplifikasi atau overekspresi MET, penambahan inhibitor MET pada EGFR TKI menghasilkan respons yang lebih signifikan dan tahan lama.
Area prioritas kedua yang disoroti adalah penguatan penggunaan imunoterapi dan terapi target sejak fase lebih dini pada kanker gastrointestinal. Lebih dari separuh kasus kanker gastrointestinal dunia ditemukan di Asia, menjadikannya salah satu kontributor utama beban kanker global.
Studi yang dilakukan oleh AstraZeneca Indonesia menunjukkan bahwa pemberian imunoterapi sejak tahap awal dan secara berkesinambungan dapat meningkatkan peluang kelangsungan hidup pada kelompok pasien tertentu.
Pada kanker lambung dan kanker gastroesophageal junction dari stadium awal hingga lanjut lokal, kombinasi imunoterapi dan kemoterapi terbukti meningkatkan overall survival dan event free survival secara signifikan. Manfaat ini juga terlihat jelas pada pasien Asia yang umumnya memiliki karakteristik penyakit lebih kompleks.
Sementara itu, pada kanker hati stadium lanjut di negara dengan prevalensi hepatitis B tinggi, kombinasi imunoterapi mampu memberikan manfaat kelangsungan hidup hingga lima tahun.
Temuan tersebut menegaskan pentingnya peningkatan kapasitas diagnostik dan penguatan alur rujukan lintas disiplin. Dengan demikian, lebih banyak pasien dapat memperoleh akses terhadap terapi inovatif yang paling sesuai dengan kondisi klinis mereka.
Prioritas ketiga yang menjadi perhatian adalah meningkatnya peran antibody drug conjugates dalam penanganan kanker payudara. Kanker payudara masih menjadi kanker yang paling sering didiagnosis pada perempuan dan merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker. Di banyak negara Asia, penyakit ini kerap terdeteksi pada usia yang lebih muda, yakni 40 hingga 50 tahun, dibandingkan negara Barat yang umumnya pada usia 60 hingga 70 tahun.
Selain itu, pada kanker payudara HER2 positif stadium awal berisiko tinggi, penggunaan ADC praoperatif sebelum terapi standar kombinasi target dan kemoterapi meningkatkan proporsi pasien yang mencapai pathologic complete response tanpa mengurangi kelayakan untuk menjalani pembedahan. Secara keseluruhan, hasil ini menunjukkan bahwa ADC berpotensi memberikan manfaat optimal bila digunakan pada tahap perawatan yang lebih awal.
"Di Indonesia dan kawasan sekitarnya, kami bekerja sama dengan para tenaga kesehatan, pembuat kebijakan, dan komunitas pasien untuk menerjemahkan bukti klinis menjadi akses yang lebih merata, sehingga lebih banyak pasien dapat menerima terapi yang tepat pada waktu yang tepat," kata Esra Eskomay, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(ELG)
Paparan data klinis yang disampaikan mencerminkan arah baru pengobatan kanker yang semakin personal, lebih presisi, dan dimulai sejak fase awal penyakit. Fokus utama AstraZeneca diarahkan pada kanker paru, kanker gastrointestinal, dan kanker payudara, tiga jenis kanker dengan angka kejadian tertinggi di kawasan Asia.
Tantangan kanker di Asia dinilai semakin kompleks seiring besarnya jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 4,8 miliar jiwa atau sekitar 60 persen populasi dunia. Kawasan ini menyumbang hampir separuh kasus kanker baru secara global dan sekitar 60 persen kematian akibat kanker.
Beban tersebut diproyeksikan terus meningkat akibat pertumbuhan penduduk, peningkatan usia harapan hidup, industrialisasi, paparan zat karsinogen, serta faktor gaya hidup. Sylvia Varela, Area Vice President, Asia, AstraZeneca, menegaskan komitmen mereka dalam memperkuat sistem perawatan kanker.
"“Kami berkomitmen memperkuat upaya peningkatan perawatan kanker di Asia melalui inovasi dalam deteksi dini, diagnostik presisi, dan pengobatan berbasis pedoman klinis. Kami terus berkolaborasi dengan para mitra untuk menghadirkan hasil perawatan yang lebih baik bagi pasien di seluruh kawasan," katanya.
Dalam ajang ESMO Asia 2025, AstraZeneca menggarisbawahi tiga area prioritas yang dinilai krusial dalam mentransformasi pengobatan kanker di Asia. Salah satunya adalah upaya memperluas akses pemeriksaan dan terapi bagi pasien kanker paru dengan mutasi EGFR pada jenis NSCLC.
Kanker paru masih menjadi masalah kesehatan utama di Asia, terutama karena mutasi EGFR lebih sering ditemukan pada pasien di kawasan ini dibandingkan populasi Barat. Kondisi tersebut menuntut proses diagnostik yang komprehensif sejak kunjungan pertama agar terapi yang sesuai dapat diberikan sedini mungkin. AstraZeneca memaparkan hasil sejumlah studi yang menunjukkan peran EGFR TKI di berbagai tahap perawatan pasien.
Pada tahap neoadjuvan, penggunaan EGFR TKI sebagai terapi tunggal maupun kombinasi dengan kemoterapi terbukti meningkatkan respons patologis dengan kualitas hidup pasien yang tetap terjaga. Sementara pada pasien stadium III yang tidak dapat dioperasi, penggunaan EGFR TKI dalam rangkaian peri-kemoradiasi menunjukkan tingkat respons tinggi dengan profil keamanan yang dapat ditoleransi.
Selain itu, pada pasien dengan progresi akibat amplifikasi atau overekspresi MET, penambahan inhibitor MET pada EGFR TKI menghasilkan respons yang lebih signifikan dan tahan lama.
Area prioritas kedua yang disoroti adalah penguatan penggunaan imunoterapi dan terapi target sejak fase lebih dini pada kanker gastrointestinal. Lebih dari separuh kasus kanker gastrointestinal dunia ditemukan di Asia, menjadikannya salah satu kontributor utama beban kanker global.
Studi yang dilakukan oleh AstraZeneca Indonesia menunjukkan bahwa pemberian imunoterapi sejak tahap awal dan secara berkesinambungan dapat meningkatkan peluang kelangsungan hidup pada kelompok pasien tertentu.
Pada kanker lambung dan kanker gastroesophageal junction dari stadium awal hingga lanjut lokal, kombinasi imunoterapi dan kemoterapi terbukti meningkatkan overall survival dan event free survival secara signifikan. Manfaat ini juga terlihat jelas pada pasien Asia yang umumnya memiliki karakteristik penyakit lebih kompleks.
Sementara itu, pada kanker hati stadium lanjut di negara dengan prevalensi hepatitis B tinggi, kombinasi imunoterapi mampu memberikan manfaat kelangsungan hidup hingga lima tahun.
Temuan tersebut menegaskan pentingnya peningkatan kapasitas diagnostik dan penguatan alur rujukan lintas disiplin. Dengan demikian, lebih banyak pasien dapat memperoleh akses terhadap terapi inovatif yang paling sesuai dengan kondisi klinis mereka.
Prioritas ketiga yang menjadi perhatian adalah meningkatnya peran antibody drug conjugates dalam penanganan kanker payudara. Kanker payudara masih menjadi kanker yang paling sering didiagnosis pada perempuan dan merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker. Di banyak negara Asia, penyakit ini kerap terdeteksi pada usia yang lebih muda, yakni 40 hingga 50 tahun, dibandingkan negara Barat yang umumnya pada usia 60 hingga 70 tahun.
Selain itu, pada kanker payudara HER2 positif stadium awal berisiko tinggi, penggunaan ADC praoperatif sebelum terapi standar kombinasi target dan kemoterapi meningkatkan proporsi pasien yang mencapai pathologic complete response tanpa mengurangi kelayakan untuk menjalani pembedahan. Secara keseluruhan, hasil ini menunjukkan bahwa ADC berpotensi memberikan manfaat optimal bila digunakan pada tahap perawatan yang lebih awal.
"Di Indonesia dan kawasan sekitarnya, kami bekerja sama dengan para tenaga kesehatan, pembuat kebijakan, dan komunitas pasien untuk menerjemahkan bukti klinis menjadi akses yang lebih merata, sehingga lebih banyak pasien dapat menerima terapi yang tepat pada waktu yang tepat," kata Esra Eskomay, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ELG)