FITNESS & HEALTH
Studi HCC Ungkap Alasan Perempuan Paling Berisiko Mengalami Emotional Eating
Yuni Yuli Yanti
Kamis 25 Januari 2024 / 07:00
Jakarta: Dalam momentum peringatan Hari Gizi Nasional 2024, Health Collaborative Center (HCC) mempublikasikan hasil survei kesehatan terbaru terkait perilaku makan orang Indonesia.
Survei bertajuk Mindful Eating Study yang dilakukan pada 1158 responden dari 20 provinsi seluruh Indonesia ini menghasilkan temuan penting bahwa 47 persen atau 5 dari 10 orang Indonesia memiliki perilaku emotional eater atau perilaku makan emosional.
Diketahui, emotional eating atau makan emosional adalah ketika kamu menggunakan makanan sebagai cara untuk mengatasi emosi. Jadi, bukan makan karena merasa lapar. Dalam diskusi bersama Media, Dr. dr Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, selaku Pendiri dan Ketua Tim Peneliti HCC juga menyebutkan dari hasil survei tersebut ditemukan bahwa perempuan dan remaja paling berisiko menjadi emotional eaters.
Menurutnya, terdapat tiga alasan yang mendasari temuan tersebut. Pertama, karena sistem hormonal dan metabolisme tubuh. Perempuan memiliki lebih banyak hormon esterogen, di mana hormon ini satu paket dengan keinginan untuk makan.

(Dr. dr Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH. Foto: Dok. Yuni)
Kedua, biasanya menjelang periode menstruasi energi yang dipakai untuk meluruhkan sel-sel telur yang ada untuk menjadi haid membutuhkan energi yang lebih besar. Nah, pada saat itu, selain uring-uringan, perempuan juga kerap merasa lapar.
"Yang ketiga adalah kompleksitas dari domestic behavior. Misalnya, ibu rumah tangga memiliki pekerjaan 24 jam yang tidak ada istirahat istilahnya. Jadi, kenapa ibu rumah tangga itu tingkat stresnya tinggi karena dia melakuka 24 jam pekerjaan, apalagi jika ia memiliki anak. Inilah yang membuat mereka gampang lari ke makan, sehingga menjadikan mereka sebagai emotional eater," jelas dr. Ray.

(Perempuan harus tahu prioritasnya. Kapan harus fokus ke pekerjaan dan kapan harus fokus ke makan. Foto: Ilustrasi. Dok. Freepik.com)
Sementara, tingginya risiko emotional eaters pada remaja putri, dr. Ray mengatakan hal itu disebabkan karena belum stabilnya hormon pertumbuhan dan ada keterkaitan dengan stres misalnya akibat bullying di sekolah atau lain sebagainya.
Meskipun, pada perempuan risiko emotional eaters sangat tinggi, namun perilaku tersebut masih bisa dicegah dengan beberapa hal.
"Pertama, perempuan harus tahu prioritasnya. Kapan harus fokus ke pekerjaan dan kapan harus fokus ke makan. Terutama pada ibu rumah tangga, pastikan berbagi peran dan tanggung jawab bersama pasangan. Jadi, jangan semua pekerjaan dilakukan sendiri. Dengan begitu, dia bisa memiliki potensi mindful eating yang lebih bagus. Terakhir, jangan melakukan diet yang tidak direkomendasikan langsung oleh ahli," tutup dr. Ray.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(yyy)
Survei bertajuk Mindful Eating Study yang dilakukan pada 1158 responden dari 20 provinsi seluruh Indonesia ini menghasilkan temuan penting bahwa 47 persen atau 5 dari 10 orang Indonesia memiliki perilaku emotional eater atau perilaku makan emosional.
Diketahui, emotional eating atau makan emosional adalah ketika kamu menggunakan makanan sebagai cara untuk mengatasi emosi. Jadi, bukan makan karena merasa lapar. Dalam diskusi bersama Media, Dr. dr Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, selaku Pendiri dan Ketua Tim Peneliti HCC juga menyebutkan dari hasil survei tersebut ditemukan bahwa perempuan dan remaja paling berisiko menjadi emotional eaters.
Menurutnya, terdapat tiga alasan yang mendasari temuan tersebut. Pertama, karena sistem hormonal dan metabolisme tubuh. Perempuan memiliki lebih banyak hormon esterogen, di mana hormon ini satu paket dengan keinginan untuk makan.

(Dr. dr Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH. Foto: Dok. Yuni)
Kedua, biasanya menjelang periode menstruasi energi yang dipakai untuk meluruhkan sel-sel telur yang ada untuk menjadi haid membutuhkan energi yang lebih besar. Nah, pada saat itu, selain uring-uringan, perempuan juga kerap merasa lapar.
"Yang ketiga adalah kompleksitas dari domestic behavior. Misalnya, ibu rumah tangga memiliki pekerjaan 24 jam yang tidak ada istirahat istilahnya. Jadi, kenapa ibu rumah tangga itu tingkat stresnya tinggi karena dia melakuka 24 jam pekerjaan, apalagi jika ia memiliki anak. Inilah yang membuat mereka gampang lari ke makan, sehingga menjadikan mereka sebagai emotional eater," jelas dr. Ray.

(Perempuan harus tahu prioritasnya. Kapan harus fokus ke pekerjaan dan kapan harus fokus ke makan. Foto: Ilustrasi. Dok. Freepik.com)
Sementara, tingginya risiko emotional eaters pada remaja putri, dr. Ray mengatakan hal itu disebabkan karena belum stabilnya hormon pertumbuhan dan ada keterkaitan dengan stres misalnya akibat bullying di sekolah atau lain sebagainya.
Meskipun, pada perempuan risiko emotional eaters sangat tinggi, namun perilaku tersebut masih bisa dicegah dengan beberapa hal.
"Pertama, perempuan harus tahu prioritasnya. Kapan harus fokus ke pekerjaan dan kapan harus fokus ke makan. Terutama pada ibu rumah tangga, pastikan berbagi peran dan tanggung jawab bersama pasangan. Jadi, jangan semua pekerjaan dilakukan sendiri. Dengan begitu, dia bisa memiliki potensi mindful eating yang lebih bagus. Terakhir, jangan melakukan diet yang tidak direkomendasikan langsung oleh ahli," tutup dr. Ray.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(yyy)