FEATURE
Cerita Karmini, Driver Perempuan asal Bantul Pengantar Jenazah Covid-19
A. Firdaus
Jumat 16 Juli 2021 / 10:07
Jakarta: Hatinya terpanggil, ketika tiada satu orang pun yang ingin membantu mengantarkan jenazah Covid-19 ke tempat peristirahatan terakhir. Kita tahu sendiri, bagaimana bahayanya apabila terinfeksi penyakit yang berasal dari Wuhan itu.
Tapi tidak untuk Karmini. Ibu tangguh asal Bantul ini yang justru mengajukan diri mengantarkan jenazah atau pasien meninggal Covid-19 di perumahan dekat ia tinggal. Seiring berjalannya waktu, Karmini pun konsisten, merasa ikhlas dan nyaman menggeluti pekerjaan yang sangat rentan terpapar Covid-19 itu.
Karmini, merupakan warga Desa Balong Kidul, Potorono, Banguntapan, Bantul. Sebelum Virus Corona datang, Karmini hanya ibu rumah tangga biasa, yang mengurusi suami beserta dua anaknya. Ia juga aktif di kegiatan sosial, seperti mendampingi Lansia (home care), menjadi ketua pengajian ibu-ibu Pedukuhan (semacam RW), dan anggota Forum Penanggulangan Rawan Bencana (FPRB).
Maret 2020, pertama kali Covid-19 mendarat di Indonesia, di setiap daerah diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Mengikuti anjuran pemerintah, warga pun berada di rumah, menjauhi kerumunan, dan juga membatasi mobilitas.
"Waktu Corona datang, seluruh akses menuju atau keluar desa di-lockdown. Penjagaan ketat banget. Warga pada takut dan kondisinya mencekam. Setiap warga yang baru datang disemprot disinfektan, pengecekan suhu tubuh, dan cuci tangan. Tidak sembarang masuk ke wilayah tertentu, tak boleh masuk jika tak ada urusan yang penting," ujar Karmini mengawali cerita kepada Medcom.id.

Karmini, Ibu dua anak yang telah berjuang mengantarkan jenazah covid-19 di Bantul. (Dok. Pribadi)
Termasuk di daerah di mana Karmini tinggal. Tak ada satu pun yang keluar rumah, lantaran takut tertular virus Sars Cov-2 tersebut.
Hingga satu hari, muncul kasus pertama di Perumahan Samara, daerah Mertosanan Kulon. Di mana satu keluarga yang berisi 4 orang, diduga terinfeksi covid-19, lantaran adanya gejala seperti demam dan batuk. Satu keluarga tersebut diharuskan melakukan Test Swab PCR. Namun, tak ada satu pun yang berkenan mengantar mereka, lantaran semua warga di sana menutup diri.
"Mereka disuruh melakukan Test Swab di daerah Bambanglipuro, kira-kira setengah jam dari tempat tinggal saya," jelas Karmini.
Karmini memberanikan diri untuk mencoba mengantar keluarga tersebut. Selain karena tidak ada yang bersedia, di hati kecilnya, ia ingin menolong.
"Sebagian anggota FPRB yang laki-laki tidak ada yang berani mengantarkan keluarga itu. Alasan mereka bermacam-macam, ada yang punya anak kecil, ada yang kerja, dan lain sebagainya," jelas ibu dua anak tersebut.

Menjadi satu-satunya perempuan dalam satgas covid-19 di kampungnya, bukan hal yang dihiraukan Karmini. (Foto: Dok Pribadi)
Ternyata keempat orang tersebut dinyatakan positif covid-19. Sepanjang perjalanan pulang, Karmini pun kepikiran lantaran ia berada satu mobil dengan pasien Covid-19.
"Saya sempat panas dingin mengetahui kabar tersebut. Karena saya juga punya keluarga dan waktu itu benar-benar kondisinya sedang mencekam. Banyak yang menganggap Virus Corona itu seperti penyakit AIDS," terang Karmini.
Meski begitu, Karmini tetap melanjutkan tugasnya. Dengan catatan, ia juga harus melindungi diri sendiri. Jangan sampai keluarganya ketakutan. Sepulang mengantarkan pasien, ia bersih-bersih.
Setelah itu, bulan demi bulan, Karmini aktif antar jemput pasien covid-19 yang melakukan test swab di Puskesmas. Termasuk mengantarkannya ke tempat karantina.
Dua bulan berlalu, tepatnya pada Mei 2020, kasus pertama meninggalnya warga karena covid-19 terjadi di Perum Pondok Indah, Mertosanan Kulon. Lagi-lagi, tak ada satu pun warga yang mau mengantarkan jenazah tersebut. Bahkan, untuk rukti atau pemulasara dilakukan dari Tim TRC Baturetno.
Sekadar info, proses rukti ini dilakukan dengan protokol kesehatan. Sementara pemakamannya dilakukan dari FPRB, termasuk Karmini yang mengendarai mobilnya. Karmini, yang memang sudah lihai mengendarai mobil sejak 2008, kembali ditunjuk. Kali ini tugasnya lebih menantang.
"Ada pasien covid-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri di rumahnya yang kemudian meninggal. Rumahnya dekat kampung saya dan saya mengantarkan jenazah tersebut. Enggak ada yang mandiin jenazah," terang Karmini.
"Semua warga yang tinggal di sekitar rumah duka, tidak ada yang datang dan tidak ada yang keluar rumah," lanjutnya.

Karmini juga kerap bertugas menyemprotkan disinfektan ke rumah-rumah warga. (Dok. Pribadi)
Menjelang magrib, Ibu kelahiran Bantul 21 November 1974 ini harus mengantarkan jenazah ke lahan yang baru digunakan khusus pemakaman Covid-19. Saat itu, akses menuju ke tempat pemakaman darurat itu juga tak bersahabat dengan mobil.
Kondisi tempat pemakamannya pun tak main-main. Karmini dan beberapa perangkat desa harus menerobos hutan dalam keadaan hujan. Kendala tak berhenti di situ, tempat penguburannya pun tergenang air.
"Pokoknya benar-benar sulit, apalagi saya yang mengendarai mobilnya harus benar-benar menguasai medan. Sebab aksesnya masih terbatas. Pasalnya, tempat tersebut merupakan lahan baru untuk pemakaman covid-19," cerita Karmini.
Sepulang dari menguburkan jenazah, Karmini baru memberitahu suami, dengan apa yang sudah ia lakukan. "Suami kaget. Dan mengatakan kepada saya, memangnya kamu berani? Kendati begitu, suami tetap mendukung," kata Karmini.
Hanya saja, apa yang dilakukan Karmini tidak sepenuhnya diterima keluarga. Salah satunya, sang adik yang tinggal di kampung sebelah. Bukannya melarang, sang adik merasa khawatir dengan pekerjaan sebagai relawan pengantar jenazah Covid-19.
"Intinya, saya berpikir pulang dalam keadaan bersih. Alhamdulillah, Allah masih memberikan saya kesempatan untuk membantu, diberikan kesehatan selama pandemi, kita sekeluarga selalu sehat," terang Karmini.
November 2020, baru ada beberapa driver laki-laki yang berani membawa jenazah Covid-19. Jadi, beban Karmini sedikit berkurang.
Dan, pada Januari lalu, ia mendapatkan bantuan berupa satu mobil, yang kini telah menjadi pegangannya. Mobil didapat dari kenalannya sesama relawan yang bertugas di Human Initiative, Agus Putut.
"Meski mobilnya tua, tapi saya kok merasa nyaman menggunakannya. Enak aja dibawanya. Pokoknya kalau antar-jemput pasien yang hendak Test Swab PCR atau mengantarkan jenazah, saya selalu menggunakan mobil tersebut," kata Karmini.

Karmini kini mendapatkan bantuan mobil ambulance dari Human Initiative. (Dok. Pribadi
Sejatinya, Karmini merupakan relawan yang independen. Saat pandemi bergulir, dalam sehari, Karmini mengantarkan dua jenazah. Entah itu diambil dari rumah duka, maupun dari rumah sakit.
Semenatara untuk antar jemput Test Swab, Karmini hanya melayani Lansia, ibu hamil, dan anak-anak. Semua itu ia lakukan dengan ikhlas, meskipun antar-jemput berada di luar kota.
Lepas dari apa yang telah ia lakukan, Karmini berharap ada Satuan Tugas yang menangani pasien covid-19. Sebab, dalam beberapa bulan ke belakang, hanya ada dua Satgas di dua desa. Apalagi kasus covid-19 sedang menanjak.
Setahun lebih Karmini menggeluti pekerjaan yang berada di garda terdepan ini. Alhamdulillah, perempuan yang hobi jogging ini tetap dalam keadaan fit dan tak pernah terpapar Covid-19.
Selain melakukan protokol kesehatan yang ketat, Karmini juga kerap meminum vitamin dan ramuan yang biasa ia konsumsi pada pagi hari.
"Saya biasa konsumsi minuman tradisional. Namanya Kamplong. Bahannya, terbuat dari kates (Pepaya) muda. Diminum dengan teh terus diseduh pakai air mendidih. Minumnya dalam keadaan hangat. Jika tidak diganti dengan ketumbar," beber Karmini.
Karmini sakit hati, jika masih ada yang masih belum percaya dengan adanya Covid-19. Baginya, lebih baik orang seperti itu diam, ketimbang menulari hal-hal yang berbau hoaks.
"Terus terang, saya sakit hati jika ada orang yang masih belum percaya terhadap Covid-19. Karena apa, orang itu belum pernah mengalami. Mungkin dia bilang kematian itu hanya Allah yang tahu. Memang benar, tapi Covid-19 itu benar-benar nyata. Jangan pernah menyepelekan penyakit ini," terang Karmini.
Intinya, ia prihatin dengan perjuangan tenaga kesehatan yang selama ini berjuang menyembuhkan pasien covid-19, tapi di satu sisi masih ada yang menganggap virus korona itu tak ada.
"Kasihan dokter-dokter yang sudah berjuang sampai kehilangan nyawa. Saya sebagai relawan menentang ini. Sebab jika nyawa takkan kembali, jadi sayangi dirimu," pungkas istri dari Kirgiyanta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Tapi tidak untuk Karmini. Ibu tangguh asal Bantul ini yang justru mengajukan diri mengantarkan jenazah atau pasien meninggal Covid-19 di perumahan dekat ia tinggal. Seiring berjalannya waktu, Karmini pun konsisten, merasa ikhlas dan nyaman menggeluti pekerjaan yang sangat rentan terpapar Covid-19 itu.
Corona datang begitu mencekam
Karmini, merupakan warga Desa Balong Kidul, Potorono, Banguntapan, Bantul. Sebelum Virus Corona datang, Karmini hanya ibu rumah tangga biasa, yang mengurusi suami beserta dua anaknya. Ia juga aktif di kegiatan sosial, seperti mendampingi Lansia (home care), menjadi ketua pengajian ibu-ibu Pedukuhan (semacam RW), dan anggota Forum Penanggulangan Rawan Bencana (FPRB).
Maret 2020, pertama kali Covid-19 mendarat di Indonesia, di setiap daerah diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Mengikuti anjuran pemerintah, warga pun berada di rumah, menjauhi kerumunan, dan juga membatasi mobilitas.
"Waktu Corona datang, seluruh akses menuju atau keluar desa di-lockdown. Penjagaan ketat banget. Warga pada takut dan kondisinya mencekam. Setiap warga yang baru datang disemprot disinfektan, pengecekan suhu tubuh, dan cuci tangan. Tidak sembarang masuk ke wilayah tertentu, tak boleh masuk jika tak ada urusan yang penting," ujar Karmini mengawali cerita kepada Medcom.id.

Karmini, Ibu dua anak yang telah berjuang mengantarkan jenazah covid-19 di Bantul. (Dok. Pribadi)
Termasuk di daerah di mana Karmini tinggal. Tak ada satu pun yang keluar rumah, lantaran takut tertular virus Sars Cov-2 tersebut.
Hingga satu hari, muncul kasus pertama di Perumahan Samara, daerah Mertosanan Kulon. Di mana satu keluarga yang berisi 4 orang, diduga terinfeksi covid-19, lantaran adanya gejala seperti demam dan batuk. Satu keluarga tersebut diharuskan melakukan Test Swab PCR. Namun, tak ada satu pun yang berkenan mengantar mereka, lantaran semua warga di sana menutup diri.
"Mereka disuruh melakukan Test Swab di daerah Bambanglipuro, kira-kira setengah jam dari tempat tinggal saya," jelas Karmini.
Karmini memberanikan diri untuk mencoba mengantar keluarga tersebut. Selain karena tidak ada yang bersedia, di hati kecilnya, ia ingin menolong.
"Sebagian anggota FPRB yang laki-laki tidak ada yang berani mengantarkan keluarga itu. Alasan mereka bermacam-macam, ada yang punya anak kecil, ada yang kerja, dan lain sebagainya," jelas ibu dua anak tersebut.

Menjadi satu-satunya perempuan dalam satgas covid-19 di kampungnya, bukan hal yang dihiraukan Karmini. (Foto: Dok Pribadi)
Ternyata keempat orang tersebut dinyatakan positif covid-19. Sepanjang perjalanan pulang, Karmini pun kepikiran lantaran ia berada satu mobil dengan pasien Covid-19.
"Saya sempat panas dingin mengetahui kabar tersebut. Karena saya juga punya keluarga dan waktu itu benar-benar kondisinya sedang mencekam. Banyak yang menganggap Virus Corona itu seperti penyakit AIDS," terang Karmini.
Meski begitu, Karmini tetap melanjutkan tugasnya. Dengan catatan, ia juga harus melindungi diri sendiri. Jangan sampai keluarganya ketakutan. Sepulang mengantarkan pasien, ia bersih-bersih.
Setelah itu, bulan demi bulan, Karmini aktif antar jemput pasien covid-19 yang melakukan test swab di Puskesmas. Termasuk mengantarkannya ke tempat karantina.
Pengalaman pertama membawa jenazah Covid-19
Dua bulan berlalu, tepatnya pada Mei 2020, kasus pertama meninggalnya warga karena covid-19 terjadi di Perum Pondok Indah, Mertosanan Kulon. Lagi-lagi, tak ada satu pun warga yang mau mengantarkan jenazah tersebut. Bahkan, untuk rukti atau pemulasara dilakukan dari Tim TRC Baturetno.
Sekadar info, proses rukti ini dilakukan dengan protokol kesehatan. Sementara pemakamannya dilakukan dari FPRB, termasuk Karmini yang mengendarai mobilnya. Karmini, yang memang sudah lihai mengendarai mobil sejak 2008, kembali ditunjuk. Kali ini tugasnya lebih menantang.
"Ada pasien covid-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri di rumahnya yang kemudian meninggal. Rumahnya dekat kampung saya dan saya mengantarkan jenazah tersebut. Enggak ada yang mandiin jenazah," terang Karmini.
"Semua warga yang tinggal di sekitar rumah duka, tidak ada yang datang dan tidak ada yang keluar rumah," lanjutnya.

Karmini juga kerap bertugas menyemprotkan disinfektan ke rumah-rumah warga. (Dok. Pribadi)
Menjelang magrib, Ibu kelahiran Bantul 21 November 1974 ini harus mengantarkan jenazah ke lahan yang baru digunakan khusus pemakaman Covid-19. Saat itu, akses menuju ke tempat pemakaman darurat itu juga tak bersahabat dengan mobil.
Kondisi tempat pemakamannya pun tak main-main. Karmini dan beberapa perangkat desa harus menerobos hutan dalam keadaan hujan. Kendala tak berhenti di situ, tempat penguburannya pun tergenang air.
"Pokoknya benar-benar sulit, apalagi saya yang mengendarai mobilnya harus benar-benar menguasai medan. Sebab aksesnya masih terbatas. Pasalnya, tempat tersebut merupakan lahan baru untuk pemakaman covid-19," cerita Karmini.
Respons keluarga
Sepulang dari menguburkan jenazah, Karmini baru memberitahu suami, dengan apa yang sudah ia lakukan. "Suami kaget. Dan mengatakan kepada saya, memangnya kamu berani? Kendati begitu, suami tetap mendukung," kata Karmini.
Hanya saja, apa yang dilakukan Karmini tidak sepenuhnya diterima keluarga. Salah satunya, sang adik yang tinggal di kampung sebelah. Bukannya melarang, sang adik merasa khawatir dengan pekerjaan sebagai relawan pengantar jenazah Covid-19.
"Intinya, saya berpikir pulang dalam keadaan bersih. Alhamdulillah, Allah masih memberikan saya kesempatan untuk membantu, diberikan kesehatan selama pandemi, kita sekeluarga selalu sehat," terang Karmini.
Mobil 'klasik' dari Human Initiative
November 2020, baru ada beberapa driver laki-laki yang berani membawa jenazah Covid-19. Jadi, beban Karmini sedikit berkurang.
Dan, pada Januari lalu, ia mendapatkan bantuan berupa satu mobil, yang kini telah menjadi pegangannya. Mobil didapat dari kenalannya sesama relawan yang bertugas di Human Initiative, Agus Putut.
"Meski mobilnya tua, tapi saya kok merasa nyaman menggunakannya. Enak aja dibawanya. Pokoknya kalau antar-jemput pasien yang hendak Test Swab PCR atau mengantarkan jenazah, saya selalu menggunakan mobil tersebut," kata Karmini.

Karmini kini mendapatkan bantuan mobil ambulance dari Human Initiative. (Dok. Pribadi
Sejatinya, Karmini merupakan relawan yang independen. Saat pandemi bergulir, dalam sehari, Karmini mengantarkan dua jenazah. Entah itu diambil dari rumah duka, maupun dari rumah sakit.
Semenatara untuk antar jemput Test Swab, Karmini hanya melayani Lansia, ibu hamil, dan anak-anak. Semua itu ia lakukan dengan ikhlas, meskipun antar-jemput berada di luar kota.
Lepas dari apa yang telah ia lakukan, Karmini berharap ada Satuan Tugas yang menangani pasien covid-19. Sebab, dalam beberapa bulan ke belakang, hanya ada dua Satgas di dua desa. Apalagi kasus covid-19 sedang menanjak.
Rahasia sehat Karmini
Setahun lebih Karmini menggeluti pekerjaan yang berada di garda terdepan ini. Alhamdulillah, perempuan yang hobi jogging ini tetap dalam keadaan fit dan tak pernah terpapar Covid-19.
Selain melakukan protokol kesehatan yang ketat, Karmini juga kerap meminum vitamin dan ramuan yang biasa ia konsumsi pada pagi hari.
"Saya biasa konsumsi minuman tradisional. Namanya Kamplong. Bahannya, terbuat dari kates (Pepaya) muda. Diminum dengan teh terus diseduh pakai air mendidih. Minumnya dalam keadaan hangat. Jika tidak diganti dengan ketumbar," beber Karmini.
Nyawa takkan kembali
Karmini sakit hati, jika masih ada yang masih belum percaya dengan adanya Covid-19. Baginya, lebih baik orang seperti itu diam, ketimbang menulari hal-hal yang berbau hoaks.
"Terus terang, saya sakit hati jika ada orang yang masih belum percaya terhadap Covid-19. Karena apa, orang itu belum pernah mengalami. Mungkin dia bilang kematian itu hanya Allah yang tahu. Memang benar, tapi Covid-19 itu benar-benar nyata. Jangan pernah menyepelekan penyakit ini," terang Karmini.
Intinya, ia prihatin dengan perjuangan tenaga kesehatan yang selama ini berjuang menyembuhkan pasien covid-19, tapi di satu sisi masih ada yang menganggap virus korona itu tak ada.
"Kasihan dokter-dokter yang sudah berjuang sampai kehilangan nyawa. Saya sebagai relawan menentang ini. Sebab jika nyawa takkan kembali, jadi sayangi dirimu," pungkas istri dari Kirgiyanta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)