FEATURE

Mengintip Dapur Eiger dan Kunci Menjaga Eksistensi di Tengah Pandemi

A. Firdaus
Rabu 17 Maret 2021 / 18:19
Bandung: Pandemi covid-19 menjadi tantangan tersendiri buat Eiger Adventure untuk bisa tetap konsisten menghasilkan produk terbaik. Tanpa harus menurunkan kualitas, brand lokal tersebut membocorkan bagaimana menjaga eksistensi di tengah pandemi.

Awal pekan ini, Gaya.id dan beberapa wartawan diajak untuk mengintip 'dapur' atau pabrik pembuatan produk Eiger saat Pandemi covid-19, yang berada Jalan Terusan Kopo-Soreang, Kabupaten Bandung. Dalam kunjungan tersebut, tampak bagaimana detailnya produksi tas yang biasa digunakan oleh para pencinta alam.
 

Bermodalkan dua mesin jahit


Mulanya, produk Eiger didirikan pada 1979 oleh Ronny Lukito. Diawali industri rumahan, tas merek exsport menjadi produk pertama Ronny. Kemudian munculah Eiger pada 1989, dan terakhir merek Bodypack. Ketiga produk tersebut diproduksi dari pabrik Eksonindo Manufactoring.

"Jadi owner kami Ronny Lukito melakukan kegiatan menjahitnya di garasi seluas 60 meter persegi dan bermodalkan dua buah mesin jahit," ujar Christian Hartanto, Deputy CEO PT. Eigerindo MPI, saat menyambut rombongan wartawan.

Pada perjalanan usahanya, Ronny Lukito bukan sekadar menjahit, pria yang merupakan lulusan STM tersebut juga mendesain dan memasarkan sendiri produknya itu.


Christian Hartanto, Deputy CEO PT. Eigerindo MPI. (Foto: A. Firdaus/Gaya.id)

Pada 1989, Eiger akhirnya muncul di bawah naungan PT Eigerindo MPI. Penyebutan nama Eiger diambil dari nama sebuah gunung berketinggian 3970 mdpl di Swiss. Gunung tersebut masuk dalam gunung ketiga yang paling sulit didaki.

"Hingga saat ini Eiger telah memiliki lebih dari 250 store. Kami adalah salah satu dari sekian banyak brand lokal yang tokonya itu cukup banyak yang tersebar di Indonesia," tutur Christian.
 

Mengoptimalkan potensi lokal


Terletak di Jalan Terusan Kopo-Soreang, pabrik Eksinindo ini mempekerjakan setidaknya 250 ribu karyawan. Data itu terhitung sebelum adanya Covid-19.

"Ada satu semangat dari kami untuk bagaimana mengoptimalkan potensi lokal, karena kami sebagai local branding di Indonesia, bagaimana kita bisa didukung oleh kekuatan-kekuatan lokal yang pada akhirnya dapat menghasilkan satu milai atau satu produk yang bisa diterima standar oleh dunia," terang Christian.

Masa pandemi juga mengubah beberapa hal bekerja. Yaitu protokol kesehatan yang ketat, seperti rutin pengecekan suhu tubuh, memakai masker, hingga adanya disinfection chamber saat karyawan memasuki pabrik.

"Seminggu dua kali, kami juga melakukan swab untuk 4.500 karyawan pabrik. Dan di dalam pabrik, diberlakukan jaga jarak dengan cara mengosongkan satu baris produksi," terang Winarti Yahya, Senior Advicer and Finance Comissioner PT. Eksonindo Multiproduct Industry.



Tampak, ada satu baris yang dikosongkan demi menjaga jarak antar karyawan. (Foto: A. Firdaus/Gaya.id)

Seperti produksi biasanya, setiap baris terdapat 40 orang proses layaknya ban berjalan. Dari belakang rangkai sampai di depan, untuk menjadi satu tas.

Sementara setiap baris memiliki satu leader yang diberi rompi hijau. Leader ini bertugas mengecek hasil penjahitan oleh setiap produksinya.

Mesin yang digunakan telah memiliki program komputerisasi. Setidaknya ada 157 unit mesin yang beroperasi dari 500 unit yang tersedia. Jadi dengan adanya mesin yang berteknologi ini, karyawan enggak perlu repot-repot menggunakan mesin jahit manual, cukup mengoperasikan layar yang menampilkan model komponen yang dirancang.


Salah satu model mesin jahit yang digunakan di pabrik ini, sudah terprogram oleh komputer. (Foto: A. Firdaus/Gaya.id)

"Makanya karyawan di sini tak perlu keahlian khusus untuk menjahit. Mereka cukup dapat beradaptasi dengan mesin komputer yang dipergunakan," tutur Winarti.

Menariknya lagi, karyawan di pabrik didominasi oleh perempuan. Setidaknya ada 95 persen kaum hawa yang dipekerjakan.

"Di pabrik utama ini prosesnya bertahap, kalau laki-laki tidak mau melakukan ini. Mereka lebih ingin membuat tas sekali jadi (mulai dari proses awal penjahitan hingga jadi). Nah di sini kalau satu tas kan, prosesnya dikerjakan oleh satu orang. Artinya ada beberapa proses yang sekali terlewat atau kurang bagus kualitasnya antara satu orang dengan orang yang lain," terang Hari setiawan, Human Capital General Affair.


Perempuan mendominasi ruangan pabrik Eksinindo ini. (Foto. A. Firdaus/Gaya.id)
 

Ruang pengujian


Di ruang pengujian, setidaknya ada lima mesin yang menguji standarisasi produk tas. Seperti ketahanan terhadap air, ketahanan terhadap gesekan, ketahanan terhadap sinar matahari dengan suhu 80 derajat celcius selama delapan jam, ketahanan jahitan tas, dan pengujian resleting. Pengujian ini tentunya menggunakan mesin berteknologi tinggi.

"Untuk pengujian jahitan, produk bakal diuji hingga isi beban mencapai 115 kilogram. Semetara untuk resleting diuji beban tarikan dan pengujian risiko robek resleting. Pengujian resleting ini dilakukan 1000 kali untuk satu resleting," ujar Winarti.


Pengujian produk dengan menggunakan mesin berteknologi tinggi, menjadi salah satu kunci sukses brand lokal ini menjaga konsistensi produk dengan kualitas terbaik. (Foto: A. Firdaus/Gaya.id)


Tak ubahnya pengujian di pabrik dengan produk yang hampir jadi, di bagian bahan baku juga melakukan pengujian. Tentunya dengan mesin berteknologi tinggi.

"Yang terpenting di pengujian bahan baku, setiap operator harus melakukan Standard Operating Procedure (SOP). Sebab di sini yang paling penting adalah menerapkan SOP lantaran mesin yang digunakan memiliki risikonya yang sangat tinggi," tutur Winarti.
 

Ada '13 gunung' di kantor kece ini


Setelah puas berkeliling pabrik pembuatan tes Eiger, Gaya.id beranjak ke kantor Eigerindo MPI yang letaknya di seberang pabrik Eksonindo Multiproduct Industry.

Tampak kantor tersebut sangat kece dan kekinian banget. Dari luar area, pepohonan dengan hiasan warna-warni bunga membuat suasana kerja serasa asri.

Seperti halnya di pabrik, di kantor pemasaran ini juga memiliki protokol kesehatan yang ketat. Sebelum memasuki area dalam kantor, para karyawan diwajibkan mengecek suhu tubuh, menggunakan masker, hingga melewati bilik disinfektan.


Ikon dari kantor Eigerindo MPI, Jembatan Orange, mereka menyebutnya. (Foto: A. Firdaus/Gaya.id)

Saat memasuki ruangan, perjalanan kami ditemani lantai kayu di semua area. Memasuki ruang utama, terdapat beberapa karyawan dari divisi yang berbeda. Seperti store designer, ritel, marketing, HRD, hingga ruangan IT.

"Pak Ronny mengusung konsep open space pada kantor ini, agar bisa berkomunikasi dengan lancar. Kemudian ada jembatan penghubung yang menjadi ikonik kantor ini," ujar Juna, salah satu bagian training HRD.

Yang menarik, di kantor Eigerindo, terdapat '13 gunung' yang ada di dunia, termasuk di Indonesia. Sebanyak 13 gunung yang dimaksud merupakan nama ruang rapat, seperti, Arjuno, Bromo, Ciremai, Dempo, Everest, Galunggung, Halimun, Ijen, Krakatau, Lawu, dan juga Merapi.
 

Pengembangan sustainable


Dengan memiliki kantor yang sekece itu, kelak diharapkan menghadirkan kreativitas oleh para karyawan Eiger. Salah satu yang sudah terwujud adalah sustainability development.


Di ruangan ini banyak tercipta ide brilian
. (Foto: A. Firdaus/Gaya.id)

Saat ini Eiger memiliki kurang lebih 20 jenis produk yang menggunakan bahan ramah lingkungan, seperti kaus dari organic cotton atau katun bambu. Serat kayu memanfaatkan bahan sisa produksi hingga mengembangkan produk limbah botol plastik.

Harimula Muharam, GM Marketing PT Eigerindo MPI, mengatakan pihaknya telah melakukan riset untuk membuat tas gunung dengan bahan limbah botol plastik. Untuk frame tas yang biasanya menggunakan besi, diganti dengan bambu.

"Ini salah satu produk pendukung untuk program sustainability. Kami akan meluncurkan dua produk. Dari serat kayu dan limbah botol plastik. Kamu akan buat secara bertahap," tutup Harimula.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)

MOST SEARCH