FAMILY
Tidak Manusiawi! Bapak Kandung Tusuk Anak 9 Tahun Puluhan Kali, Ini Pandangan Psikolog Efnie Indrianie
Yatin Suleha
Kamis 04 Mei 2023 / 22:16
Jakarta: Tidak berperikemanusiaan! Seorang ayah membunuh anak kandungnya sendiri. Adalah Muhammad Qo'ad Af'aul Kirom alias Afan, laki-laki berusia 29 tahun yang melakukan kekejian tersebut.
Pada pukul 04.30 WIB dini hari Sabtu, 29 April 2023 ditemukan putrinya AK, yang baru berusia 9 tahun berlumuran darah sambil tertelungkup di sebuah kamar di rumah kontrakan yang berada di Dusun Plampang, Desa Putat, Kecamatan Menganti, Gresik.
AK yang masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar (SD) itu ditemukan dengan puluhan luka tusukan hingga menembus jantungnya dengan menggunakan pisau dapur berukuran 30 sentimeter. Sang ayah melakukannya saat putrinya sedang tidur.
Setelah membunuh anaknya, pelaku sempat meninggalkan rumah kontrakan kemudian menyerahkan diri ke Mapolsek Tandes di Surabaya.
Pelaku mengaku selain karena alasan ekonomi, motifnya menghabisi sang anak karena ingin agar anaknya tersebut masuk surga. Menurut keterangan pelaku, korban sering dirundung oleh teman-temannya lantaran latar belakang ibunya sebagai pemandu karaoke (LC).
"Banyak teman-temannya yang kecewa dengan ibunya. Sering di-bully, enggak mau berteman sama anak saya karena latar belakang ibunya," kata pelaku seperti dilansir dari banyak sumber.
Diketahui rupanya Afan baru keluar dari penjara akibat kasus penyalahgunaan narkoba yaitu sabu-sabu. Dan ternyata Afan yang merupakan warga Manukan kulon, Kecamatan Tandes, Surabaya, belum lama mengontrak di Gresik bersama keluarganya.
Namun, pada saat kejadian, istri Afan tidak berada di rumah. Istrinya meninggalkan rumah tiga hari sebelum kejadian. "Katanya itu mau mengurus KTP (Kartu Tanda Penduduk), tapi enggak balik," ucap dia lagi.
Yang menarik dalam kasus ini adalah, Wakapolres Gresik, Kompol Erika Purwana Putra, dikutip dari TribunJatim.com, Senin, 1 Mei 2023 mengatakan menemukan surat yang berisi gambar dan tulisan korban.
Itu ditemukan Satreskrim Polres Gresik saat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). "Korban malamnya sebelum tidur sempat menggambar cerita dengan teman-temannya. "'Selamat tinggal Airin, Z'," kata Wakapolres Gresik, Kompol Erika Purwana Putra.
Erika mengatakan, tersangka membenarkan bahwa Z sempat menggambar di kertas tentang perpisahan dengan teman-temannya pada malam sebelum dia dibunuh.
"Dari Z untuk Airin. Selamat tinggal Airin. Selamat kenal Z dan Pelangi dan Alea," tulis Z dalam secarik kertas.

(Secarik kertas bergambar yang ditemukan oleh Wakapolres Gresik, Kompol Erika Purwana Putra, menurut Psikolog Efnie merupakan media yang bisa dipergunakan oleh seorang anak untuk mengekspresikan emosinya. Foto: Dok. Tangkapan layar Metro TV)
Dalam pandangan psikologi, Psikolog anak, remaja, dan keluarga Efnie Indrianie, M.Psi dari Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung, "Seorang bapak kandung bisa melakukan hal sefatal itu pada darah dagingnya sendiri, tentunya bukan karena sekedar perilaku nekat yang pada umumnya ditemukan. Namun, hal ini bisa terjadi karena fungsi kerja otak yang berhubungan dengan kebijaksanaan berpikir (pre-frontal lobe) dan area limbic yang menjadi pusat emosi dan perasaan, tidak mampu berfungsi secara optimal seperti pada manusia normal pada umumnya."
"Oleh krena itu, perilaku membunuh secara ekstrem bisa dilakukan dengan dalih apapun dan yang bersangkutan 'tega' dan mampu melakukan hal tersebut," beber Efnie lagi.
"Pemicunya bisa beragam mulai dari stres kronis yang dialami sepanjang hidup, defisit senyawa serotonin di otak, tumbuh dan besar di lingkungan yang rentan melakukan kekerasan/kriminal, termasuk adanya gangguan penyakit lainnya," jelas penulis buku "Survive Menghadapi Quarter Life Crisis" ini.
Setelah sang pelaku melakukannya, ia menyerahkan diri. Hal ini menurut Efnie, karena kondisi psikologis yang ia alami belum mengarah pada psikopat.
"Sehingga saat fungsi kerja otak di area limbic dan pre-frontal berfungsi meskipun hanya sedikit ia mampu menyadari perilakunya. Jika seseorang yang psikopat, maka bagian otak tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga psikopat setelah membunuh tidak ada rasa bersalah," jelas Efnie lagi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik, tersangka juga mengaku mengalami masalah ekonomi sehingga kerap cekcok dengan sang istri. Sang istri diketahui bekerja di tempat hiburan malam sehingga jarang berada di rumah.
Psikolog Efnie mengatakan, "Banyak faktor yang mengganggu fungsi kerja otak di antaranya adalah stres kronis (artinya stres berat yang terjadi hampir sepanjang kehidupan). Stres kronis bisa disebabkan banyak hal misalnya masalah pribadi, keuangan, masalah keluarga, pekerjaan, dengan pasangan, hidup di daerah konflik dan lain-lain."
Lebih jauh Efnie menambahkan bahwa, saat stres kronis kebijaksaan berpikir otak akan terganggu, sehingga emosi negatif tidak dilampiaskan pada hal-hal lain yang tidak berbahaya, namun pada anggota keluarga sendiri.
Tentang perkataan Afan soal pembunuhan anak akan masuk surga, menurut Efnie itu hanya bentuk “defense mechanism” dari otaknya dalam bentuk rasionalisasi (pembenaran) atas apa yang sudah terjadi.
Secarik kertas yang tergambar yang dipaparkan oleh Wakapolres Gresik, Kompol Erika Purwana Putra, menurut Efnie merupakan media yang bisa dipergunakan oleh seorang anak untuk mengekspresikan emosinya.
"Jadi gambar itu merupakan curahan hati sang anak yang muncul secara natural," pungkas Efnie.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Pada pukul 04.30 WIB dini hari Sabtu, 29 April 2023 ditemukan putrinya AK, yang baru berusia 9 tahun berlumuran darah sambil tertelungkup di sebuah kamar di rumah kontrakan yang berada di Dusun Plampang, Desa Putat, Kecamatan Menganti, Gresik.
AK yang masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar (SD) itu ditemukan dengan puluhan luka tusukan hingga menembus jantungnya dengan menggunakan pisau dapur berukuran 30 sentimeter. Sang ayah melakukannya saat putrinya sedang tidur.
Setelah membunuh anaknya, pelaku sempat meninggalkan rumah kontrakan kemudian menyerahkan diri ke Mapolsek Tandes di Surabaya.
Alasan pelaku
Pelaku mengaku selain karena alasan ekonomi, motifnya menghabisi sang anak karena ingin agar anaknya tersebut masuk surga. Menurut keterangan pelaku, korban sering dirundung oleh teman-temannya lantaran latar belakang ibunya sebagai pemandu karaoke (LC).
"Banyak teman-temannya yang kecewa dengan ibunya. Sering di-bully, enggak mau berteman sama anak saya karena latar belakang ibunya," kata pelaku seperti dilansir dari banyak sumber.
Diketahui rupanya Afan baru keluar dari penjara akibat kasus penyalahgunaan narkoba yaitu sabu-sabu. Dan ternyata Afan yang merupakan warga Manukan kulon, Kecamatan Tandes, Surabaya, belum lama mengontrak di Gresik bersama keluarganya.
Namun, pada saat kejadian, istri Afan tidak berada di rumah. Istrinya meninggalkan rumah tiga hari sebelum kejadian. "Katanya itu mau mengurus KTP (Kartu Tanda Penduduk), tapi enggak balik," ucap dia lagi.
Terdapat gambar
Yang menarik dalam kasus ini adalah, Wakapolres Gresik, Kompol Erika Purwana Putra, dikutip dari TribunJatim.com, Senin, 1 Mei 2023 mengatakan menemukan surat yang berisi gambar dan tulisan korban.
Itu ditemukan Satreskrim Polres Gresik saat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). "Korban malamnya sebelum tidur sempat menggambar cerita dengan teman-temannya. "'Selamat tinggal Airin, Z'," kata Wakapolres Gresik, Kompol Erika Purwana Putra.
Erika mengatakan, tersangka membenarkan bahwa Z sempat menggambar di kertas tentang perpisahan dengan teman-temannya pada malam sebelum dia dibunuh.
"Dari Z untuk Airin. Selamat tinggal Airin. Selamat kenal Z dan Pelangi dan Alea," tulis Z dalam secarik kertas.

(Secarik kertas bergambar yang ditemukan oleh Wakapolres Gresik, Kompol Erika Purwana Putra, menurut Psikolog Efnie merupakan media yang bisa dipergunakan oleh seorang anak untuk mengekspresikan emosinya. Foto: Dok. Tangkapan layar Metro TV)
Pandangan psikolog
Dalam pandangan psikologi, Psikolog anak, remaja, dan keluarga Efnie Indrianie, M.Psi dari Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung, "Seorang bapak kandung bisa melakukan hal sefatal itu pada darah dagingnya sendiri, tentunya bukan karena sekedar perilaku nekat yang pada umumnya ditemukan. Namun, hal ini bisa terjadi karena fungsi kerja otak yang berhubungan dengan kebijaksanaan berpikir (pre-frontal lobe) dan area limbic yang menjadi pusat emosi dan perasaan, tidak mampu berfungsi secara optimal seperti pada manusia normal pada umumnya."
"Oleh krena itu, perilaku membunuh secara ekstrem bisa dilakukan dengan dalih apapun dan yang bersangkutan 'tega' dan mampu melakukan hal tersebut," beber Efnie lagi.
"Pemicunya bisa beragam mulai dari stres kronis yang dialami sepanjang hidup, defisit senyawa serotonin di otak, tumbuh dan besar di lingkungan yang rentan melakukan kekerasan/kriminal, termasuk adanya gangguan penyakit lainnya," jelas penulis buku "Survive Menghadapi Quarter Life Crisis" ini.
Setelah sang pelaku melakukannya, ia menyerahkan diri. Hal ini menurut Efnie, karena kondisi psikologis yang ia alami belum mengarah pada psikopat.
"Sehingga saat fungsi kerja otak di area limbic dan pre-frontal berfungsi meskipun hanya sedikit ia mampu menyadari perilakunya. Jika seseorang yang psikopat, maka bagian otak tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga psikopat setelah membunuh tidak ada rasa bersalah," jelas Efnie lagi.
Tentang motif di baliknya serta penemuan gambar sang anak
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik, tersangka juga mengaku mengalami masalah ekonomi sehingga kerap cekcok dengan sang istri. Sang istri diketahui bekerja di tempat hiburan malam sehingga jarang berada di rumah.
Psikolog Efnie mengatakan, "Banyak faktor yang mengganggu fungsi kerja otak di antaranya adalah stres kronis (artinya stres berat yang terjadi hampir sepanjang kehidupan). Stres kronis bisa disebabkan banyak hal misalnya masalah pribadi, keuangan, masalah keluarga, pekerjaan, dengan pasangan, hidup di daerah konflik dan lain-lain."
Lebih jauh Efnie menambahkan bahwa, saat stres kronis kebijaksaan berpikir otak akan terganggu, sehingga emosi negatif tidak dilampiaskan pada hal-hal lain yang tidak berbahaya, namun pada anggota keluarga sendiri.
Tentang perkataan Afan soal pembunuhan anak akan masuk surga, menurut Efnie itu hanya bentuk “defense mechanism” dari otaknya dalam bentuk rasionalisasi (pembenaran) atas apa yang sudah terjadi.
Secarik kertas yang tergambar yang dipaparkan oleh Wakapolres Gresik, Kompol Erika Purwana Putra, menurut Efnie merupakan media yang bisa dipergunakan oleh seorang anak untuk mengekspresikan emosinya.
"Jadi gambar itu merupakan curahan hati sang anak yang muncul secara natural," pungkas Efnie.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)