FAMILY
Hindari Depresi Selama dan Setelah Kehamilan, Sama-sama Berdampak pada Bayi
Mia Vale
Minggu 07 Mei 2023 / 10:00
Jakarta: Menjalani kehamilan seharusnya bisa membawa kebahagiaan bagi Bumil. Namun, ada momen di mana kehamilan tersebut justru membuat dirinya depresi. Kondisi ini tentu akan membuat Bumil dan janin menderita.
Depresi pada wanita hamil sering diabaikan, sebagian karena kesalahpahaman yang tersebar luas bahwa kehamilan memberikan perlindungan terhadap gangguan mood.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam British Medical Journal, pada kenyataannya hampir 25 persen kasus depresi pascapersalinan pada wanita dimulai selama kehamilan, dan depresi dapat memuncak pada saat itu. Namun begitu, jika depresi terdeteksi segera, bantuan tersedia untuk ibu dan anak.
Lebih dari 9.000 wanita mencatat suasana hati mereka selama bulan ke-4 dan ke-8 kehamilan. Kuesioner itu dirancang khusus untuk wanita hamil dan ibu baru, berkonsentrasi pada pikiran dan perasaan, perubahan emosi, tangisan, harga diri rendah, putus asa, mudah tersinggung, dan ketidakmampuan untuk menikmati aktivitas yang biasanya menyenangkan.
Hasilnya, menukil dari Harvard Health, peringkat depresi tertinggi terjadi pada bulan ke-8 kehamilan. Sebanyak 14 persen wanita mendapat skor di atas ambang batas untuk kemungkinan depresi klinis tepat sebelum kelahiran anak.
Mengabaikan depresi selama kehamilan bisa berisiko bagi ibu dan anak. Wanita yang depresi sering kurang memerhatikan diri mereka sendiri.
Mereka mungkin merokok, minum berlebihan, atau mengabaikan diet yang tepat. Dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada ibu hamil dapat berdampak langsung pada janin.
Bayi mereka sering mudah tersinggung dan lesu, dengan kebiasaan tidur yang tidak teratur. Bayi baru lahir ini dapat tumbuh menjadi bayi yang kekurangan berat badan, lambat belajar, dan tidak responsif secara emosional, dengan masalah perilaku seperti agresi.

(Depresi postpartum adalah keadaan ketika seorang ibu merasakan rasa sedih, bersalah, dan bentuk umum depresi lainnya dalam jangka waktu yang lama setelah melahirkan. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)
Depresi postpartum pada wanita biasanya dibagi menjadi tiga kategori:
- Baby blues. Gangguan suasana hati yang paling umum setelah melahirkan. Kondisi ini bisa memengaruhi hampir 50 persen ibu baru. Umunya diakibatkan karena perubahan hormonal, terutama penurunan kadar estrogen yang cepat setelah lahir.
Beberapa gejalanya, kehilangan nafsu makan, kelelahan, kebingungan, kesedihan, kegugupan, menangis, kepekaan berlebihan, dan perasaan kewalahan. Gejala-gejala ini muncul dalam beberapa hari setelah melahirkan dan mereda dalam waktu berkisar dua minggu.
- The American Psychiatric Association mendefinisikan "depresi dengan onset postpartum" sebagai episode depresi yang terjadi dalam waktu empat minggu setelah kelahiran. Tapi, banyak peneliti menganggap periode postpartum berlangsung hingga enam bulan setelah melahirkan.
Gejalanya mungkin termasuk sakit kepala, nyeri dada, jantung berdebar-debar, dan serangan panik serta kelelahan, kesedihan, keputusasaan, lekas marah, dan kehilangan minat dan kesenangan dalam hidup.
Sering mengkhawatirkan kesehatan anak secara obsesif, wanita yang depresi merasa bersalah karena ketidakmampuan mereka sebagai pengasuh. Gangguan mood, baik depresi berat atau gangguan bipolar, adalah penyebab paling umum dari psikosis ibu, dengan delusi, halusinasi, atau keduanya.
Depresi kehamilan seorang ibu dapat membuat beberapa kekhawatirannya tentang anaknya menjadi realistis. Bayi sangat peka terhadap kesedihan, kesunyian, dan ketidakpedulian seorang ibu.
Dalam sebuah penelitian, ibu dari bayi berusia tiga bulan diminta untuk mensimulasikan depresi selama tiga menit. Mereka berbicara dengan nada monoton, tetap tanpa ekspresi, dan menghindari menyentuh anaknya.
Bahkan pada usia itu, bayi dapat menanggapi perubahan sekilas dalam suasana hati ibu mereka. Mereka memalingkan muka dari ibu mereka dan menunjukkan tanda-tanda kesusahan, yang berlanjut untuk beberapa waktu bahkan setelah para wanita mulai berperilaku normal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Depresi pada wanita hamil sering diabaikan, sebagian karena kesalahpahaman yang tersebar luas bahwa kehamilan memberikan perlindungan terhadap gangguan mood.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam British Medical Journal, pada kenyataannya hampir 25 persen kasus depresi pascapersalinan pada wanita dimulai selama kehamilan, dan depresi dapat memuncak pada saat itu. Namun begitu, jika depresi terdeteksi segera, bantuan tersedia untuk ibu dan anak.
Depresi selama kehamilan
Lebih dari 9.000 wanita mencatat suasana hati mereka selama bulan ke-4 dan ke-8 kehamilan. Kuesioner itu dirancang khusus untuk wanita hamil dan ibu baru, berkonsentrasi pada pikiran dan perasaan, perubahan emosi, tangisan, harga diri rendah, putus asa, mudah tersinggung, dan ketidakmampuan untuk menikmati aktivitas yang biasanya menyenangkan.
Hasilnya, menukil dari Harvard Health, peringkat depresi tertinggi terjadi pada bulan ke-8 kehamilan. Sebanyak 14 persen wanita mendapat skor di atas ambang batas untuk kemungkinan depresi klinis tepat sebelum kelahiran anak.
Mengabaikan depresi selama kehamilan bisa berisiko bagi ibu dan anak. Wanita yang depresi sering kurang memerhatikan diri mereka sendiri.
Mereka mungkin merokok, minum berlebihan, atau mengabaikan diet yang tepat. Dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada ibu hamil dapat berdampak langsung pada janin.
Bayi mereka sering mudah tersinggung dan lesu, dengan kebiasaan tidur yang tidak teratur. Bayi baru lahir ini dapat tumbuh menjadi bayi yang kekurangan berat badan, lambat belajar, dan tidak responsif secara emosional, dengan masalah perilaku seperti agresi.

(Depresi postpartum adalah keadaan ketika seorang ibu merasakan rasa sedih, bersalah, dan bentuk umum depresi lainnya dalam jangka waktu yang lama setelah melahirkan. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)
Depresi setelah melahirkan
Depresi postpartum pada wanita biasanya dibagi menjadi tiga kategori:
- Baby blues. Gangguan suasana hati yang paling umum setelah melahirkan. Kondisi ini bisa memengaruhi hampir 50 persen ibu baru. Umunya diakibatkan karena perubahan hormonal, terutama penurunan kadar estrogen yang cepat setelah lahir.
Beberapa gejalanya, kehilangan nafsu makan, kelelahan, kebingungan, kesedihan, kegugupan, menangis, kepekaan berlebihan, dan perasaan kewalahan. Gejala-gejala ini muncul dalam beberapa hari setelah melahirkan dan mereda dalam waktu berkisar dua minggu.
- The American Psychiatric Association mendefinisikan "depresi dengan onset postpartum" sebagai episode depresi yang terjadi dalam waktu empat minggu setelah kelahiran. Tapi, banyak peneliti menganggap periode postpartum berlangsung hingga enam bulan setelah melahirkan.
Gejalanya mungkin termasuk sakit kepala, nyeri dada, jantung berdebar-debar, dan serangan panik serta kelelahan, kesedihan, keputusasaan, lekas marah, dan kehilangan minat dan kesenangan dalam hidup.
Sering mengkhawatirkan kesehatan anak secara obsesif, wanita yang depresi merasa bersalah karena ketidakmampuan mereka sebagai pengasuh. Gangguan mood, baik depresi berat atau gangguan bipolar, adalah penyebab paling umum dari psikosis ibu, dengan delusi, halusinasi, atau keduanya.
Akibat depresi kehamilan kepada anak
Depresi kehamilan seorang ibu dapat membuat beberapa kekhawatirannya tentang anaknya menjadi realistis. Bayi sangat peka terhadap kesedihan, kesunyian, dan ketidakpedulian seorang ibu.
Dalam sebuah penelitian, ibu dari bayi berusia tiga bulan diminta untuk mensimulasikan depresi selama tiga menit. Mereka berbicara dengan nada monoton, tetap tanpa ekspresi, dan menghindari menyentuh anaknya.
Bahkan pada usia itu, bayi dapat menanggapi perubahan sekilas dalam suasana hati ibu mereka. Mereka memalingkan muka dari ibu mereka dan menunjukkan tanda-tanda kesusahan, yang berlanjut untuk beberapa waktu bahkan setelah para wanita mulai berperilaku normal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)