FAMILY
Sisi Psikologi dari Ibu yang Aniaya Bayi 1,3 Tahun di Lampung Utara
Yatin Suleha
Senin 12 September 2022 / 15:34
Jakarta: Masih hangat di benak kita, seorang ibu berinisial LPN (24), warga Kelurahan Bukit Kemuning di Lampung Utara menganiaya anak kandungnya yang masih berumur 1 tahun 3 bulan.
Ia merekam penganiayaan dan membaginya di media sosial. Kasat Reskrim Polres Lampura, AKP Eko Rendi Oktama dalam berita sebelumnya dalam Medcom.id bertajuk "Bayi 1,3 Tahun Diinjak Ibu Kandungnya, Videonya Direkam Dibagikan ke Suami", mengatakan, "Pelaku mengaku sengaja membuat video tersebut dan dikirimkan ke suaminya berinisial SN melalui pesan Facebook dengan tujuan agar sang suami memberinya nafkah."
Dalam pemberitaan lainnya juga disebutkan hal tersebut juga akibat adanya dugaan perselingkuhan sang suami.
Dalam sisi psikologi, Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga, Efnie Indrianie, M.Psi., dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung mengatakan saat ibu berada dalam kondisi emosi negatif (marah, sedih yang mendalam termasuk saat mengalami gangguan kesehatan mental), maka sistem kerja otaknya akan lebih banyak berpusat di amigdala, dan ini merupakan pusat emosi.
"Sedangkan fungsi prefrontal lobe sebagai pusat kebijaksanaan berpikir akan terbajak aktivitasnya. Hal inilah yang bisa membuat seorang ibu bisa bertindak ekstrem meskipun itu adalah anaknya sendiri," tambah Efnie.
Psikolog yang juga menulis buku "Survive Menghadapi Quarter Life Crisis" ini memaparkan, langkah selanjutnya yang bisa dilakukan adalah sang bayi harus dibantu pemulihan fisik terlebih dahulu, untuk memastikan kondisi kesehatan fisiknya. Setelah itu baru dibantu pemulihan mental.
"Inti dari pemulihan mental adalah sang bayi mendapatkan perlindungan, perhatian, dan kasih sayang tanpa batas. Untuk sang ibu perlu diperiksa kondisi kesehatan mentalnya terlebih dahulu, jika memang mengalami mental illness sebaiknya perlu dapat program terapi juga tidak hanya sekedar diproses hukum," ungkap Efnie.
Hal ini dinilai penting oleh Efnie karena walau samar, bayi berusia satu tahun dapat menangkap trauma dan emosi negatif yang ia dapatkan. "Iya bisa meskipun samar, namun emosi negatifnya bisa memengaruhi di kemudian hari. Efeknya bisa beragam mulai dari gangguan kecemasan, rentan mengalami depresi, dan lainnya."
.jpg)
(Menurut Psikolog Efnie Indrianie, dalam menangani kasus ini perlu ada family therapy yang dibantu oleh profesional, karena semua ini berawal dari permasahan suami istri yang tidak terselesaikan. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Efnie menilai, perlu adanya penyelesaian di antara pasutri tersebut. "Untuk memperbaiki ini perlu ada family therapy yang dibantu oleh profesional, karena semua ini berawal dari permasahan suami istri yang tidak terselesaikan."
"Jika marah pada pasangan, maka sebaiknya hal tersebut diselesaikan langsung pada pasangan, karena saat kita menyakiti anak belum tentu pasangan akan mengubah perilaku buruknya. Hal ini yang perlu diiingat oleh seorang ibu," beber Efnie.
Hal yang penting juga menurut Psikolog Efnie yaitu perlunya menanamkan mindset positif. "Tanamkan di dalam mindset kita bahwa anak adalah aset berharga titipan dari Sang Pencipta, sehingga wajib dilindungi dan mendapatkan cinta. Langkah selanjutnya adalah ibu harus membuat strategi untuk menyelesaikan masalah tersebut secara langsung dengan suaminya," pesan Efnie.
Walau tak mudah, luka batin yang diterima oleh sang ibu juga memerlukan dukungan. "Proses healing untuk luka batin yang berat memang butuh bantuan profesional, karena hampir sulit sang ibu untuk bisa memaafkan hal tersebut secara natural. Hal ini memiliki pengecualian, jika sang ibu memperoleh social support (dukungan sosial) yang cukup dan dibimbing ke arah spiritualitas oleh orang-orang terdekatnya."
Ia menekankan, hal ini tidak bisa dikesampingan karena, "Jika kondisi mentalnya tidak dipulihkan hal yang sama bisa saja terulang kembali."
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Ia merekam penganiayaan dan membaginya di media sosial. Kasat Reskrim Polres Lampura, AKP Eko Rendi Oktama dalam berita sebelumnya dalam Medcom.id bertajuk "Bayi 1,3 Tahun Diinjak Ibu Kandungnya, Videonya Direkam Dibagikan ke Suami", mengatakan, "Pelaku mengaku sengaja membuat video tersebut dan dikirimkan ke suaminya berinisial SN melalui pesan Facebook dengan tujuan agar sang suami memberinya nafkah."
Dalam pemberitaan lainnya juga disebutkan hal tersebut juga akibat adanya dugaan perselingkuhan sang suami.
Dalam sisi psikologi, Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga, Efnie Indrianie, M.Psi., dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung mengatakan saat ibu berada dalam kondisi emosi negatif (marah, sedih yang mendalam termasuk saat mengalami gangguan kesehatan mental), maka sistem kerja otaknya akan lebih banyak berpusat di amigdala, dan ini merupakan pusat emosi.
"Sedangkan fungsi prefrontal lobe sebagai pusat kebijaksanaan berpikir akan terbajak aktivitasnya. Hal inilah yang bisa membuat seorang ibu bisa bertindak ekstrem meskipun itu adalah anaknya sendiri," tambah Efnie.
Kemudian, langkah apa yang perlu dilakukan selanjutnya?
Psikolog yang juga menulis buku "Survive Menghadapi Quarter Life Crisis" ini memaparkan, langkah selanjutnya yang bisa dilakukan adalah sang bayi harus dibantu pemulihan fisik terlebih dahulu, untuk memastikan kondisi kesehatan fisiknya. Setelah itu baru dibantu pemulihan mental.
"Inti dari pemulihan mental adalah sang bayi mendapatkan perlindungan, perhatian, dan kasih sayang tanpa batas. Untuk sang ibu perlu diperiksa kondisi kesehatan mentalnya terlebih dahulu, jika memang mengalami mental illness sebaiknya perlu dapat program terapi juga tidak hanya sekedar diproses hukum," ungkap Efnie.
Hal ini dinilai penting oleh Efnie karena walau samar, bayi berusia satu tahun dapat menangkap trauma dan emosi negatif yang ia dapatkan. "Iya bisa meskipun samar, namun emosi negatifnya bisa memengaruhi di kemudian hari. Efeknya bisa beragam mulai dari gangguan kecemasan, rentan mengalami depresi, dan lainnya."
.jpg)
(Menurut Psikolog Efnie Indrianie, dalam menangani kasus ini perlu ada family therapy yang dibantu oleh profesional, karena semua ini berawal dari permasahan suami istri yang tidak terselesaikan. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Langkah ideal bagi kedua pasangan, suami dan istri
Efnie menilai, perlu adanya penyelesaian di antara pasutri tersebut. "Untuk memperbaiki ini perlu ada family therapy yang dibantu oleh profesional, karena semua ini berawal dari permasahan suami istri yang tidak terselesaikan."
"Jika marah pada pasangan, maka sebaiknya hal tersebut diselesaikan langsung pada pasangan, karena saat kita menyakiti anak belum tentu pasangan akan mengubah perilaku buruknya. Hal ini yang perlu diiingat oleh seorang ibu," beber Efnie.
Hal yang penting juga menurut Psikolog Efnie yaitu perlunya menanamkan mindset positif. "Tanamkan di dalam mindset kita bahwa anak adalah aset berharga titipan dari Sang Pencipta, sehingga wajib dilindungi dan mendapatkan cinta. Langkah selanjutnya adalah ibu harus membuat strategi untuk menyelesaikan masalah tersebut secara langsung dengan suaminya," pesan Efnie.
Proses healing
Walau tak mudah, luka batin yang diterima oleh sang ibu juga memerlukan dukungan. "Proses healing untuk luka batin yang berat memang butuh bantuan profesional, karena hampir sulit sang ibu untuk bisa memaafkan hal tersebut secara natural. Hal ini memiliki pengecualian, jika sang ibu memperoleh social support (dukungan sosial) yang cukup dan dibimbing ke arah spiritualitas oleh orang-orang terdekatnya."
Ia menekankan, hal ini tidak bisa dikesampingan karena, "Jika kondisi mentalnya tidak dipulihkan hal yang sama bisa saja terulang kembali."
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)