COMMUNITY
Mengenal ReLEX SMILE, Teknologi yang Membantu 15 Ribu Penderita Mata Minus dan Silinder di JEC Kedoya
Yuni Yuli Yanti
Sabtu 02 Maret 2024 / 06:00
Jakarta: Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setidaknya 1 miliar orang di seluruh dunia mengalami gangguan penglihatan; dengan 123,7 juta di antaranya merupakan kelainan refraksi yang belum tertangani.
Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan memperkirakan terdapat sekitar 5 sampai 6 juta orang yang mengalami gangguan penglihatan termasuk akibat kelainan refraksi, dikutip dari laman Kemkes.go.id.
Gangguan refraksi merupakan kondisi di mana cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan jelas. Gangguan refraksi terdiri atas Myopia (rabun jauh), Hipermetropi (rabun dekat), Astigmatism (silindris) dan Presbiopi (rabun dekat usia lanjut).
Nah, salah satu teknologi yang dipakai untuk membantu pasien dengan gangguan refraksi adalah ReLEx SMILE (Refractive Lenticule Extraction, Small Incision Lenticule Extraction).
Ini merupakan metode bedah refraktif yang dapat mengkoreksi kelainan refraksi dengan menggunakan mesin laser (tanpa pisau). Kelainan refraksi yang dapat dikoreksi dengan ReLEx SMILE di antaranya adalah Myopia dan Astigmatism.
Sejak tahun 2016 hingga 2023, Rumah Sakit Mata JEC@Kedoya telah menggunakan teknnologi SMILE untuk membebaskan 15 ribu penderita mata minus dan silinder dari penggunaan kacamata.
Atas kontribusi tersebut, ZEISS (perusahaan global yang fokus pada pengembangan solusi optik dan optoelektronik) memberikan apresiasi khusus kepada JEC@Kedoya, pada Jumat (1/3/2024) di Rumah Sakit Mata JEC @Kedoya.
"Pencapaian JEC @Kedoya sebagai pelopor di Indonesia dalam melakukan tindakan 15 ribu mata pasien untuk tindakan koreksi mata menggunakan SMILE ini merupakan bagian dari sejarah penting JEC Group. Ini adalah pengakuan yang luar biasa atas dedikasi dan kerja keras tim kami. Saya berterima kasih kepada seluruh jajaran direksi, manajemen dan karyawan JEC yang telah secara solid menghadirkan dan memberikan pelayanan optimal menggunakan SMILE, khususnya teknologi terkini SMILE PRO," ungkap DR. Dr. Setiyo Budi Riyanto, SpM(K), Ketua Katarak dan Bedah Refraktif JEC Group serta Direktur Utama Rumah Sakit Mata JEC @Kedoya.
.png)
(DR Dr Johan A Hutauruk, SpM(K) (tengah) sedang melakukan pengobatan mata minus menggunakan teknologi ReLEX SMILE Pro. Foto: Dok. Yuni)
Selama 8 tahun menggunakan teknologi SMILE yang kini berinovasi menjadi SMILE Pro, dr. Budi menjelaskan bahwa teknologi ini memiliki akurasi yang lebih tinggi dari proses Lasik, sehingga pasien bisa merasa lebih nyaman.
"Teknologi ini selain kecepatan tapi akurasinya juga tinggi bisa mencapai 90-98 persen. Kalau proses lasik itu kita membuat flap, kemudian di laser untuk membuka kornea mata, lalu di laser lagi baru flapnya ditutup. Sedangkan, untuk teknologi SMILE tidak perlu membuka flap, jadi langsung di bagian storma korenanya langsung dengan laser lalu Lenticule-nya kita ambil. Jadi, sangat bagus, aman dan cepat, pasien juga lebih nyaman karena sembuhnya lebih cepat. Jadi, SMILE ini adalah teknologi ter-update dari proses Lasik. Keduanya memiliki hasil yang sama baik hanya prosesnya saja yang berbeda," jelas dr. Budi.
Pada kesempatan yang sama, Budi Suryatantra, Director and Head of Sales & Service Medical, PT Carl Zeiss Indonesia mengatakan JEC @ Kedoya menjadi rumah sakit pertama di Indonesia yang mengadopsi dan menghadirkan layanan bedah refraktif dengan teknologi termutakhir SMILE PRO (VisuMax® 800).
"Pada kesempatan baik hari ini, kami ingin memberikan penghargaan kepada JEC@Kedoya sebagai salah satu kontributor yang berhasil melakukan 15 ribu tindakan SMILE di Indonesia. Prestasi ini mencerminkan komitmen JEC Group terhadap standar tertinggi dalam perawatan mata dan inovasi medis. Kami percaya bahwa ZEISS Indonesia bersama JEC Group bisa terus berkembang bersama agar bisa terus melayani dan memberikan manfaat yang luar biasa bagi masyarakat Indonesia," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(yyy)
Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan memperkirakan terdapat sekitar 5 sampai 6 juta orang yang mengalami gangguan penglihatan termasuk akibat kelainan refraksi, dikutip dari laman Kemkes.go.id.
Gangguan refraksi merupakan kondisi di mana cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan jelas. Gangguan refraksi terdiri atas Myopia (rabun jauh), Hipermetropi (rabun dekat), Astigmatism (silindris) dan Presbiopi (rabun dekat usia lanjut).
Nah, salah satu teknologi yang dipakai untuk membantu pasien dengan gangguan refraksi adalah ReLEx SMILE (Refractive Lenticule Extraction, Small Incision Lenticule Extraction).
Ini merupakan metode bedah refraktif yang dapat mengkoreksi kelainan refraksi dengan menggunakan mesin laser (tanpa pisau). Kelainan refraksi yang dapat dikoreksi dengan ReLEx SMILE di antaranya adalah Myopia dan Astigmatism.
Sejak tahun 2016 hingga 2023, Rumah Sakit Mata JEC@Kedoya telah menggunakan teknnologi SMILE untuk membebaskan 15 ribu penderita mata minus dan silinder dari penggunaan kacamata.
Atas kontribusi tersebut, ZEISS (perusahaan global yang fokus pada pengembangan solusi optik dan optoelektronik) memberikan apresiasi khusus kepada JEC@Kedoya, pada Jumat (1/3/2024) di Rumah Sakit Mata JEC @Kedoya.
"Pencapaian JEC @Kedoya sebagai pelopor di Indonesia dalam melakukan tindakan 15 ribu mata pasien untuk tindakan koreksi mata menggunakan SMILE ini merupakan bagian dari sejarah penting JEC Group. Ini adalah pengakuan yang luar biasa atas dedikasi dan kerja keras tim kami. Saya berterima kasih kepada seluruh jajaran direksi, manajemen dan karyawan JEC yang telah secara solid menghadirkan dan memberikan pelayanan optimal menggunakan SMILE, khususnya teknologi terkini SMILE PRO," ungkap DR. Dr. Setiyo Budi Riyanto, SpM(K), Ketua Katarak dan Bedah Refraktif JEC Group serta Direktur Utama Rumah Sakit Mata JEC @Kedoya.
.png)
(DR Dr Johan A Hutauruk, SpM(K) (tengah) sedang melakukan pengobatan mata minus menggunakan teknologi ReLEX SMILE Pro. Foto: Dok. Yuni)
Selama 8 tahun menggunakan teknologi SMILE yang kini berinovasi menjadi SMILE Pro, dr. Budi menjelaskan bahwa teknologi ini memiliki akurasi yang lebih tinggi dari proses Lasik, sehingga pasien bisa merasa lebih nyaman.
"Teknologi ini selain kecepatan tapi akurasinya juga tinggi bisa mencapai 90-98 persen. Kalau proses lasik itu kita membuat flap, kemudian di laser untuk membuka kornea mata, lalu di laser lagi baru flapnya ditutup. Sedangkan, untuk teknologi SMILE tidak perlu membuka flap, jadi langsung di bagian storma korenanya langsung dengan laser lalu Lenticule-nya kita ambil. Jadi, sangat bagus, aman dan cepat, pasien juga lebih nyaman karena sembuhnya lebih cepat. Jadi, SMILE ini adalah teknologi ter-update dari proses Lasik. Keduanya memiliki hasil yang sama baik hanya prosesnya saja yang berbeda," jelas dr. Budi.
Pada kesempatan yang sama, Budi Suryatantra, Director and Head of Sales & Service Medical, PT Carl Zeiss Indonesia mengatakan JEC @ Kedoya menjadi rumah sakit pertama di Indonesia yang mengadopsi dan menghadirkan layanan bedah refraktif dengan teknologi termutakhir SMILE PRO (VisuMax® 800).
"Pada kesempatan baik hari ini, kami ingin memberikan penghargaan kepada JEC@Kedoya sebagai salah satu kontributor yang berhasil melakukan 15 ribu tindakan SMILE di Indonesia. Prestasi ini mencerminkan komitmen JEC Group terhadap standar tertinggi dalam perawatan mata dan inovasi medis. Kami percaya bahwa ZEISS Indonesia bersama JEC Group bisa terus berkembang bersama agar bisa terus melayani dan memberikan manfaat yang luar biasa bagi masyarakat Indonesia," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(yyy)