FITNESS & HEALTH
Indonesia dalam WHO SPECS 2030, Pastikan Setiap Orang yang Butuhkan Koreksi Penglihatan Dapatkan Layanan
Yatin Suleha
Kamis 09 Oktober 2025 / 20:30
Bandung: Pemerintah Indonesia bersama pemangku kepentingan utama menandatangani deklarasi bersejarah untuk memperluas akses layanan kesehatan mata dan kacamata yang terjangkau.
Langkah ini sekaligus menandai bergabungnya Indonesia dalam WHO SPECS 2030, sebuah inisiatif global untuk memastikan setiap orang yang membutuhkan koreksi penglihatan mendapatkan layanan berkualitas, terjangkau, dan berpusat pada masyarakat.
Secara global, 2 dari 3 orang yang membutuhkan kacamata belum mendapatkannya, terutama di negara berpenghasilan rendah.
Di Indonesia, survei Rapid Assessment on Avoidable Blindness memperkirakan sekitar 15 juta penduduk usia 50 tahun ke atas mengalami gangguan penglihatan, dengan katarak dan kelainan refraksi sebagai penyebab utama. Sementara itu, riset lain menunjukkan 44% anak usia sekolah memiliki masalah penglihatan.
"Penglihatan merupakan hal mendasar bagi pembangunan dan martabat manusia," kata dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI.
“Melalui komitmen ini, kami mendukung peningkatan akses layanan kesehatan mata yang adil dan terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai bagian dari Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025-2030.”
Komitmen ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menegaskan tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan layanan kesehatan mata yang aman, bermutu, dan terjangkau.

(Pemerintah telah menyusun Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025-2030 sebagai strategi nasional. Langkah ini menjadi dasar bagi perluasan layanan refraksi dan pemerataan akses terhadap alat bantu penglihatan seperti kacamata, dengan dukungan kolaborasi lintas sektor. Foto: Dok. Istimewa)
Melalui pendekatan Perawatan Mata Terpadu yang Berpusat pada Masyarakat, Indonesia menargetkan peningkatan skrining dini dan perluasan akses alat bantu penglihatan sesuai Peta Jalan Kesehatan Penglihatan 2025–2030.
Langkah strategis yang ditempuh antara lain pendirian Vision Centre di layanan primer, penerapan teleoftalmologi untuk menjangkau wilayah terpencil, penguatan tenaga kesehatan dan fasilitas, serta peningkatan literasi publik tentang pentingnya pemeriksaan mata rutin.
"Dengan menangani gangguan refraksi secara menyeluruh, Indonesia sedang mengatasi hambatan pembangunan manusia," ujar Dr. N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia.
"Inisiatif ini menggabungkan peningkatan layanan dengan reformasi sistemik dan keterlibatan multipihak, sehingga menjadi model bagi negara-negara lain. WHO siap mendukung Indonesia dalam mencapai cakupan kesehatan mata universal pada 2030."
Kolaborasi multipihak ini melibatkan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, profesi medis, kelompok disabilitas, lembaga pembangunan, dan mitra swasta. Fokus utamanya adalah menyelaraskan kebijakan, memperluas layanan, dan memastikan kelompok rentan memperoleh manfaat setara.
Direktur Utama RS Mata Cicendo, Dr. dr. Antonia Kartika, SpM(K), M.Kes menyampaikan bahwa gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi tantangan besar di Indonesia.
Berdasarkan data Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) 2014-2016, angka kebutaan di Indonesia masih berada di angka 3 persen, tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Salah satu penyebab utamanya adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi.
Kondisi ini bisa dialami semua usia dan berdampak besar pada produktivitas, terutama pada anak-anak karena dapat mengganggu proses belajar mereka.
Pemerintah telah menyusun Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025-2030 sebagai strategi nasional. Langkah ini menjadi dasar bagi perluasan layanan refraksi dan pemerataan akses terhadap alat bantu penglihatan seperti kacamata, dengan dukungan kolaborasi lintas sektor.
Melalui Indonesia SPECS 2030, pemerintah berupaya memperkecil kesenjangan itu lewat kolaborasi berbagai sektor
Dampak nyata dari kolaborasi ini diharapkan mencakup peningkatan prestasi belajar, turunnya angka putus sekolah, meningkatnya produktivitas pekerja, berkurangnya cedera dan kecelakaan, serta terjaganya kemandirian lansia. Masyarakat di daerah terpencil pun akan semakin mudah mendapatkan layanan kesehatan mata berkualitas melalui skrining bergerak dan teknologi telemedisin.
Komitmen kolaborasi ini dicanangkan bertepatan dengan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day) hari Kamis, 9 Oktober 2025 dalam Aksi Kolaborasi Impelentasi Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan Tahun 2025 - 2030 di Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)
Langkah ini sekaligus menandai bergabungnya Indonesia dalam WHO SPECS 2030, sebuah inisiatif global untuk memastikan setiap orang yang membutuhkan koreksi penglihatan mendapatkan layanan berkualitas, terjangkau, dan berpusat pada masyarakat.
Secara global, 2 dari 3 orang yang membutuhkan kacamata belum mendapatkannya, terutama di negara berpenghasilan rendah.
Di Indonesia, survei Rapid Assessment on Avoidable Blindness memperkirakan sekitar 15 juta penduduk usia 50 tahun ke atas mengalami gangguan penglihatan, dengan katarak dan kelainan refraksi sebagai penyebab utama. Sementara itu, riset lain menunjukkan 44% anak usia sekolah memiliki masalah penglihatan.
"Penglihatan merupakan hal mendasar bagi pembangunan dan martabat manusia," kata dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI.
“Melalui komitmen ini, kami mendukung peningkatan akses layanan kesehatan mata yang adil dan terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai bagian dari Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025-2030.”
Komitmen ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menegaskan tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan layanan kesehatan mata yang aman, bermutu, dan terjangkau.

(Pemerintah telah menyusun Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025-2030 sebagai strategi nasional. Langkah ini menjadi dasar bagi perluasan layanan refraksi dan pemerataan akses terhadap alat bantu penglihatan seperti kacamata, dengan dukungan kolaborasi lintas sektor. Foto: Dok. Istimewa)
Melalui pendekatan Perawatan Mata Terpadu yang Berpusat pada Masyarakat, Indonesia menargetkan peningkatan skrining dini dan perluasan akses alat bantu penglihatan sesuai Peta Jalan Kesehatan Penglihatan 2025–2030.
Langkah strategis yang ditempuh antara lain pendirian Vision Centre di layanan primer, penerapan teleoftalmologi untuk menjangkau wilayah terpencil, penguatan tenaga kesehatan dan fasilitas, serta peningkatan literasi publik tentang pentingnya pemeriksaan mata rutin.
"Dengan menangani gangguan refraksi secara menyeluruh, Indonesia sedang mengatasi hambatan pembangunan manusia," ujar Dr. N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia.
"Inisiatif ini menggabungkan peningkatan layanan dengan reformasi sistemik dan keterlibatan multipihak, sehingga menjadi model bagi negara-negara lain. WHO siap mendukung Indonesia dalam mencapai cakupan kesehatan mata universal pada 2030."
Kolaborasi multipihak ini melibatkan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, profesi medis, kelompok disabilitas, lembaga pembangunan, dan mitra swasta. Fokus utamanya adalah menyelaraskan kebijakan, memperluas layanan, dan memastikan kelompok rentan memperoleh manfaat setara.
Direktur Utama RS Mata Cicendo, Dr. dr. Antonia Kartika, SpM(K), M.Kes menyampaikan bahwa gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi tantangan besar di Indonesia.
Berdasarkan data Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) 2014-2016, angka kebutaan di Indonesia masih berada di angka 3 persen, tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Salah satu penyebab utamanya adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi.
Kondisi ini bisa dialami semua usia dan berdampak besar pada produktivitas, terutama pada anak-anak karena dapat mengganggu proses belajar mereka.
Pemerintah telah menyusun Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025-2030 sebagai strategi nasional. Langkah ini menjadi dasar bagi perluasan layanan refraksi dan pemerataan akses terhadap alat bantu penglihatan seperti kacamata, dengan dukungan kolaborasi lintas sektor.
Baca Juga :
6 Vitamin dalam Makanan untuk Kesehatan Mata
Melalui Indonesia SPECS 2030, pemerintah berupaya memperkecil kesenjangan itu lewat kolaborasi berbagai sektor
Dampak nyata dari kolaborasi ini diharapkan mencakup peningkatan prestasi belajar, turunnya angka putus sekolah, meningkatnya produktivitas pekerja, berkurangnya cedera dan kecelakaan, serta terjaganya kemandirian lansia. Masyarakat di daerah terpencil pun akan semakin mudah mendapatkan layanan kesehatan mata berkualitas melalui skrining bergerak dan teknologi telemedisin.
Komitmen kolaborasi ini dicanangkan bertepatan dengan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day) hari Kamis, 9 Oktober 2025 dalam Aksi Kolaborasi Impelentasi Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan Tahun 2025 - 2030 di Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)