BEAUTY

Bukan karena Faktor Keturunan, Ini Penyebab Jerawat yang Sebenarnya

Raka Lestari
Jumat 25 Februari 2022 / 13:21
Jakarta: Banyak orang menganggap bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya jerawat adalah karena faktor keturunan. Padahal sebenarnya, ada banyak sekali faktor yang bisa memicu timbulnya jerawat pada kulit.

“Penyebab jerawat bukanlah disebabkan oleh satu hal saja, tetapi merupakan hasil gabungan dari beberapa penyebab dan faktor risiko  termasuk gaya hidup pasien,” ujar dr. Anthony Handoko, SpKK, FINSDV, Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Klinik Pramudia, dalam Virtual Media Briefing.

Menurut dr. Anthony, pada dasarnya bukan jerawat yang diturunkan, tetapi karakter kulit. Karakter kulit seorang anak terbentuk dari gabungan karakter kulit orang tuanya. Jadi secara genetik apakah jerawat pasti akan diturunkan, belum tentu tetapi karakter kulitnya pasti sama.

“Misalnya orang tua laki-laki atau perempuan, atau keduanya memiliki karakter kulit berminyak maka anaknya pasti akan memiliki kulit yang berminyak. Meskipun memang, kalau orang tuanya berjerawat anaknya sekitar 70-80 persen akan berjerawat juga karena memang karakteristik kulitnya sama,” ungkap dr. Anthony.

Mengenai masalah jerawat, menurut dr. Anthony yang terpenting adalah pemahaman dan mindset penyakit jerawat, serta pasien mengerti ke mana untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Masyarakat diharapkan dapat membedakan mana mitos dan mana fakta seputar jerawat. Walaupun tidak mematikan, penyakit jerawat dapat mengganggu penampilan, kepercayaan diri dan kesehatan mental.

“Pengobatan jerawat yang benar merupakan pengobatan yang terukur kemajuannya. Pengobatan harus diberikan secara bertahap dalam jangka sedang-panjang, bukan dengan pengobatan instan. Dibutuhkan keterlibatan komitmen, disiplin dan kerjasama pasien dalam mengikuti instruksi agar pengobatan dapat berjalan dengan baik, benar dan tepat,” tambah dr. Anthony.

Menurutnya, jerawat termasuk kategori penyakit infeksi kulit, maka koridor pengobatan penyakit jerawat yang benar berada dalam lingkup kompetensi seorang dokter spesialis untuk mengobatinya.

“Selain itu, pada kasus yang berat dibutuhkan tindakan medis yang bersifat spesialistik yang hanya boleh dilakukan oleh seorang dokter spesialis kulit,” tutup dr. Anthony.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH