Aceh: Musim kemarau dan fenomena alam El Nino yang sedang melanda kawasan Provinsi Aceh cukup terasa bagi petani setempat. Produksi hasil panen palawija dan sayuran yang biasanya menggembirakan, kini kian menjadi kendala.
Di Kabupaten Pidie misalnya, para petani sayuran dan palawija mengalami kesulitan air untuk menyiram tanaman. Sumur galian di kebun atau lahan sawah mereka krisis mata air untuk kebutuhan setiap hari.
"Karena debit air sangat kurang, tentu harus menyiram bergiliran dengan cara membagi dua bagian. Satu bagian menyiram sore dan di bagian lainnya harus menyiram tengah malam, saat mata air di sumur kembali terkumpul. Namun tidak efektif juga. Apalagi terik matahari yang berakibat cuaca sangat panad," kata Fauzan, peani tomat di Desa Pulo Gampoeng U, Kacamatan Indrajaya, Kabupaten Pidie, kepada Media Indonesia, Minggu, 6 Agustus 2023.
Dikatakan Fauzan, banyak bunga tomat mengering, lalu berguguran. Lalu pertumbuhan buah sangat lamban sehingga banyak yang kerdil.
"Buah juga tidak banyak karena gugur saat keluar bunga. Ini yang menyebabkan hasil panen tidak sampai target. Bahkan harga jual juga lebih murah karena ukuran buah tomat lebih kecil dari seharusnya," tambah Fauzan.
Lebih parah lagi, modal dan ongkos kerja yang dikeluarkan petani di musim El Nino ini lebih besar dari biasanya. Pasalnya untuk kebutuhan saprodi dan pupuk dau lebih banyak dari biasanya.
Hal itu harus mereka lakukan untuk memacu pertumbuhan tanaman. Kalau satu jenis pupuk atau saprodi tidak sesuai, mereka harus mencoba jenis lain.
Hal serupa juga terjadi pada tanaman cabai merah dan mentimun. Misalnya kondisi buah banyak yang bengkok, pendek dan kecil.
"Hasil produksi panen tidak memadai, sedangkan modal lebih banyak," tutur Ridwan, petani lainnya. MI/Amiruddin Abdullah Reubee Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News