Ilustrasi. FOTO: MI/SUSANTO
Ilustrasi. FOTO: MI/SUSANTO

BI Perlu Tahan Suku Bunga Redam Gejolak Rupiah

Husen Miftahudin • 19 Agustus 2020 08:03

"Mereka dapat mendukung pelaku bisnis dengan menghubungkan UMKM ke akses pasar yang lebih besar dan mendorong UMKM untuk mengadopsi transformasi digital yang pada gilirannya juga menguntungkan pemerintah Indonesia dalam hal kepemilikan basis data UMKM yang lebih baik," urai LPEM.
 
Sementara itu, setelah pengumuman pertumbuhan ekonomi negatif di sejumlah negara besar selama kuartal kedua (Jerman, Inggris, AS, Singapura, Korea Selatan), gejolak pada sektor keuangan meningkat sejak awal Agustus akibat kekhawatiran investor akan resesi global.
 
"Hal ini menyebabkan investor berpaling dari aset berisiko dan mengalihkan investasinya ke aset yang lebih aman," paparnya.

Akibatnya, imbal hasil (yield) obligasi di sejumlah negara maju mengalami penurunan ke tingkat terendah dalam beberapa waktu belakangan. Kondisi ini membuat akumulasi arus masuk modal asing di Indonesia mulai turun menjadi sekitar USD5,57 miliar, dari sebelumnya menikmati permintaan yang kuat di pasar obligasi sejak pertengahan Juli.
 
Imbasnya rupiah jadi korban dan terpaksa terdepresiasi ke posisi sekitar Rp14.700 per USD dari sebelumnya Rp14.500 per USD dengan tingkat depresiasi sebesar 6,6 persen (ytd), relatif buruk dibandingkan negara berkembang lainnya di Asia.
 
Di sisi lain posisi cadangan devisa terus meningkat ke level tertinggi dalam sejarah, dari USD131,7 miliar di bulan lalu menjadi USD135,07 miliar. Peningkatan cadangan devisa pada Juli 2020 ini ditopang oleh penerbitan obligasi global dan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.
 
"Jumlah cadangan yang tinggi tersebut menunjukkan tingkat ketahanan eksternal yang kuat dan membekali BI dengan perangkat yang memadai untuk menghadapi ketidakstabilan keuangan di masa depan, jika diperlukan," ucap LPEM.
 
Secara keseluruhan LPEM melihat bahwa peningkatan risiko tekanan eksternal akhir-akhir ini akibat kekhawatiran investor terkait resesi ekonomi global dapat mengancam stabilitas rupiah ke depan.
 
Stabilitas nilai tukar akan sangat penting untuk memberikan kepastian di sektor riil, karena pelaku usaha kemungkinan besar akan enggan untuk melakukan permintaan kredit ketika keputusan terkait impor bahan baku dan barang modal masih belum dapat dipastikan.
 
Pola depresiasi rupiah yang saat ini sedang berlangsung membuat pelaku usaha berada pada posisi yang sulit untuk melakukan proyeksi masa depan dari input impor dan pembelian barang modal sehingga memperlambat aktivitas produksi.
 
"Keterlambatan pada aktivitas produksi yang disebabkan oleh ketidakstabilan rupiah sangat merugikan bagi ekonomi karena dapat menghambat proses pemulihan secara signifikan," tutup LPEM.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan