All time high
Hal yang menjadi anomali di pasar adalah ketika ekonomi lagi krisis, maka rebound saham bisa di atas pertumbuhan ekonomi. IHSG sempat menyentuh level tertingginya pada tahun ini, meskipun ekonomi realnya masih belum benar-benar pulih.
BPS mencatat pengangguran mencapai 9,1 juta orang, atau belum kembali dari capaian dua tahun lalu ketika pandemi covid-19 belum ada. Ekonomi Indonesia juga secara rata-rata dalam dua tahun terakhir belum lampaui capaian di 2019.
Namun tetap saja IHSG sudah terbang tinggi menyentuh levell all time high-nya. Hal yang sama terjadi di Wall Street, yang dialami Dow Jones Industrial Avarege (DJIA) dan Nasdaq yang menyentuh rekor tertingginya dengan masing-masing 36.484 dan 16.121.
Faktor IHSG menembus all time high adalah karena era 'bakar duit' The Fed ke berbagai instrumen ekonomi memberikan kelueluasaan bagi perusahaan untuk memutar uang di instrumen beresiko seperti saham dan komoditas. Pada era ini juga menaruh duit di pasar modal jelas lebih menarik ketimbang di bank karena tren suku bunga rendah.
Investor yang menaruh di deposito perbankan hanya meraih cuan sebesar dua sampai dengan empat persen dalam setahun. Sementara itu laju IHSG yang bergerak naik memberikan potensi gain yang lebih besar bagi investor.
Namun persoalanya adalah apakah tren ini akan berlanjut di 2022? Apalagi dengan melihat kecenderungan The Fed untuk menaikan tingkat suku bunga sehingga berdampak kenaikan imbal hasil obligasi AS. Kenaikan suku bunga memberikan peluang untuk larinya money flow ke sektor ril. Apalagi The fed sudah mulai membatasi pembelian surat utang secara global.