Pertumbuhan ekonomi Indonesia diikuti laju IHSG dalam setahun. Kalau dibandingkan dengan performa kawasan Asia Pasifik laju IHSG masih lumayan dengan tumbuh sebesar 6,3 persen dalam setahun. Sementara itu, KLSI (Malaysia) turun 9,34 persen dalam setahun. Nikkei 225 (Jepang) naik 6,84 persen.
Sinyal kebangkitan IHSG bisa menjadi sinyal bagi kebangkitan ekonomi di 2022 atau seperti yang diharapkan pandemi covid-19 menjadi endemi dan aktivitas warga normal sediakala. Seperti kata Head of Investment PT Reswara Gian Investa Kiswoyo Adi Joe, laju pasar saham selalu lebih maju enam bulan dari proyeksi ekonomi. Bergerak ke depan lebih cepat.
Sebelum menikmati laju pertumbuhan ekonomi di 2022, Medcom.id membuat kaleidoskop 2021 yang berisi catatan jatuhnya IHSG serta kebangkitanya yang muncul dari upaya pengendalian pandemi covid-19 yang membaik.
Infeksi covid-19 naik dan IHSG terjun bebas
Pemulihan awal masa pandemi di 2021, terjadi setelah kejatuhan parah IHSG, karena infeksi harian covid-19 yang melonjak drastis. Hal ini menyebabkan ekonomi terganggu karena mobilitas warga harus dibatasi karena fasilitas rumah sakit kewalahan menangani pasien covid-19.
Situasi ini sangat mengejutkan, karena pasar saham Indonesia sempat mendapat stimulus dari perbaikan ekonomi pada semester I-2021. Pada saat itu pertumbuhan ekonomi berhasil postif dan naik pesat dibandingkan capaian tahun sebelumnya yang minus.
Namun ketidakpastian ekonomi karena covid-19 menyebabkan investor panik. IHSG menyentuh level terendahnya pada Mei 2021, tepatnya pada 21 Mei 2021 dan kemudian bergerak sideways. Pada saat itu IHSG menyentuh level 5.700-an.
Padahal, IHSG sempat menyentuh level 6413 pada awal Januari 2021. Investor panik karena infeksi covid-19 melonjak. Dari infeksi 5.757 kasus harian covid-19 pada 21 Mei 2021, jumlahnya melonjak mencapai 38 ribu kasus harian pada Juli 2021, sekaligus menjadi yang tertinggi pada 2021.
Sejumlah kebijakan dilakukan dari lockdown hingga pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama tiga bulan atau satu kuartal. Kebijakan yang cukup ketat ini memang mau tak mau harus dibayar mahal dengan beberapa sektor industri yang tertekan seperti ritel, tekstil, dan manufaktur. Pelaku ritel kelabakan hingga ramai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor ini. Kinerja beberapa emiten restoran pun terkena dampaknya.