Titan Infra Energy dan Sindikasi Bank yang terdiri dari Bank Mandiri, CIMB Niaga, dan Credit Suise melakukan perjanjian kredit fasilitas pada Agustus 2018. Selain dokumen kontrak kredit, ada perjanjian pengelolaan rekening Cash Account Management Agreement (CAMA) yang ditandatangani pra pihak. Titan sebagai debitur dan Sindikasi Bank selaku kreditur.
"Ranah persoalan yang ada sebenarnya adalah murni pada bidang perdata," kata Adi.
Adi menyebut dalam melakukan perjanjian perikatan maka acuan utamanya adalah Kitab Undang Undang Hukum (KUH) Perdata. Setidaknya ada sejumlah pasal yang mengatur perikatan para pihak, yaitu Pasal 1320, 1338, 1238, 1243 KUHPerdata.
Kontrak antara pihak debitur dan kreditur dapat dilakukan jika memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Artinya, Bank Sindikasi termasuk Bank Mandiri telah menilai Titan Infra Energy memenuhi persyaratan.
Mulai dari objek yang diperjanjikan, kecapakapan para pihak yang terlibat, suatu sebab yang tidak dilarang, hingga yang terutama adalah kesepakatan para pihak. Saat kreditur dan debitur telah menandatangani, kata Adi, artinya mereka telah diikat secara hukum yang sah, yaitu Undang-Undang Hukum Perdata.
"Jika sudah sah maka berlakulah Pasal 1338, yaitu semua persetujuan yang dibuat secara undang-undang akan berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya," kata Adi.
Apabila dalam pelaksanaannya Bank Mandiri menganggap debiturnya melakukan tindakan yang masuk kategori wanprestasi maka pihak tersebut harus melihat aturan tentang pasal wanprestasi dalam kontrak yang sudah ditandatangani.
"Itu sudah jelas diatur dalam Pasal 1238. Kalau benar Bank Mandiri telah mengirimkan surat teguran resmi maka PT Titan harus mematuhinya," kata Adi.
Apabila pihak debitur tidak patuh setelah mendapat surat teguran dari kreditur maka dalil yang digunakan adalah Pasal 1243 KUHPerdata. "Tidak bisa loncat ke pidana begitu saja," ucap pengacara senior yang berkantor di daerah Slipi ini.