Ilustrasi maskapai Garuda Indonesia - - Foto: dok AFP
Ilustrasi maskapai Garuda Indonesia - - Foto: dok AFP

Miliki Saham Mayoritas, Pemerintah Wajib Menyelamatkan Garuda

Achmad Zulfikar Fazli • 08 November 2021 19:47
Jakarta: Rencana Menteri BUMN Erick Thohir menyelamatkan Garuda Indonesia dengan melakukan restrukturisasi utang, serta menyusun strategi bisnis ke depan disambut positif. Pemerintah dinilai wajib menyelamatkan maskapai pelat merah itu.
 
Pengamat Investasi Global dan Pasar Modal, Edhi Pranasidhi, mengatakan mayoritas kepemilikan Garuda dikuasai negara. Dengan porsi lebih dari 60 persen.
 
Dia menilai pemerintah akan merugi jika membiarkan Garuda bangkrut. Salah satu bentuk kerugiannya, yakni, menghilangkan kepercayaan investor asing kepada pemerintah Indonesia.

Sebab, lanjut dia, kreditur dan lessor Garuda berinvestasi di Indonesia. Bila kepercayaan investor hilang, ke depannya akan menambah country risk investment bagi Indonesia.
 
"Jadi, risiko berinvestasi di Indonesia bisa meningkat di mata investor asing. Selain itu, akan menimbulkan multiplier effect kepada industri di dalam negeri. Sebab, Garuda bukan hanya punya utang kepada lessor (prinsipal sewa pesawat), tapi juga ke sejumlah BUMN," ujar Edhi dalam keterangan tertulis, Senin, 8 November 2021.
 
Dia menegaskan, skema penyelesaian utang Garuda kepada kreditur dan lessor harus berjalan win-win solution, bukan lose-lose solution. Apabila skema penyelesaian merugikan Garuda, pemerintah juga akan ikut menanggung kerugian.
 
"Dalam dunia bisnis, kepercayaan adalah segalanya," kata Founder Indonesia Superstocks Community itu.
 
Baca: Kebanyakan Kreditur, Garuda Diimbau Tempuh PKPU untuk Bernegosiasi
 
Menurut catatan Edhi, total aset Garuda sekitar Rp146,6 triliun. Sementara itu, short term debt atau utang jangka pendek maskapai berkode saham GIAA Rp73 triliun. Lalu, long term debt atau utang jangka panjang Garuda mencapai Rp114,6 triliun. Angka ini berpotensi bertambah seiring berjalannya beban bunga utang Garuda.
 
Edhi menggambarkan umumnya kreditor memberikan pinjaman dalam dolar Amerika Serikat (AS) dengan bunga di atas tujuh persen. Kalau dirupiahkan, bunganya rata-rata bisa 10 persen per tahun.
 
Dengan bunga sebesar itu, kewajiban Garuda membayar bunga pinjaman sekitar Rp7,3 triliun per tahun. Ini baru bayar bunga utang jangka pendek, belum termasuk utang jangka panjang.
 
Dia menjelaskan kupon bunga jangka panjang, biasanya sebesar 10 persen per tahun. Sehingga, membayar bunga utang long term kepada kreditur berkisar Rp11,4 triliun per tahun.
 
"Kondisi seperti ini seharusnya bisa menjadi pertimbangan bagi pemangku kebijakan di Indonesia untuk menyelamatkan Garuda," ujar Edhi.
 
Menurut dia, pemerintah perlu meyakinkan seluruh kreditur Garuda memiliki dana cash untuk membayar utang pokok beserta bunganya. Pemerintah juga perlu menentukan skema yang tepat agar Garuda bisa membayar seluruh utangnya kepada kreditur.
 
 
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan