Ilustrasi maskapai Garuda Indonesia. Foto: dok MI/Amiruddin.
Ilustrasi maskapai Garuda Indonesia. Foto: dok MI/Amiruddin.

Kebanyakan Kreditur, Garuda Diimbau Tempuh PKPU untuk Bernegosiasi

Insi Nantika Jelita • 05 November 2021 09:00
Jakarta: Penyelesaian kewajiban atau utang milik BUMN penerbangan Garuda Indonesia akan lebih efisien menggunakan jalur kepailitan atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
 
"Garuda ada 400-800 kreditur, negosiasi dengan mereka masing-masing tidak lah ideal dan sangat berisiko gagal. Lebih baik kalau ada  pengajuan PKPU (dari Garuda)," ungkap pengamat penerbangan Gerry Soejatman kepada Media Indonesia, dikutip Jumat, 5 November 2021.
 
Gerry menyebut, dengan mengajukan gugatan PKPU, ratusan kreditur tersebut akan negosiasi bersama dengan tujuan menyelesaikan utang. Di situlah Garuda akan membeberkan rencana dalam melunasi utang.

"Rencana Garuda tersebut akan bisa disepakati bersama kreditur dengan kondisi jaminan yang bisa diminta oleh pengadilan. PKPU ini akan jauh lebih cepat dan lebih efisien," jelas Gerry.

Garuda hadapi gugatan PKPU

Sejauh ini Garuda memilih untuk melakukan negosiasi dengan para krediturnya secara parsial. Garuda pun telah menghadapi gugatan PKPU oleh beberapa pihak yang memiliki tagihan terhadap Garuda.
 
Sebelummnya, Dirut Garuda Irfan Setiaputera pernah mengatakan pihaknya mempertimbangkan untuk menempuh opsi PKPU dalam melakukan restrukturisasi utang Garuda.
 
Baca: Waduh! Utang Garuda Makin Naik, Tembus Rp100 Triliun
 
"PKPU itu penundaan kewajiban pembayaran utang. Bukan pernyataan pailit," kata Irfan saat rapat kerja dengan komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 21 Juni 2021.
 
Namun karena PKPU memiliki jangka waktu yakni 270 hari untuk mencapai kesepakatan, ada potensi dipailitkan bila tenggang waktu itu terlewati. Dalam perjalanannya, ternyata negosiasi dilakukan secara terpish bagi masing-masing kreditur.
 
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto berpandangan situasi pandemi  memperparah kondisi Garuda karena memberikan dampak signifikan terhadap keberlangsungan usaha industri penerbangan dunia.
 
Toto mengatakan, sejauh ini, langkah terbaik dalam penyelamatan bisnis maskapai itu ialah melalui negosiasi ulang dengan para lessor atau penyewa pesawat. "Garuda Indonesia butuh upaya restrukturisasi yang radikal terkait negosiasi dengan lessor dan kreditur," ungkapnya.

Negosiasi terus berlanjut

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan, utang yang dimiliki maskapai Garuda Indonesia (GIAA) ternyata menembus USD7 miliar atau sekitar Rp100 triliun. Dia pun menyinggung, masalah finansial perusahaan pelat merah itu didominasi dari utang lessor atau penyewa pesawat. Bahkan, kasus dugaan korupsi di badan maskapai itu diungkit oleh Erick.
 
"Upaya restrukturisasi terus berjalan. Negosiasi utang-utang Garuda yang mencapai USD7 miliar, karena leasing cost termahal yang mencapai 26 persen dan juga (kasus) korupsi. Ini lagi dinegosiasikan dengan para lessor," ungkapnya dalam rilis resmi, kemarin.
 
Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas, lanjutnya, terus mengkaji berbagai kemungkinan opsi terkait langkah pemulihan. Salah satunya,  melalui kerja sama code sharing dengan Emirates dalam melayani rute penerbangan ke luar negeri.
 
Garuda dinilai Menteri BUMN, masih memiliki value di mata pelanggannya. "Bagaimanapun juga, kita tidak bisa tinggal diam, bukan? Yang namanya usaha dan mencari solusi harus tetap dipikirkan. Termasuk juga menyusun strategi dan fokus baru untuk bisnis Garuda," pungkas Erick.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan