Skema penyelamatan Garuda
Dia mengusulkan beberapa skema opsi yang bisa dilakukan Garuda. Menurut dia, pemerintah bisa mengizinkan Garuda menerbitkan obligasi (bond) dengan tenor 30 tahun. Nilai obligasinya berkisar Rp20 triliun-Rp30 triliun. Dari jumlah ini, 50 persen digunakan untuk membayar utang dan sisanya keperluan biaya operasional Garuda."Tentu, yang membeli obligasi Garuda adalah pemerintah. Bisa juga, pemerintah berbagi beban dengan Bank Indonesia (BI). Toh, selama ini, BI juga membeli surat utang pemerintah," tutur dia.
Dia menambahkan penerbitan obligasi bisa dilakukan bertahap dengan kupon satu persen per tahun. Tapi, pemerintah harus memberikan grace periode atau masa tenggang lima tahun bagi Garuda untuk membayar cicilan dan kupon obligasi.
Dengan adanya grace periode, Garuda bisa memperbaiki kinerjanya selama lima tahun. Setelah lima tahun, baru Garuda mulai mencicil pembayaran dan kupon obligasi yang diterbitkan.
"Lewat penerbitan obligasi ini, bisa menjadi solusi bagi Garuda dan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan utang kepada para lender," papar Edhi.
Cara lainnya yang bisa dilakukan Garuda, yakni bisa lewat penerapan mandatory convertible bond (MCB) atau obligasi wajib konversi. Misalnya, ditetapkan harga MCB Rp500 dengan jangka waktu selama tujuh tahun dan bunga sebesar enam persen. Tentu, MCB dibeli kreditur. Setelah jatuh tempo, obligasi dikonversi dengan saham Garuda.
"Jadi, ada kepercayaan dari kreditur Garuda punya niat untuk membayar utangnya," tegas Edhi.
Menurut dia, sudah lumayan jika MCB bisa mengurangi beban utang Garuda hingga Rp10 triliun. Dana sebesar itu, bisa untuk membayar utang-utang short term.
Yang penting, kata Edhi, ekuitas Garuda bisa terlebih dahulu positif. Kalau kinerja Garuda positif, tentu akan memengaruhi pergerakan harga saham Garuda di pasar modal.
Baca: Erick Thohir: Kerja Sama Garuda Indonesia-Emirates Perkuat Layanan Rute Domestik
Selain itu, penyelamatan Garuda juga bisa dilakukan lewat aksi right issue. Menurut Edhi, aksi korporasi ini juga bagus buat memperbaiki ekuitas Garuda.
Hanya, skema right issue biasanya tidak disukai pemerintah. Sebab, skema ini tidak memberikan apa-apa, selain penambahan kepemilikan pemegang saham mayoritas di Garuda.
Kalau skema itu yang diambil, Garuda juga harus menggelar right issue secara besar-besaran. Misalnya, dana yang dibutuhkan Garuda sebanyak Rp20 triliun, maka harus dihitung berapa jumlah saham yang harus dilepas dalam right issue. Lalu, berapa harga saham right issue tersebut.
Sebab, saat ini jumlah saham Garuda sekitar 25,9 miliar saham. Dampak right issue, terang Edhi, akan membuat kepemilikan saham existing akan terdilusi.
Dia menilai tidak semua pemegang saham Garuda setuju sahamnya terdilusi. Apalagi, jika harga saham rights issue Garuda di bawah harga saat mereka membeli saham Garuda di pasar modal.
"Efeknya, akan ada kerugian bagi investor dari selisih harga pembelian saham dan harga right issue Garuda. Namun, demi menyelamatkan maskapai dan reputasi di mata global, semua pihak harus berkorban, jika opsi itu yang dipilih," beber Edhi.
Atas dasar itu, Edhi menilai opsi yang paling tepat untuk penyelamatan Garuda, yakni menerbitkan obligasi. Dengan skema obligasi, pemerintah bisa sharing dengan BI membeli surat utang yang diterbitkan Garuda. Jika lewat right issue, BI tidak bisa ikut membeli saham Garuda.
“Dengan berbagai skema penyelamatan seperti itu, lessor harusnya akan bersikap kooperatif, ketimbang piutangnya tidak dibayar sama sekali. Tapi, pemerintah juga harus memperbaiki dan merombak manajemen Garuda, dengan figur manajemen yang bersih dan punya visi bagus untuk membangun Garuda ke depan," ujar Edhi.
Skema penyelamatan yang diputuskan Kementerian BUMN juga membutuhkan komitmen dan dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan, terutama pemerintah. Sebab, penyelesaian masalah yang membelit Garuda tidak mudah dan memiliki konsekuensi terhadap keuangan negara maupun reputasi Indonesia di mata investor global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News