Para pedagang di Pasar Tanah Abang menjadi salah satu bukti sahihnya. Banyak di antara mereka harus merasakan penurunan penjualan alias sepi pembeli.
Dampak buruk dari kehadiran social commerce seperti TikTok Shop terhadap UMKM ini diakui Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira. Bahkan, ia menilai keberadaan social commerce membuat persaingan perdagangan tidak sehat lantaran membuka kesempatan impor berbagai barang yang merusak harga pasar. Bahkan, tak menutup kemungkinan juga bisa membuka pintu bagi praktik impor barang ilegal.
"Kalau kita lihat yang terjadi sekarang ini di era e-commerce, transformasi digital, ada pintu untuk impor berbagai barang. Impornya di sananya sudah murah, dapat diskon ongkos kirim plus mendapatkan banyak promosi yang akhirnya membuat persaingan tidak sehat," kata Bhima dalam tayangan program Suara Reboan, Metro TV, 20 September 2023.
Bhima menilai fenomena tersebut terjadi lantaran kurangnya langkah pencegahan dan kontrol dari pemerintah. Misalnya, mengontrol dengan membuat regulasi untuk social commerce atau pun e-commerce.
"Sebenarnya lebih membiarkan. Contohnya begini, kita tuh enggak boleh loh ngatur e-commerce atau ngatur social commerce. Kenapa enggak boleh? Karena menghalangi inovasi digital. Jadi selalu inovasi digital ini adalah anak emas sehingga semua regulasi boleh di bypass. Termasuk tadi, kalau kita bicara misalnya kasus TikTok," jelas Bhima.
"Nah yang berikutnya lagi adalah kita sebenarnya waktu itu sudah nyadar. Kalau sudah sampai seperti itu next-nya adalah afiliasi perusahaannya. Misalnya, di luar negeri sana itu bisa menjadikan yang namanya media sosial sebagai jalur impor. Jadi pemerintah tahu ini karena project s itu sudah mulai rame kira-kira bulan-bulan Februari Maret pada waktu itu," sambungnya.
Menurut Bhima, pemerintah sudah seharusnya memberikan regulasi soal social commerce sejak dini. Bahkan, dibutuhkan ketegasan dan kerja sama antara para kementerian membuat aturan jelas terkait social commerce.
"Karena ada ego di antara Kementerian. Ini penyakit kita nih. Yang satu bilang, sosial media di bawah saya ya karena Kemenkominfo. Satu lagi bilang tapi kan ada perdagangan. Makanya harus diregulasi di bawah Kementerian Perdagangan. Seharusnya seluruh pihak-pihak ini duduklah gitu. Nah itu yang enggak dilakukan," tutur Bhima.
Pendapat yang sama dituturkan Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih. Ia menilai pemerintah perlu harus menerapkan tata kelola dan mengambil langkah tegas dalam membuat aturan perdagangan digitalisasi guna mencegah praktir impor ilegal.
"Kalau kemarin belaga sekali kita tolak nikel dan lain sebagainya, ini harus berani juga dong, untuk UKM. Masa cuma penambang-penambang aja yang dibela pemerintah, mau dinaikkan nilai tambahnya," kata Ahmad.
"Untuk UKM, pemerintah juga harus memperlakukan hal sama. Menteri perdagangan harus bentuk tim, melakukan diplomasi ekonominya secara internasional. Mulai menyatakan kami menolak, misalnya ketentuan-ketentuan penjualan langsung dengan kriteria abcd. Itu bisa diatur," lanjutnya.
Selain itu, Ahmad juga berharap pemerintah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan tepat dalam pemberantasan impor ilegal. "Saya berharap jangan lakukan kebijakan-kebijakan yang sifatnya gimmick seperti bakar impor pakaian bekas yang persentasenya cuma 2,2 persen. Kalau bahasa akademiknya, kebijakan yang tidak memenuhi kaidah-kaidah pareto," ucapnya.
Anda dapat berpartisipasi mendorong perubahan yang lebih baik melalui website https://reboan.id/
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News