Mengacu pada data Badan Pusat Statistik, tahun 2021 ekspor minyak kelapa sawit (CPO dan turunannya) mengalami kenaikan tertinggi dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu USD27,6 miliar dengan pertumbuhan sebesar 58,79% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari total ekspor kelapa sawit tersebut, lebih dari 70% merupakan produk olahan CPO. Pertambahan nilai ekspor kelapa sawit tersebut menjadikannya sebagai komoditas peran penting dalam tren positif sektor pertanian dan komoditas unggulan ekspor Indonesia.
Head of Communication GAPKI Tofan Mahdi menyatakan peluang pasar minyak sawit Indonesia makin besar karena bisa menjadi substitusi canola oil selama pasokannya dari Ukraina dan Rusia tersendat akibat perang. Sesuai data Badan Pusat Statistik, jumlah ekspor sawit di tahun 2021 meningkat 12% dibanding lima tahun sebelumnya dengan peningkatan nilai ekspor yang mencapai 79%. Sementara, data GAPKI mencatat kenaikan ekspor produk sawit terbesar pada bulan Oktober 2021 tujuan Tiongkok, dari 253,8 ribu ton menjadi 1,1 juta ton.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Namun prospek pertumbuhan peluang pasar ini mengharuskan Indonesia bertransformasi bersama pasar global menuju minyak sawit berkelanjutan (sustainable palm oil). Sejumlah negara telah mengumumkan kesiapan menyambut industri yang lebih hijau, contohnya Uni Eropa yang sedang menyepakati yang tengah menyepakati Undang-Undang Anti Deforestasi dalam Europe Union Due Diligence Regulation (EUDDR) untuk memastikan perusahaan menghormati hak asasi manusia masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai syarat impor produk ke negara-negara Uni Eropa.
Di belahan timur dunia, Tiongkok yang merupakan salah satu negara pengekspor mayoritas sawit dari Indonesia telah menyatakan akan mencapai puncak emisi karbon pada tahun 2030 dan netralitas karbon pada tahun 2060. Untuk menciptakan industri sawit berkelanjutan tersebut, Tiongkok telah melakukan berbagai inisiatif dalam empat tahun terakhir, yaitu meluncurkan Aliansi Minyak Sawit Berkelanjutan Tiongkok 2018. Pada tahun 2020, telah diajukan proposal kebijakan rantai nilai hijau dari China Council for International Cooperation of Environment and Development (CCICED), salah satu badan penasehat tingkat tinggi pemerintahan Tiongkok. Selain itu juga dilakukan pengembangan panduan konsumsi minyak sawit berkelanjutan oleh China Chamber of Commerce of Foodstuffs and Native Produce (CFNA) pada tahun 2022.
Tak hanya itu, pasar Tiongkok memperlihatkan dukungannya terhadap minyak sawit berkelanjutan melalui berbagai kolaborasi dengan Malaysia seperti penandatanganan MoU antara Malaysia dengan China Green Food Development Center untuk mempromosikan MSPO, melakukan kerja sama dalam penelitian dan pengembangan antara Malaysian Palm Oil Board (MPOB) dan Universitas Tsinghua untuk penerapan biodiesel di Tiongkok, serta penyerapan produk minyak sawit bersertifikat MSPO oleh perusahaan lokal Tiongkok Grand Oils & Fats (Dongguan) Co. Ltd. (GIHDG).

Head Communication GAPKI Tofan Mahdi (Foto:Dok.Metro TV)
“Kita konsisten saja, industri minyak sawit dikembangkan dengan tata kelola berkelanjutan (sustainable) sehingga komoditas minyak sawit Indonesia bisa semakin diterima negara-negara tujuan ekspor, terutama di negara maju karena memang pandangan miring terhadap komoditas minyak sawit ini seringkali datang dari negara-negara maju. Ini menjadi tantangan kita. Indonesia juga telah memiliki mandatory certification untuk sustainability, yaitu ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Itu adalah peraturan pemerintah yang diwajibkan kepada seluruh pelaku usaha kelapa sawit dan petani kelapa sawit,” lanjut Tofan.
Prospek minyak sawit Indonesia di pasar global, khususnya Asia, juga diakui Senior Manager WRI Indonesia, Bukti Bagja. Namun, Bagja mengingatkan bahwa Indonesia masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan seiring transformasi pasar menuju minyak sawit berkelanjutan (sustainable palm oil), antara lain legalitas lahan budi daya sawit khususnya bagi lahan-lahan pekebun swadaya untuk memastikan lahan lahan yang digunakan sesuai dengan peruntukannya.

Senior Manager WRI Indonesia Bukti Bagja (Foto:Dok.Metro TV)
Legalitas lahan memegang peranan penting karena menjadi salah satu aspek mendasar dalam sertifikasi ISPO. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Persyaratan tersebut menjadi dasar untuk menilai apakah sebuah usaha perkebunan sawit memenuhi standar kelayakan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Kementerian Pertanian mengidentifikasi bahwa luas kebun sawit yang sudah mendapat sertifikat ISPO adalah sekitar 5,78 juta hektar atau 45% dari lahan produksi sawit nasional. Namun demikian, dari angka tersebut persentase pekebun swadaya masih sangat kecil yaitu di bawah 0,2%.
Masih kata Bagja, bagian yang paling menentukan dari kelapa sawit berkelanjutan bagi pekebun swadaya adalah kepastian dan kesesuaian ruang lahan sawit. Sisanya terkait produksi dan tata kelola sesuai prinsip-prinsip keberlanjutan. Indonesia memainkan peran kunci dalam mendorong rantai pasok global yang lebih hijau karena menjadi pemain terbesar minyak sawit dunia dan memiliki hubungan baik dengan negara-negara ekonomi besar seperti Tiongkok.
“Kemesraan hubungan ekonomi ini seharusnya bisa kita manfaatkan bagi Indonesia untuk memperkenalkan prinsip keberlanjutan yang sedang kita perjuangkan, sehingga Indonesia menjadi salah satu pelopor bagi penciptaan rantai pasok yang lebih hijau di wilayah Asia,” ucap Bagja.
Sementara, Direktur Perlindungan Perkebunan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Baginda Siagian menjelaskan pemerintah sudah mendorong praktik sawit berkelanjutan melalui berbagai inisiatif, di Perpres Nomor 44 Tahun 2020 yang mewajibkan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dan Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan 2019-2024.

Direktur Perlindungan Perkebunan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Baginda Siagian (Foto:Dok.Metro TV)
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) Tahun 2019-2024. Inpres ini diterbitkan dengan tujuan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pekebun, penyelesaian status dan legalisasi lahan, pemanfaatan kelapa sawit sebagai energi baru terbarukan, meningkatkan diplomasi untuk mencapai perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, serta mempercepat tercapainya perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan.
Baginda optimistis target sustainable palm oil untuk 16,38 juta hektare lahan tutupan sawit mampu dicapai pada 2025. Demikian pula penerimaan pasar global terhadap sertifikasi minyak sawit berkelanjutan Indonesia (ISPO).
“Saya yakin dengan kolaborasi ini nanti dan perbaikan tata kelola ke depan, masih bisa kita kejar tahun 2025. Jadi hitungannya dari 16,38 juta hektare itu baru sekitar 3,8 juta hektare yang sudah ISPO. Ini menjadi pekerjaan yang akan kita lakukan pada dua hingga tiga tahun ke depan supaya kelapa sawit kita bisa dikatakan sustainable,” tutur Baginda.

(Foto:Dok.Metro TV)
Lebih lanjut Baginda memaparkan data dari Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian bahwa penerapan ISPO untuk perkebunan swasta besar hingga akhir tahun 2022 telah mencapai 40-50 persen dari luas total perkebunan sawit 8 juta hektare. Sementara, perkebunan negara telah mencapai 30 persen dari total luas lahan 1 juta hektare, dan perkebunan rakyat mencapai 1-2 persen dari luas total 7,6 juta hektare.
Perbedaan persentase penerapan ISPO tersebut dilatarbelakangi oleh rendahnya penggunaan benih unggul, minimnya pengetahuan petani swadaya mengenai kultur teknik kelapa sawit, lemahnya kelembagaan petani, serta keterbatas modal, yang berdampak pada rendahnya produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat. Dengan demikian, lebih banyak upaya perlu diarahkan pada sosialisasi dan edukasi mengenai ISPO kepada petani, termasuk perihal insentif dan disinsentif dari pengaplikasiannya yang disertai dengan pendampingan oleh penyuluh pertanian dan para ahli untuk menerapkan praktik-praktik perkebunan yang mengedepankan prinsip keberlanjutan.