Ekonom Pertanian Bustanul Arifin menyatakan Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia harus meletakkan sawit berkelanjutan sebagai kebutuhan dan elemen baru dalam determinan daya saing. Dengan demikian bisa memacu pengembangan inovasi minyak sawit berkelanjutan.
Inovasi yang harus ditindaklanjuti antara lain pertanian presisi berbasis teknologi, mulai dari pembibitan hingga perdagangan. Termasuk peremajaan sawit karena produktivitas dan nilai tambahnya akan berkurang setelah berumur 18 tahun. Inovasi teknologi ini memberi manfaat ganda, tidak hanya untuk meningkatkan produktivitas melainkan juga untuk hilirisasi produk dan kesehatan.
“Jadi, ada dua manfaat. Bukan sekadar nilai uangnya, tapi dengan teknologi yang lebih baik, produktivitas yang lebih baik mengurangi kontaminasi. Tentu saja untuk produksi hilirnya lebih banyak yang dapat dihasilkan, lebih beragam. Lebih banyak dalam hal kualitas minyaknya, tidak mudah menjadi lemak jenuh dan berbahaya. Dengan begitu dapat memproduksi produk turunan yang bernilai tambah tinggi,” kata Bustanul Arifin.
Dengan perkembangan teknologi, saat ini cukup banyak inovasi kreatif yang dilakukan oleh para pelaku usaha bekerja sama dengan perguruan tinggi atau lembaga riset yang potensial untuk diterapkan secara luas seperti: 1) teknologi pemetaan dan penginderaan jauh untuk pemantauan tutupan lahan, 2) teknologi pencatatan hasil panen secara otomatis, 3) artificial intelligence and machine learning untuk budidaya perbaikan kualitas budidaya kelapa sawit , 3) teknologi database seperti blockchain untuk penyimpanan data secara aman dalam rantai pasok.
Pemerintah juga mendorong adanya inovasi dalam implementasi praktik sawit berkelanjutan. Pola intensifikasi menjadi acuan meningkatkan produktivitas, dibandingkan melakukan perluasan lahan (ekstensifikasi). Adapun kegiatan intensifikasi saat ini telah berjalan melalui program PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) dengan menggunakan benih sawit unggul. Kegiatan peremajaan sawit pun menerapkan Good Agriculture Practices di perkebunan sawit.
Direktur Penyediaan dan Perluasan Lahan Kementerian Pertanian Baginda Siagian menyebutkan pemerintah telah melakukan berbagai inisiatif untuk pengembangan minyak sawit berkelanjutan. Mulai dari sertifikasi standar minyak sawit berkelanjutan (ISPO), membuat peta jalan rencana aksi nasional kepala sawit berkelanjutan tahun 2019-2024 melalui Inpres Nomor 6 Tahun 2019, hingga kolaborasi dengan pemerintah daerah dan Badan Penggelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) guna meningkatkan aktivitas mutu dan nilai tambah, peningkatan teknologi budidaya panen dan pascapanen, serta pengolahan dan pemasaran.
“Kita juga melakukan pembinaan-pembinaan bagaimana mereka berbudi daya sawit dengan benar, membuka usaha perkelapasawitan yang benar, yang bisa mendukung praktik produksi kelapa sawit yang berkelanjutan (sustainable). Sebenarnya banyak yang kita lakukan di daerah-daerah, tidak hanya pemerintah pusat tetapi kita juga bekerja sama dengan pemerintah daerah maupun pelaku usaha lainnya di perkelapasawitan,” kata Baginda Siagian, dalam wawancara dengan Metro TV, Desember 2022.
Pembinaan berbudi daya sawit, misalnya dilakukan untuk petani sawit untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan melalui akses berkelanjutan dengan menggunakan alat pertanian dan teknologi yang tepat, akses layanan keuangan yang lebih baik, dan skema sertifikasi yang praktis dan terjangkau.
Sementara, Deputi Program Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari, Ristika Putri Istanti mengakui pemerintah telah menyiapkan banyak instrumen menghadapi perubahan pasar minyak sawit. Dia menekankan, masih perlu dilakukan sinkronisasi regulasi maupun kesadaran dan pengetahuan terhadap minyak sawit berkelanjutan. Tidak hanya sinkronisasi antar negara tetapi juga antar pemerintah pusat dan daerah.
“Penting adanya opsi-opsi lain yang mendorong bagimana kabupaten atau daerah tidak hanya fokus pada satu komoditas saja sebagai sumber pendapatannya. Termasuk di sawit sendiri, harapannya bisa didorong hingga ke level produk turunan,” ucap Ristika Putri Istanti.
Hingga saat ini industri sawit memainkan peran penting dalam perekonomian nasional. Tidak hanya menambah devisa bagi negara dan meningkatkan kesejahteraan petani sawit, tetapi juga memberikan efek berganda yang besar seperti penciptaan lapangan kerja dan pusat pertumbuhan ekonomi baru di berbagai daerah.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, rantai industri pengolahan kelapa sawit telah menyerap tenaga kerja langsung hingga 5,2 juta orang dan menghidupi lebih dari 20 juta orang. Meski belum sepenuhnya dihasilkan dari inovasi teknologi sawit, ekspor sawit tercatat meningkat hingga mencapai 40,31 juta ton senilai USD35,79 miliar pada 2021.
Sementara, produk hilir kelapa sawit yang mampu diproduksi industri dan dalam negeri mencapai 168 jenis, atau meningkat tiga kali lipat dibandingkan 2011 yang hanya mencapai 54 jenis produk.