Vice President Director Indika Energy & Group ECO Indika Energy, Azis Armand mengatakan perusahaannya telah melakukan diversifikasi usaha ke bidang non-batu bara. Divestasi usaha yang dipilih antara lain pertambangan emas dan lainnya.
"Sejak 2005 sampai dengan 2017, sebesar 75 persen pendapatan perusahaan berasal dari bisnis pertambangan batu bara. Di tahun setelahnya (2018) kami melakukan divestasi usaha ke bidang-bidang non-batu bara. Karena kami menyadari, zero emission merupakan keniscayaan. Jadi, mau tidak mau, era itu akan terjadi," tutur Azis dalam webinar bertajuk 'Collaboration for The Future Economy' dengan subtema Race to Zero: How to Indonesia Company's Committing to Net Zero Emission yang digelar Katadata, Senin, 23 Agustus 2021.
Azis menyampaikan kendaraan internal untuk angkutan karyawan dan barang juga menggunakan bahan bakar biofuel atau sumber energi ramah lingkungan lainnya. Namun, tak dimungkiri kontraktor atau perusahaan ketiga yang mengerjakan proyek dari Indika di pertambangan masih banyak menggunakan bahan bakar fosil.
"Karena kalau kita samakan dengan yang terjadi di internal kami akan mengubah kontrak, sehingga tidak mudah. Tetapi, yang pasti, komitmen kami adalah bagaimana menyiapkan diri di era zero emission nanti," papar Azis.
Baca: Indonesia Cari Cara Kebut Pencapaian Net Zero Emission
Hal senada disampaikan Group Head of Sustainability GoTo, Tanah Sullivan. Indika Energy telah menjalankan pengurangan jejak karbon meski baru tahap awal atau piloting.
Gojek memiliki fitur GoGreener. Lewat fitur GoGreener, pengguna jasa angkutan berbasis aplikasi itu akan mengetahui seberapa banyak tingkat emisi karbon.
"Ini merupakan fitur pertama di dunia. GoGreener Carbon Offset ini mengajak pengguna jasa angkutan dari GoTo untuk menyeimbangkan jejak karbon mereka atau carbon offset. Lalu, bagaimana mengompensasi carbon offset dengan menanam pohon yang mereka sumbangkan," kata Tanah.
GoTo juga berupaya secara berangsur menggunakan armada transportasi yang ramah lingkungan. Misalnya, dengan skuter dan sepeda listrik.
Namun, inisiasi dan langkah nyata yang dilakukan perusahaan swasta dinilai perlu mendapatkan sambutan dan dukungan dari pihak-pihak lain. Sehingga, gerakan mewujudkan nol emisi karbon semakin kuat.
"Kemudian perlu terus dilakukan edukasi, untuk membangun awareness di masyarakat. Meski, di kalangan milenial saat ini awareness soal lingkungan jauh lebih baik dibanding generasi-generasi sebelumnya," kata Azis.
Pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah harus bekolaborasi untuk mewujudkan nol emisi karbon. Pemerintah juga harus menyiapkan insentif yang bersifat fiskal, maupun nonfiskal, khususnya moneter. Sebab, mewujudkan langkah menuju era nol emisi dibutuhkan investasi yang sangat besar.
Sementara itu, Direktur Direktorat Lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Medrilzam mengakui kolaborasi antara perusahaan swasta, masyarakat dan pemerintah untuk menuju era nol emisi karbon sangat penting. Sebab, semua pihak mau tidak mau dan suka tidak suka harus mempersiapkan diri menuju era tersebut.
"Jika tidak maka akan tertinggal. Sehingga, ini perlunya kita mempersiapkan diri. Dan saya sangat mengapresiasi Indika Energy dan GoTo yang telah berinisiasi melakukan langkah-langkah mewujudkan zero emisi ini," ujar Medrilzam.
Medrilzam juga menjelaskan soal stimulus atau insentif. Menurut dia, insentif tidak harus berupa moneter, tetapi ada langkah yang lain.
Menurut dia, pemerintah mengakomodasi itu melalui Undang-Undang Cipta Kerja. Aturan itu memangkas berbagai prosedur perizinan usaha yang tidak efisien.
Baca: Erick Pastikan Semua BUMN Miliki Roadmap Capai Net Zero Emission 2060
Soal target zero emission yang dipatok pemerintah pada 2060, Medrilzam menyebut itu sebagai target yang moderat. Sebab, pemerintah akan terkesan lambat bila dipatok pada 2070.
Pemerintah juga akan dianggap tergesah-gesah jika memajukan target zero emission menjadi 2045. Selain itu, pemerintah bisa digugat apabila terlalu frontal menerapkan zero emission, sedangkan masa kontrak bisnis sektor-sektor tertentu yang tidak sesuai dengan zero emission masih berjalan.
"Penyelesaiannya ke pengadilan internasional, dan kita harus bayar ganti rugi. Jadi, 2060, kita punya waktu untuk melakukan transisi,” ujar Medrilzam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News