Ilustrasi PSBB/Medcom.id/Zaenal.
Ilustrasi PSBB/Medcom.id/Zaenal.

Agar PSBB tak Jadi Polemik, Pemda dan Pempus Harus Berkoordinasi

Al Abrar • 15 September 2020 11:06
Jakarta: Pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta resmi berlaku. Ribut-ribut pengetatan PSBB jilid dua itu sempat terjadi usai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan bakal memperketat PSBB.
 
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai Anies sepatutnya berkoordinasi dengan pemerintah pusat sebelum mengumumkan menerapkan pengetatan PSBB. Hal ini dilakukan agar tak jadi polemik. 
 
"Keterkaitan dengan polemik PSBB kedua ini, itu disebabkan pemprov, terutama gubernur, seharusnya adakan rapat-rapat, konfirmasi. Tapi, ini tanpa rapat, jalan sendiri dulu," ujar Trubus Selasa, 15 September 2020. 

"DKI seharusnya sebelum memutuskan (PSBB), setidaknya secara ideal, kepantasan, kebijaksanaan, harus berkoordinasi. Tidak harus pusat hubungi daerah, tapi bisa daerah hubungi pusat," sambungnya.
 
Dirinya mengingatkan, gubernur Jakarta merupakan perwakilan pemerintah pusat di daerah sekalipun memiliki kewenangan khusus. Sehingga, segala kebijakannya mesti selaras dengan agenda nasional. Itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) dan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta.
 
Sistem tersebut, ungkap Trubus, juga menyangkut penanganan pandemi sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan turunannya. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020, misalnya.
 
"Di situ dijelaskan, kewenangan suatu daerah untuk penanganan pandemi ada di pusat," terang akademisi Universitas Trisakti itu.
 
Baca: Anies Diminta Tak Mengeluarkan Kebijakan Kontraproduktif Selama Pengetatan PSBB
 
 

Karenanya, dia menilai, tidak terjadi hubungan koordinatif dan kooperatif antara pusat dengan daerah menyangkut PSBB Jakarta II. "Ini kompetitif. Cenderung politis."
 
Trubus melanjutkan pemerintah pusat berwenang memberikan sanksi kepada kepala daerah yang melanggar peraturan perundang-undangan berlaku. Bisa diterapkan dalam kasus PSBB Jakarta.
 
"Dalam hal tertentu, presiden berhak menonaktifkan kepala daerah yang tidak mematuhi kebijakan-kebijakan pusat," tegasnya. Sanksi diberikan menteri dalam negeri atas nama presiden.
 
"Seharusnya koordinasi pemerintah pusat dengan daerah, dilakukan Kemendagri," ujarnya.
 
Namun Trubus menilai Kemendagri juga kurang menjalankan peran tersebut. 
 
Senanda dengan Trubus, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melki Laka Lena mengatakan pengambilan kebijakan tanpa koordinasi dan melihat data yang komprehensif juga dikhawatirkan menimbulkan masalah baru. 
 
Dia mencatat pekan ini anggaran dana dan fasilitas kesehatan masih mencukupi untuk menangani pandemi covid 19, sekaligus pemulihan ekonomi. Sehingga masyarakat tak perlu panik. 
 
"Pemerintah sudah membuat rencana alternatif dengan memanfaatkan fasilitas kesehatan dan hotel-hotel untuk dijadikan tempat penampungan baru, baik isolasi dan perawatan pasien covid-19," kata Melki.
 
Hotel Bintang 2 dan 3 di Jakarta yang dapat dipergunakan untuk Isolasi berjumlah 10 sampai dengan 15 Hotel. Fasilitas ini memiliki kapasitas 1.500 kamar atau 3.000. Bahkan jumlah hotel ini masih dapat ditambah jika diperlukan.
 
Khusus untuk DKI Jakarta berdasarkan data RS Online per 13 September 2020 pukul 12.00 WIB, Melki menyatakan bahwa DKI Jakarta masih mampu melakukan perawatan pasien covid-19.
 
Rinciannya, untuk merawat pasien covid-19 dengan gejala sedang masih terdapat Ruang Isolasi pasien yang kosong berjumlah 1.088 tempat tidur dari 4.271 tempat tidur yang ada. Beberapa hari ruang isolasi akan ditambah sebanyak 1.022 tempat tidur, sehingga menjadi 5.293 tempat tidur.
 
Sementara untuk merawat pasien covid dengan gejala berat juga terdapat Ruang ICU yang kosong berjumlah 115 tempat dari 584 tempat tidur yang ada. Bahkan dalam beberapa hari mendatang, menurut Melki akan ditambah sebanyak 138 tempat tidur sehingga total menjadi 722 tempat tidur.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan