Ilustrasi petani. Foto: Medcom.id/Kuntoro
Ilustrasi petani. Foto: Medcom.id/Kuntoro

Bulog Diminta Optimalkan Penyerapan Gabah

Antara • 25 Maret 2021 23:36
Jakarta: Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) diminta untuk mengoptimalkan penyerapan gabah petani. Kemampuan Bulog dalam menyerap gabah dinilai akan meningkatkan kesejahteraan petani lokal.
 
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Dedi Mulyadi, mengatakan saat ini Bulog belum optimal menyerap gabah. Ini ditandai dengan banyaknya petani yang menjual hasil panennya kepada para tengkulak.
 
"Kerap kali harga beli Bulog juga lebih rendah dari tengkulak," kata Dedi, seperti dilansir Antara, Kamis, 25 Maret 2021. 

Dia mencontohkan, tengkulak membeli gabah dari petani Rp4.200 per kilogram. Sedangkan Bulog membeli hanya Rp3.800 per kilogram.
 
Menurut Dedi, Bulog juga tidak mampu menjual beras ke pasaran. Alhasil, beras-beras yang tersimpan di dalam gudang mengalami penurunan mutu dan membusuk. Hal itu juga berbarengan dengan tidak adanya teknologi yang apik untuk menyimpan. 
 
Dedi beranggapan bahwa saat ini Bulog dalam posisi yang membingungkan. Satu sisi tidak bisa membeli beras, di sisi lain tidak bisa menyalurkan beras. 
 
Sementara, wacana impor beras terus bergulir. Bahkan, sampai saat ini masih ada beras sisa impor pada 2018 yang belum tersalurkan. 
 
"Beli tak bisa, jual juga nggak bisa. Andaikan bisa beli impor, setelah impor tak bisa jual juga," kata dia.
 
Baca: Impor Beras Boleh Saja, Tapi Bulog Juga Harus Berbenah
 
Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, mendesak pemerintah untuk segera mengaudit kinerja Bulog. Jika didapati adanya kerugian keuangan negara, Daniel meminta ditindaklanjuti.
 
"Kita serahkan ke hasil pemeriksaan BPK. Semua BUMN kan memang harus diaudit," ujar Daniel.
 
 

Daniel mengatakan potensi kerugian Bulog cukup besar. Dan ini sempat diakui Dirut Bulog, Budi Waseso, saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR. Sebagai contoh, jika 300 ribu ton beras gagal jual, kemudian harga per kilogramnya sekitar Rp8.000, maka potensi kerugian sudah mencapai Rp2,4 triliun.
 
"Makanya, jangan ulangi kesalahan yang sama. Itu bukan uang APBN, tapi utang bank dengan kredit komersial. Harus benar-benar dihitung dengan baik," kata Daniel.
 
Anggota Komisi VI DPR, Mukhtarudin, melihat wacana impor beras yang dilontarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag), salah satunya karena kinerja Bulog. Menurutnya, keberadaan Bulog selama ini kurang begitu maksimal. 
 
"Sampai Februari ini, baru 35.000 ton beras yang mampu diserap Bulog. Padahal, target serapan 2021 ini sebesar 1,5 juta ton," kata dia. 
 
Ombudsman RI juga menyoroti hal yang sama. Sebab, ada stok beras yang tidak tersalurkan sehingga bisa menimbulkan kerugian negara.
 
"Sebanyak 300-400 ribu ton beras di gudang Bulog berpotensi turun mutu. Jika setengahnya saja tidak layak konsumsi, maka negara berpotensi mengalami kerugian Rp1,25 triliun," ujar Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika.
 
Sementara itu, Dirut Bulog Budi Waseso mengaku kesulitan dalam menyerap gabah petani. Musababnya, biaya penyerapan gabah beserta perawatannya menggunakan pinjaman kredit komersial dari perbankan. 
 
"Biaya itu terus membengkak," kata Budi. 
 
Dia menambahkan, cadangan beras pemerintah (CBP) yang tersimpan di gudang tak bisa leluasa digunakan oleh Bulog. Bulog kini juga terbebani oleh utang perbankan. Saat ini, Bulog bahkan harus membayar bunga utang hingga Rp282 miliar. 
 
Terhadap ketersediaan beras, Budi mengatakan produksi dalam negeri diyakini masih mencukupi kebutuhan nasional. Sejauh ini, Bulog telah melakukan penyerapan gabah setara beras hingga sebanyak 902 ribu ton untuk cadangan beras pemerintah.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan