"Menurut saya, atasi tadi dengan pembatasan BBM bersubsidi saat ini untuk sepeda motor dan angkutan umum, maka sekitar 60 persen bisa diselamatkan oleh pemerintah," kata pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 23 Agustus 2022.
Menurut dia, efek kenaikan harga bagi pengguna yang tidak lagi boleh mengonsumsi BBM bersubsidi bisa dilokalisir sehingga dampak inflasi tidak terlalu tinggi. Jika strategi pembatasan berhasil maka APBN bisa diselamatkan sekaligus bisa mengendalikan inflasi.
"Inflasinya berpengaruh tapi tidak signifikan. Kalau 60 persen diselamatkan, (inflasi) bisa 0,5 persen. Asal solar tidak naik," ujarnya.
Dia mengungkapkan keyakinannya jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan menempuh kebijakan menaikkan BBM bersubsidi mengingat ancaman inflasi dan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
"Saya tidak yakin Pak Jokowi mau mengorbankan pertumbuhan ekonomi yang sudah dicapai dengan susah payah ini," kata dia.
Baca: Semakin Kuat Sinyal Pertalite Naik, Jokowi Minta Tetap Perhatikan Daya Beli |
Fahmy menyebut kenaikan harga Pertalite menjadi Rp10.000 dan Solar menjadi Rp8.500 dilakukan secara bersamaan sudah pasti menyulut inflasi. Bahkan jika kenaikan inflasi makanan 2 persen akan mendorong inflasi hingga 5,2 persen yoy.
"Akibatnya, jika Pertalite dan Solar dinaikkan kemungkinan inflasi akan menjadi 7,2 persen. Padahal tahun sebelumnya inflasi kita rendah sekali, hanya 3 persen dan ini mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,4 persen. Ini luar biasa," kata Fahmy.
Sementara itu, inflasi 7,2 persen akan mengakibatkan kenaikan harga barang dan memperburuk daya beli masyarakat. Menurut dia, beban paling berat akan dirasakan rakyat miskin yang tidak pernah menikmati subsidi karena tidak mempunyai kendaraan bermotor. Fahmy menekankan pentingnya pemerintah mengatasi permasalahan BBM bersubsidi secara jangka pendek dan panjang.
"Atasi dulu masalah jangka pendek, menggelembungnya subsidi, 60 persen diselamatkan. Kalau sudah normal mulai diutak-atik, mungkin Pertalite dinaikkan atau Pertamax diturunkan agar disparitas tidak terlalu tinggi. Pada saat itu terjadi migrasi tadi," kata dia.
Untuk jangka panjang, pemerintah disarankan memangkas disparitas harga BBM bersubsidi dengan non subsidi. Hal itu dapat dilakukan ketika situasi sudah normal.
"Kalau nanti kondisi sudah normal maka barangkali perlu ada pricing policy (kebijakan harga) yang bisa mendekatkan antara Pertalite dan Pertamax. Contoh selisihnya Rp1.500. Sehingga, konsumen Pertalite, bahkan sepeda motor bisa migrasi ke Pertamax," kata Fahmy.
Sebelumnya, dua Menteri koordinator berbeda suara soal rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan keputusan kenaikan harga bbm subsidi bakal diumumkan Jokowi minggu ini. Namun, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan belum ada kenaikan harga BBM dalam waktu dekat.
Naik berkala
Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengusulkan kenaikan harga BBM bersubsidi sebaiknya dilakukan secara berkala. Ini untuk mencegah inflasi tinggi yang kemudian akan berdampak luas di masyarakat maupun bagi pertumbuhan ekonomi.
"Apabila opsi menaikkan, kita rasa menaikkan secara gradual lebih tepat daripada naik signifikan," kata Nailul.
Dalam perhitungannya, jika Pertalite naik ke harga Rp8.000 maka inflasi masih berada di 5,5 persen. Kemudian, bila naik ke Rp9.000 inflasi berada di kisaran 6,5 persen-7 persen dan Jika langsung ke Rp10.000 inflasi bisa menembus 8 persen.
"Dengan kenaikan harga pertalite, itu pasti inflasi cukup tinggi. Dampaknya tinggi, daya beli menurun, juga terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan masyarakat miskin baru,” kata Nailul.
Sejumlah kabar beredar tentang rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan BBM bersubsidi tidak akan naik pada kuartal ke 3 tahun ini.
Menurut Nailul, jika hal itu benar maka pemerintah masih punya ‘tambalan’ untuk menambah subsidi BBM. Berdasarkan keterangan Kementerian Keuangan, pendapatan dari pajak cukup positif dan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) per Juni juga tumbuh 35,5 persen sehingga itu bisa dibilang APBN kuat.
"Tahun ini masih positif PNBP. Kalau pemerintah ingin manfaatin uang dari PNBP dan pajak yang kenaikan positif bisa untuk menambah subsidi BBM. Itu tergantung sekali dengan political will," kata Nailul.
Selain itu, ada opsi realokasi anggaran untuk bisa menambal beban subsidi. Misalnya, anggaran yang kurang urgent, seperti food estate, IKN, infrastruktur kereta cepat yang bisa jadi tambalan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News