Letter of credit si pembobol kas BNI Rp1,7 triliun
Selain soal garam himalaya, pembobolan kas BNI sebesar Rp1,7 triliun oleh Maria Pauline Lumowa juga menjadi sorotan. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah membawa pulang buronan yang paling dicari selama 17 tahun itu. Ia membobol kas BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif senilai Rp1,7 triliun.Mengutip Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 5/11/PBI/2003 tentang Pembayaran Transaksi Impor, Letter of Credit atau yang disebut L/C adalah janji membayar dari bank penerbit kepada penerima jika penerima menyerahkan kepada bank penerbit dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C. Instrumen ini lazim digunakan dalam perdagangan internasional agar transaksi yang dilakukan antara penjual dan pembeli yang terpisah jarak menjadi aman.
Dijelaskan pula bahwa bank akan menerbitkan L/C untuk pembayaran transaksi impor atas permintaan importir yang diajukan kepada bank dengan mengisi formulir permohonan penerbitan L/C. Instrumen yang juga disebut sebagai surat kredit ini dapat diterbitkan dengan syarat pembayaran tunai dan atau berjangka.
Menukil dokumen Prosedur Penarikan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Pemerintah dengan Menggunakan Letter of Credit yang diunggah Bank Indonesia, transaksi L/C melibatkan sejumlah pihak. Pertama, pemohon kredit (applicant) yaitu importir (pembeli) yang mengajukan aplikasi L/C. Kedua, penerima kredit (beneficiary) yaitu eksportir (penjual) yang menerima L/C. Ketiga, bank penerbit L/C (issuing bank/opening).
Keempat, bank yang meneruskan L/C (advising bank), yaitu bank koresponden (agen) yang meneruskan L/C kepada beneficiary. Dalam hal ini bank penerus tersebut hanya bertindak sebagai perantara dan tidak bertanggung jawab atas isi L/C.
Kelima, bank yang melakukan konfirmasi atas permintaan issuing bank dan menjamin sepenuhnya pembayaran (confirming bank). Keenam, bank yang secara khusus ditunjuk dalam L/C untuk melakukan pembayaran (paying bank). Terakhir, carrier, yakni perusahaan pengangkut barang yang dikirim.
Dalam praktiknya, tata cara pembayaran dengan L/C dilakukan importir dengan meminta kepada bank devisa untuk membuka L/C untuk dan atas nama eksportir. Dalam hal ini, importir bertindak sebagai opener. Bila importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk impor seperti keharusan adanya surat izin impor, maka bank melakukan kontrak valuta (KV) dengan importir dan melaksanakan pembukaan L/C atas nama importir. Bank dalam hal ini bertindak sebagai opening/issuing bank.
Pembukaan L/C ini dilakukan melalui salah satu koresponden bank di luar negeri. Koresponden bank yang bertindak sebagai perantara ini disebut sebagai advising bank atau notifying bank yang kemudian memberitahukan kepada eksportir mengenai pembukaan L/C tersebut.
Eksportir menyerahkan barang ke carrier, sebagai gantinya eksportir akan mendapatkan dokumen pengangkutan barang (bill of lading). Lalu eksportir menyerahkan bill of lading tersebut kepada bank untuk mendapatkan pembayaran.
Paying bank kemudian menyerahkan sejumlah uang setelah mereka mendapatkan bill of lading tersebut dari eksportir. Bill of lading tersebut kemudian diberikan kepada importir. Lalu, importir menyerahkan bill of lading kepada carrier untuk ditukarkan dengan barang yang dikirimkan oleh eksportir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News