Gedung Kementerian BUMN. Foto: Medcom.id/Annisa Ayu.
Gedung Kementerian BUMN. Foto: Medcom.id/Annisa Ayu.

Tujuh BUMN Bakal Dibubarkan, PT Iglas yang Pertama

Suci Sedya Utami • 05 Oktober 2021 22:16
Jakarta: Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mendata tujuh perusahaan pelat merah yang akan dilikuidasi atau dibubarkan. Target pembubaran setiap BUMN pun berbeda-beda.
 
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan dari ketujuh BUMN ini, PT Industri Gelas (Persero) atau Iglas yang nampaknya akan dilikuidasi terlebih dahulu. Ia mengatakan beberapa proses dalam upaya melikuidasi telah dilakukan seperti pembayaran hak-hak karyawan.
 
"Yang mau kita kejar PT Iglas. Kita sudah melakukan pembayaran ke karyawan, pesangon-pesangonnya. Nanti pembubaran bisa mengadopsi beberapa mekanisme, bisa PKPU," kata Arya, dalam bincang bersama media secara virtual, Selasa, 5 Oktober 2021.

Iglas merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan kemasan gelas, khususnya botol. Perusahaan ini didirikan pada 29 Oktober 1956 dan beroperasi pertama kali pada 1959. Iglas mampu memproduksi berbagai jenis botol dengan total kapasitas 340 ton per hari atau 78.205 ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan industri bir, minuman ringan, farmasi, makanan, dan kosmetika.
 
Perusahaan BUMN ini pernah mengalami masa kejayaan dan merajai pangsa pasar kemasan berbasis botol kaca. Banyak perusahaan di Tanah Air yang memercayakan pembuatan kemasannya dikerjakan oleh perusahaan ini, termasuk Coca-Cola. Bahkan hampir separuh pabrik PT Iglas dikerahkan untuk memproduksi kemasan minuman asal Amerika Serikat tersebut. Namun Coca-Cola perlahan mengurangi pemesanan botol pada PT Iglas lantaran perusahaan asal Amerika Serikat ini mulai beralih menggunakan kemasan botol plastik.
 
Salain Iglas, Arya menyebutkan PT Kertas Kraft Aceh (Persero) atau PT KKA merupakan perusahaan BUMN penghasil kertas kantong semen. Menurut Arya, KAA sudah lama berhenti beroperasi karena tidak mendapatkan pasokan bahan baku yang dimoratorium.
 
"Sehingga dia enggak punya bahan baku dan mahal untuk buat kertas. Itulah yang buat Aceh susah produksi kertas. Jadi sama pembubarannya bisa lewat PKPU kalau mereka punya utang," ujar Arya.
 
Selama ini KKA harus 'dirawat' oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dengan memberikan dana talangan sebesar Rp51,34 miliar dan pinjaman dana restrukturisasi Rp141,61 miliar.
 
 

 
Selanjutnya PT Merpati Nusantara Airlines (Persero). Menurut Arya, investor yang sebelumnya berminat untuk mengguyurkan modal ke maskapai perintis itu menyatakan batal. Selain itu, saat ini Merpati juga sudah tidak memiliki izin terbang. Maka opsinya yakni melikuidasi. Arya mengatakan hak-hak pada karyawan telah dibayarkan.
 
"Kepailitan akan menunggu putusan pengadilan. Apa yang menjadi kewajiban merpati akan kita penuhi sesuai dengan putusan pengadilan," tutur dia.
 
Adapun pada 1 Februari 2014, Merpati menangguhkan seluruh penerbangan dikarenakan masalah keuangan akibat utang. Untuk beroperasi kembali, Merpati membutuhkan Rp7,2 triliun.
 
Lalu PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (Persero) atau PT PANN, perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pembiayaan kapal. BUMN ini juga bergerak di bidang telekomunikasi dan navigasi maritim serta jasa pelayaran untuk usaha jasa sektor maritim. Seperti membuat sistem monitoring kapal, estimasi keberangkatan dan kedatangan kapal, informasi cuaca, kondisi cuaca, long-range identification, hingga tracking national data center. Selain itu PANN juga pernah berkecimpung di usaha perhotelan sehingga dianggap tidak fokus pada sektor bisnisnya.
 
"Sekarang mereka sudah tidak di core business-nya. Ini juga mengarah ke kepailitan. Mereka punya aset hotel, aneh juga ya karena dulu bisnisnya bukan itu," ucap Arya.
 
Kemudian PT Istaka Karya (Persero) yang merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di bidang konstruksi. Menurut Arya saat ini utang Istaka lebih besar daripada asetnya. Perseroan dalam proses menghadapi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di pengadilan. Selain itu, perusahaan ini justru mengalami masalah sehingga berdampak pada tidak membayarkan gaji karyawan hingga setahun lebih. Hingga PPA memberikan dana talangan senilai Rp62,44 miliar.
 
"Yang ada nanti utang-utang-utang-utang dan terbelit. Karyawannya akan kita beri peluang untuk masuk ke perusahaan di holding karya yang lain," ulas Arya.
 
Ada juga PT Industri Sandang Nusantara (Persero) yang merupakan perusahaan tekstil milik pemerintah Indonesia yang berkantor pusat di Bekasi, Jawa Barat, dan didirikan pada 1999. Perusahaan ini didirikan dalam swasembada kebutuhan pangan yang dicanangkan pada 1961. Perusahaan pelat merah ini memproduksi benang tenun, karung, dan karung plastik.
 
Namun perusahaan ini justru menjadi 'pasien' PPA dengan menerima suntikan dana sebesar Rp26 miliar untuk bantuan keberlangsungan usaha.
 
"Industri tekstil juga lagi tidak bagus, kita pantau sudah tidak lagi menarik. Mereka punya bisnis, tapi tidak ada hubungannya dengan tekstil. Ada penyewaan tanah, tapi kan aneh karena tidak ada hubungannya. Jadi kita akan bubarkan, entah dimasukkan ke kepailitan dan yang lainnya," ujar dia.
 
 

 
Serta PT Kertas Leces (Persero) yang Leces merupakan pabrik kertas tertua kedua di Indonesia setelah pabrik Kertas Padalarang. Perusahaan pelat merah ini didirikan pada masa penjajahan Belanda pada 1939 dan mulai beroperasi 1940 dengan kapasitas produksi sebesar 10 ton per hari dan menghasilkan kertas print yang memproses bahan baku jerami dan dilakukan proses pensodaan.
 
Setelah Indonesia merdeka dan manajemen ditangani oleh pemerintah, PT Kertas Leces mengalami perkembangan pembangunan fisik melalui empat tahapan yang dimulai pada 1960 dan berakhir 1986, yang menghasilkan pabrik kertas dan pulp terintegrasi.
 
Namun, terhitung sejak Mei 2010, Kertas Leces berhenti beroperasi. Alasan dari pemberhentian operasi ini adalah karena Perusahaan Gas Negara (PGN) menghentikan pasokan gasnya lantaran Kertas Leces sudah menunggak utang sebesar Rp41 miliar. Melansir dari laman BUMN, sejak 4 Juni 2012, Kertas Leces mulai beroperasi kembali. Hal ini disampaikan sendiri oleh Direktur Utama Kertas Leces, Budi Kusmarwoto.
 
Sayangnya nasib PT Kertas Leces (Persero) berakhir tragis. Setelah cukup lama terlilit masalah keuangan, perusahaan pelat merah ini diputus pailit alias bangkrut oleh Pengadilan Niaga Surabaya pada 25 September 2018.
 
"Kenapa baru sekarang? Karena selama ini tidak ada kesempatan. Ini baru kami berikan kesempatan untuk setiap perusahaan untuk memperjelas semuanya. Jadi memang Pak Erick Thohir (Menteri BUMN) minta untuk dibubarkan," jelas Arya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan