Selanjutnya PT Merpati Nusantara Airlines (Persero). Menurut Arya, investor yang sebelumnya berminat untuk mengguyurkan modal ke maskapai perintis itu menyatakan batal. Selain itu, saat ini Merpati juga sudah tidak memiliki izin terbang. Maka opsinya yakni melikuidasi. Arya mengatakan hak-hak pada karyawan telah dibayarkan.
"Kepailitan akan menunggu putusan pengadilan. Apa yang menjadi kewajiban merpati akan kita penuhi sesuai dengan putusan pengadilan," tutur dia.
Adapun pada 1 Februari 2014, Merpati menangguhkan seluruh penerbangan dikarenakan masalah keuangan akibat utang. Untuk beroperasi kembali, Merpati membutuhkan Rp7,2 triliun.
Lalu PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (Persero) atau PT PANN, perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pembiayaan kapal. BUMN ini juga bergerak di bidang telekomunikasi dan navigasi maritim serta jasa pelayaran untuk usaha jasa sektor maritim. Seperti membuat sistem monitoring kapal, estimasi keberangkatan dan kedatangan kapal, informasi cuaca, kondisi cuaca,
long-range identification, hingga
tracking national data center. Selain itu PANN juga pernah berkecimpung di usaha perhotelan sehingga dianggap tidak fokus pada sektor bisnisnya.
"Sekarang mereka sudah tidak di
core business-nya. Ini juga mengarah ke kepailitan. Mereka punya aset hotel, aneh juga ya karena dulu bisnisnya bukan itu," ucap Arya.
Kemudian PT Istaka Karya (Persero) yang merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di bidang konstruksi. Menurut Arya saat ini utang Istaka lebih besar daripada asetnya. Perseroan dalam proses menghadapi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di pengadilan. Selain itu, perusahaan ini justru mengalami masalah sehingga berdampak pada tidak membayarkan gaji karyawan hingga setahun lebih. Hingga PPA memberikan dana talangan senilai Rp62,44 miliar.
"Yang ada nanti utang-utang-utang-utang dan terbelit. Karyawannya akan kita beri peluang untuk masuk ke perusahaan di holding karya yang lain," ulas Arya.
Ada juga PT Industri Sandang Nusantara (Persero) yang merupakan perusahaan tekstil milik pemerintah Indonesia yang berkantor pusat di Bekasi, Jawa Barat, dan didirikan pada 1999. Perusahaan ini didirikan dalam swasembada kebutuhan pangan yang dicanangkan pada 1961. Perusahaan pelat merah ini memproduksi benang tenun, karung, dan karung plastik.
Namun perusahaan ini justru menjadi 'pasien' PPA dengan menerima suntikan dana sebesar Rp26 miliar untuk bantuan keberlangsungan usaha.
"Industri tekstil juga lagi tidak bagus, kita pantau sudah tidak lagi menarik. Mereka punya bisnis, tapi tidak ada hubungannya dengan tekstil. Ada penyewaan tanah, tapi kan aneh karena tidak ada hubungannya. Jadi kita akan bubarkan, entah dimasukkan ke kepailitan dan yang lainnya," ujar dia.