Gedung Bank Indonesia. Foto: AFP/Romeo Gacad.
Gedung Bank Indonesia. Foto: AFP/Romeo Gacad.

Suku Bunga Acuan Siap-Siap Bergoyang

Despian Nurhidayat • 30 Mei 2022 12:59
BANK Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-day reverse repo rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen, disertai dengan suku bunga deposit facility 2,75 persen dan suku bunga lending facility 4,25 persen sejak Maret 2021.
 
Suku bunga acuan itu tidak berubah sampai dengan Mei 2022. Itu berarti kebijakan untuk mempertahankan suku bunga acuan itu sudah bertahan sepanjang 15 bulan atau satu tahun tiga bulan lamanya.
 
Langkah konsisten BI itu bertolak belakang dengan beberapa negara yang sudah beberapa kali menaikkan suku bunga. Di antaranya ialah Bank Sentral Brasil yang suku bunga acuannya sudah mencapai 12,75 persen pada Mei 2022, Bank Negara Malaysia menaikkan suku bunga menjadi dua persen pada Mei 2022, Bank of Korea 1,50 persen pada April 2022, dan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed pada kisaran 0,75-1 persen pada Mei 2022.

Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan keputusan pihaknya untuk mempertahankan suku bunga acuan dilandasi pertimbangan untuk mengendalikan inflasi, menjaga stabilitas nilai tukar, dan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah tingginya tekanan eksternal terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, percepatan normalisasi kebijakan moneter di berbagai negara maju dan berkembang, serta tekanan inflasi.
 
"BI senantiasa mencermati arah perkembangan inflasi dan menempuh langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terkendalinya inflasi sesuai dengan sasaran yang ditetapkan 3,0 ±1 persen pada 2022 dan 2023," ungkapnya, Selasa, 24 Mei 2022.
 
Meskipun sampai saat ini BI konsisten untuk mempertahankan suku bunga, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah memprediksi BI akan menaikkan suku bunga 25 basis poin (bps) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juni mendatang. Secara total BI akan menaikkan suku bunga acuan sampai dengan 75 bps pada 2022 ini sehingga nantinya suku bunga acuan akan mencapai 4,25 persen.
 
"Angka tersebut dapat dikategorikan masih dalam kisaran yang rendah dan tetap dapat mendukung pemulihan ekonomi Indonesia," kata Piter.
 
Dia menyebutkan beberapa pertimbangan akan dilakukan BI sebelum menaikkan suku bunga, pertama karena The Fed telah menaikkan suku bunga dan diperkirakan ke depan akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga untuk merespons lonjakan inflasi di negara itu.
 
Kedua, inflasi di dalam negeri telah meningkat cukup signifikan dan diperkirakan kenaikan inflasi akan terus berlanjut. Bahkan menurut Piter, tingkat inflasi berpotensi melewati target BI dan pemerintah. Pada April 2022, tingkat inflasi tercatat telah mencapai level 3,47 persen secara tahunan dan inflasi inti meningkat ke level 2,6 persen secara tahunan.
 
Ketiga, nilai tukar rupiah terus tertekan sejak pemerintah melarang ekspor CPO dan sempat menyentuh level terendah di kisaran Rp14.700 per USD.
 
Wealth Management Head of Bank OCBC NISP Juky Mariska merasa kebijakan BI untuk mempertahankan suku bunga acuan merupakan langkah yang tepat. Dia pun optimistis BI akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi.
 
"BI akan terus mencermati perkembangan dan memastikan berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Rupiah diperkirakan berada di kisaran Rp14.408 per USD hingga akhir tahun," ucap Mariska.
 
 
 

Perkuat bauran kebijakan

Meskipun BI nantinya akan menaikkan suku bunga acuan, Perry menegaskan BI akan selalu menempuh penguatan bauran kebijakan, di antaranya memperkuat kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan mekanisme pasar dan fundamen ekonomi.
 
Langkah selanjutnya, BI juga akan mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan giro wajib minimum (GWM) rupiah secara bertahap. Di antaranya, pertama kewajiban minimum GWM rupiah untuk BUK (bank umum konvensional) yang pada saat ini sebesar 5,0 persen naik menjadi 6,0 persen mulai 1 Juni 2022, 7,5 persen mulai 1 Juli 2022, dan 9,0 persen mulai 1 September 2022.
 
Kedua, kewajiban minimum GWM rupiah untuk BUS (bank umum syariah) dan UUS (unit usaha syariah) yang pada saat ini sebesar 4,0 persen, naik menjadi 4,5 persen mulai 1 Juni 2022, 6,0 persen mulai 1 Juli 2022, dan 7,5 persen mulai 1 September 2022.
 
Ketiga, pemberian remunerasi sebesar 1,5 persen terhadap pemenuhan kewajiban GWM setelah memperhitungkan insentif bagi bank-bank dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM dan/atau memenuhi target RPIM.
 
Menurut Perry, penaikan GWM tersebut tidak akan memengaruhi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN.
 
Dia pun menegaskan BI juga akan meningkatkan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM dan/atau memenuhi target RPIM mulai berlaku 1 September 2022.
 
Beberapa insentif tersebut di antaranya pelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM rupiah rata-rata menjadi maksimal sebesar dua persen, yaitu melalui insentif atas pemberian kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas paling besar 1,5 persen dari sebelumnya paling besar 0,5 persen, dan insentif pencapaian RPIM tetap paling besar 0,5 persen.
 
"Selain itu, BI juga akan melakukan perluasan cakupan subsektor prioritas dari 38 Bank Indonesia senantiasa mencermati arah perkembangan inflasi dan menempuh langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terkendalinya inflasi sesuai dengan sasaran yang ditetapkan, 3,0 ±1 persen pada 2022 dan 2023. Subsektor prioritas menjadi 46 subsektor prioritas yang dibagi dalam tiga kelompok, yaitu resillience (kelompok yang berdaya tahan), growth driver (kelompok pendorong pertumbuhan), dan slow starter (kelompok penopang pemulihan)," ujar Perry.
 
Menurut Perry, pemberian insentif tersebut ditujukan untuk semakin meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan inklusif dan pemulihan ekonomi nasional.
 
 
 

Lanjutkan kebijakan

Dia pun menuturkan, pihaknya akan melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit sektor prioritas.
 
Perry juga menekankan pihaknya akan melanjutkan dukungan pengembangan UMKM melalui penyelenggaraan Karya Kreatif Indonesia (KKI), dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi, termasuk Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GBBI) dan Gerakan Bangga Berwisata Indonesia (GBWI).
 
BI juga akan memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung pemulihan ekonomi dan akselerasi digitalisasi yang inklusif.
 
Salah satunya dengan melanjutkan masa berlaku kebijakan batas minimal pembayaran dan nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit dari semula 30 Juni 2022 menjadi 31 Desember 2022. Hal itu dilakukan guna mendukung perkembangan transaksi kartu kredit dengan tetap menjaga risiko kredit.
 
Selain itu, BI akan memperpanjang masa berlaku merchant discount rate (MDR) QRIS untuk merchant kategori usaha mikro (UM) sebesar nol persen dari semula 30 Juni 2022 menjadi 31 Desember 2022. Hal itu dilakukan guna melanjutkan upaya perluasan ekosistem digital dan mendorong peningkatan transaksi khususnya UMKM.
 
Menurut Perry, dia yakin Indonesia akan memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait, serta bersama Kementerian Keuangan menyukseskan enam agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 2022.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AHL)
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan