Rinciannya, pemerintah menargetkan penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di Indonesia pada 2030 mencapai 15 juta unit. Target tersebut terbagi dari mobil listrik sebesar 2.197.780 unit dan 13.469.000 unit motor listrik.
Untuk menggenjot target itu, pemerintah jor-joran menyiapkan beberapa insentif dengan total nilai Rp5 triliun. Rencananya, pemerintah akan memberikan insentif untuk pembeli mobil listrik sekitar Rp80 juta, sedangkan untuk pembeli mobil listrik hibrid sekitar Rp40 juta.
Tak hanya itu, pembeli motor listrik juga akan mendapat insentif Rp8 juta. Konversi motor konvensional menjadi motor listrik mendapat insentif Rp5 juta dan pemerintah juga akan memberikan subsidi untuk usaha ojek daring.
Baca juga: Indonesia Dinilai Siap Jadi Penopang Kendaraan Listrik Dunia |
Pemerintah mengklaim, pemberian insentif itu telah melalui kalkulasi, kajian, mendalam serta mempelajari pengalaman sejumlah negara yang juga mendorong penggunaan kendaraan ramah lingkungan, terutama negara-negara di Eropa.
Namun sayangnya, ide baik pemerintah untuk memberikan kemudahan dalam memiliki kendaraan listrik menuai pro dan kontra. Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno dalam keterangan diterima Medcom.id mengatakan, kebijakan yang tengah diformulasikan pemerintah ini masih kurang tepat, karena bisa menimbulkan masalah baru seperti kemacetan dan kecelakaan lalu lintas.
"Ada baiknya kebijakan tersebut ditinjau ulang disesuaikan dengan kebutuhan dan visi ke depan transportasi Indonesia," katanya.
Mengingat kondisi layanan transportasi umum makin menurun dan kondisi geografis yang menyulitkan penyaluran BBM, menurutnya, lebih bijak insentif kendaraan listrik diprioritas untuk membenahi transportasi umum, mobilitas di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) dan daerah kepulauan.
Selain itu, insentif juga bisa diberikan untuk transportasi umum diperkotaan, jantung ekonomi daerah. Dengan begitu, angka inflasi dapat ditekan dengan makin banyak warga menggunakan transportasi umum di perkotaan.
"Jika diberikan ke kendaraan umum, macet, polusi dan kecelakaan akan teratasi sekaligus. Insentif kendaraan listrik semestinya dialokasikan untuk pembelian bus listrik untuk angkutan umum. Hal ini akan mendorong penggunaan angkutan umum yang nyaman dan ramah lingkungan, dominasi kendaraan pribadi sekaligus dikurangi," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan, rencana pemerintah memberikan subsidi untuk sepeda motor listrik yang digunakan oleh angkutan online tidak memiliki pijakan dalam ekosistem transportasi di Indonesia.
Harapan agar masyarakat meninggalkan kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik diperkirakan tak akan terjadi dengan kebijakan insentif yang disiapkan pemerintah.
"Justru, insentif hanya menambah jumlah kendaraan di jalan dengan kendaraan listrik. Karena itu, kemacetan diperkirakan semakin parah," ujarnya.
Baca juga: Insentif Kendaraan Listrik Dinilai Kurang Tepat, Pengamat: Malah Tambah Bikin Macet! |
Kendaraan listrik hemat dan tekan emisi
Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif terus menekankan program KBLBB ini dilakukan untuk mewujudkan penggunaan energi yang lebih bersih, pengurangan impor BBM, penghematan devisa serta penurunan emisi CO2.Pertumbuhan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat cenderung terus meningkat dan tentunya hal ini akan membuat pasokan BBM meningkat dan untuk menguranginya maka kondaraan listrik harus diperbanyak.
"Pertumbuhan kendaraan berbahan bakar BBM kecenderungannya naik terus, informasi dari Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas), total kendaraan roda dua berbahan bakar BBM itu ada 120 juta unit dan itu kencenderungannya naik terus 4-5 persen per tahun serta mobil BBM ada 20 juta lebih yang kecenderungannya juga naik terus," jelas Arifin.
Berbeda dengan kebutuhan BBM yang mengalami peningkatan, Arifin mengungkapkan, lifting migas nasional justru terus mengalami penurunan karena memang usia sumur yang sudah tua.
"Sementara permintaan BBM-nya semakin tinggi. Maka impor kita makin banyak, subsidi makin besar," ujarnya.
Mana lebih hemat, kendaraan listrik atau kendaraan berbahan bakar fosil?
Berdasarkan hasil percobaan konversi motor listrik di atas 10 tahun yang sudah dilakukan menunjukkan penghematan dari sisi energi. Untuk perjalanan 30 kilometer (km) memerlukan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak satu liter.Misalnya pengendara menggunakan kendaraan drngan bahan bakar pertalite artinya harus merogoh kocek untuk perjalanan tersebut sebanyak Rp10 ribu. Sementara, jika diganti dengan motor listrik hanya memerlukan daya listrik 1 KiloWatt yang harganya Rp1.600.
Selain urusan bahan bakar yang sudah pasti hemat, maintenance kendaraam listrik juga diklaim Arifin lebih hemat. "Jangan lupa juga motor BBM setiap tahun harus ganti oli itu kurang lebih Rp2 juta-Rp2,5 juta pertahun, dengan motor listrik hal itu tidak ada lagi," ungkapnya.
Selain penghematan, keuntungan lain adalah penurunan emisi CO2 yang tentunya sejalan dengan target net zero emission (NZE) pada 2060.
"Jika 140 juta unit seluruh kendaraannya diganti dengan listrik, maka kita dapat mengurangi emisi 100 juta ton CO2 tiap tahun. Target kita 2060 emisi kita bisa nol, kita bisa pakai semua potensi energi baru yang ada di seluruh Indonesia," ujarnya.
Insentif kendaraan listrik tarik minat pembeli
Sementara itu, Peneliti Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mendorong pemerintah untuk segera membentuk kebijakan pemberian insentif atau subsidi bagi pembelian kendaraan listrik cepat direalisasikan. Pasalnya, dengan adanya kebijakan itu akan mempercepat terbentuknya ekosistem kedaraan listrik.Adanya kebijakan itu juga menurutnya bisa menarik minat masyarakat beralih dari kendaraan BBM ke kendaraan ramah lingkungan.
"Saya menilai insentif ini masuk akal dan bisa diterima. Dengan adanya insentif maka secara gradual konsumen beralih ke kendaraan listrik, karena kita kan tahu harga kendaraan listrik masih relatif mahal," katanya.
Baca juga: Revisi Perpres 191 Disebut Memperjelas Distribusi BBM Bersubsidi |
Ia juga mengatakan, adanya payung hukum itu akan memberi kepastian dan menjadi petunjuk teknis pelaksanaan pemberian insentif bagi pembelian kendaraan listrik.
"Secara regulasi harus segera ada payung hukum atau aturan main terkait insentif ini. Termasuk kriteria kendaraan listrik apa saja yang layak mendapatkan insentif. Dari sisi nilai misalnya, kendaraan listrik yang sangat mahal ya tidak perlu insentif," tuturnya.
Namun, ia juga memberikan catatan khusus dalam payung hukum tersebut supaya penerapannya diintegrasikan pada subsidi BBM agar menghindari bertambahnya beban negara.
"Dengan adanya insentif ini akan ada pergeseran transportasi kendaraan pribadi dari yang sebelumnya menggunakan BBM menjadi listrik, sehingga subsidi energinya direlokasi dari BBM ke stimulus kendaraan listrik," ucapnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News