Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Bunga Pinjol Masih Mencekik

Fetry Wuryasti • 21 November 2023 09:35
OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) baru saja menerbitkan Surat Edaran Nomor 19/SEOJK.05/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Di dalam surat edaran tersebut, diatur batas maksimum bunga pinjaman online (pinjol) dan denda keterlambatan berdasarkan jenis pendanaan sektor produktif dan sektor konsumtif.
 
Melalui surat edaran tersebut, OJK menetapkan besaran manfaat ekonomi atau bunga untuk fintech konsumtif turun menjadi 0,3 persen per hari mulai 2024, lalu 0,2 persen per hari (2025), dan menjadi 0,1 persen per hari (2026 dan seterusnya).
 
Untuk denda keterlambatan, pada segmen pinjaman konsumtif maksimum ditetapkan sebesar 0,3 persen per hari (2024), 0,2 persen per hari (2025), dan menjadi 0,1 persen per hari (2026 dan seterusnya).
Tingkat bunga untuk pendanaan produktif ditetapkan 0,1 persen per hari (2024-2025) dan 0,067 persen per hari (2026 dan seterusnya). Lalu, denda keterlambatan pada segmen pinjamam produktif ialah 0,1 persen per hari (2024-2025) dan 0,067 persen per hari (2026 dan seterusnya).
 
OJK juga mengatur mulai 2024 besaran pinjaman di platform pinjol hanya boleh 50 persen dari gaji, dan hanya boleh mengambil pinjaman maksimal dari tiga platform agar tidak terjadi kegiatan gali lubang tutup lubang.
 
 
Baca juga: Mulai Tahun Depan, Pinjol hanya Boleh 50% dari Gaji

Aturan suku bunga terlambat


Saat dihubungi pekan lalu, ekonom FEB UI sekaligus Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mengatakan pengaturan penurunan batas maksimal bunga pinjaman fintech peer-to-peer lending oleh OJK itu sejatinya sudah sangat terlambat. Sudah terlalu banyak korban pinjol.
 
"Namun, langkah korektif oleh OJK ini tetap kita apresiasi. Penetapan suku bunga maksimum pinjol oleh OJK akan menurunkan tingkat eksploitasi terhadap peminjam yang umumnya dari kelas bawah," kata Yusuf.
 
Pembatasan batas atas suku bunga pinjol oleh OJK itu dinilainya akan memperbaiki kualitas kredit dan penurunan kredit macet. Aturan itu akan melindungi konsumen sekaligus membentuk ekosistem industri yang sehat.
 
Penetapan suku bunga maksimum pinjol 0,1 persen-0,3 persen per hari mulai 2024 oleh OJK itu sekaligus membuktikan penetapan suku bunga oleh fintech lending selama ini terlalu tinggi dan sangat menguntungkan pemberi pinjaman.
 
Suku bunga di fintech lending awalnya ada di kisaran 0,8 persen per hari. Dengan batas atas suku bunga maksimum 0,8 persen per hari, suku bunga yang dikenakan fintech lending dapat mencapai 24 persen per bulan, atau setara 288 persen per tahun.
 
Meski asosiasi pengusaha pinjol sempat membuat kesepakatan menurunkan bunga pinjol maksimal 0,4 persen per hari, dalam praktiknya bunga maksimal 0,4 persen per hari hanya berlaku untuk kredit konsumtif dengan tenor di bawah 30 hari.
 
"Bunga 0,4 persen per hari ini pun masih terhitung tinggi, setara bunga 12 persen per bulan, 144 persen per tahun," kata Yusuf.
 
Namun, ia menilai penetapan batas atas bunga itu masih terbilang tinggi, terutama untuk kredit konsumtif yang 0,3 persen per hari, setara 9 persen per bulan atau 108 persen per tahun.
 
Seharusnya tidak ada perbedaan mencolok antara suku bunga maksimum pembiayaan produktif dan konsumtif. Alasannya, kemampuan membayar kedua segmen itu tidak banyak berbeda, bahkan kemampuan membayar nasabah pembiayaan konsumtif lebih rendah daripada yang produktif.
 
 
Baca juga: OJK Diminta Berani Atur Penetapan Bunga Pinjol, Jangan Lembek!

 

Dia berharap OJK dapat terus menekan batas atas suku bunga fintech lending. Dalam jangka pendek, bunga maksimum pinjol seharusnya ditetapkan di kisaran 0,05 persen per hari atau 18 persen per tahun, setara dengan tingkat bunga kredit mikro di perbankan.
 
Lalu, dalam jangka menengah, suku bunga maksimum pinjol seharusnya ditetapkan di kisaran 0,02 persen atau tujuh persen per tahun, setara dengan suku bunga KUR.
 
"Suku bunga KUR di kisaran tujuh persen per tahun adalah benchmark ideal untuk suku bunga yang dikenakan pinjol pada nasabah mereka," kata Yusuf.
 
Di kesempatan berbeda, pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo menyebutkan penurunan bunga pinjol akan berpotensi mengurangi minat lender/investor karena akan menurunkan return/imbal hasil. Penyedia platform sebagai bagian dari sisi suplai juga akan terdampak signifikan jika premi risiko dan biaya tata kelola tidak bisa ikut diturunkan.
 
"Penurunan bunga pinjol ini belum akan mampu menyelesaikan seluruh masalah pinjol yang sangat kompleks, hanya baru menjawab masalah penetapan tarif atau bunga yang terlalu tinggi, yang mengakibatkan tingginya risiko gagal bayar," kata Arianto.
 
Di sisi lain, penurunan bunga yang akan mengurangi margin penyelenggara juga akan membuat platform peer-to-peer lending semakin selektif dalam memfasilitasi pembiayaan. Namun, dalam jangka panjang, penurunan bunga pembiayaan itu akan meningkatkan kualitas mitigasi risiko, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pembiayaan.
 
"Insentif lebih dengan mengatur batas atas bunga pinjaman produktif lebih rendah daripada batas atas bunga pinjaman konsumtif diharapkan dapat mengurangi gaya hidup konsumtif," kata Arianto.
 

Menggerus kinerja


Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang menaungi para pelaku usaha fintech peer to peer (P2P) lending menyebut penurunan bunga pinjol itu berpengaruh pada kinerja penyelenggara pinjol.
 
"Semuanya pasti terdampak penurunan bunga, tapi aturan ini mesti diikuti. Kami akan menyesuaikan," kata Ketua Bidang Humas AFPI Kuseryansyah.
 
Dia belum dapat memastikan jumlah perusahaan pinjol yang akan terdampak. Menurutnya, dalam kurun satu bulan sejak diberlakukan, AFPI akan mengamati seberapa jauh dampak penurunan bunga itu terhadap kinerja perusahaan pinjol.
 
"Kami akan lihat dahulu selama satu bulan. Mungkin Februari 2024 sudah bisa terlihat berapa banyak yang terdampak," katanya.
 
 
Baca juga: Ini Cara Nagih Debitur Pinjaman Daring Online

 

Di sisi lain, dia melihat kebijakan penurunan bunga itu menjadi pendorong bagi klaster konsumtif dan produktif untuk lebih inovatif mencari segmen yang lebih sesuai dengan profil risiko sehingga tingkat bunga dengan segmen yang disasar bisa sesuai.
 
"Credit gap masih tinggi sekali. Ini menjadi tantangan bagi kami penyelenggara dan industri untuk mencari segmen yang lebih sesuai dengan skema yang ditetapkan," ujar Kuseryansyah.
 
Ia melihat penyaluran pembiayaan pinjol akan cenderung melambat pada tahun ini. Namun, ia optimistis kinerja pertumbuhannya masih di atas rata-rata pertumbuhan kredit nasional.
 
Dia juga menilai penurunan tingkat bunga juga bisa mengganggu ekuitas pemain. Ekuitas pemain fintech P2P lending bisa didulang dari dua sumber, yaitu hasil bisnis (hasil usaha) dan setoran modal.
 
Sebelumnya OJK mengatur kewajiban agar pelaku platform pinjol memenuhi ekuitas minimum Rp12,5 miliar secara bertahap. "Itu bisa mengganggu ekuitas, tapi ini tantangan buat perusahaan untuk explore another opportunity, another segment," ujarnya.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

(AHL)



LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif