Gedung Bank Indonesia. FOTO: MI/SUSANTO
Gedung Bank Indonesia. FOTO: MI/SUSANTO

Memacu Stimulus Moneter Demi Pemulihan Ekonomi

Angga Bratadharma • 24 November 2020 14:19
 
Perry menjelaskan suku bunga kredit perbankan dipengaruhi tiga faktor. Pertama, biaya dana yang berkaitan dengan penurunan suku bunga acuan. Tahun ini Bank Indonesia sudah menurunkan sebanyak 125 basis poin, kondisi tersebut telah mendorong penurunan suku bunga pasar uang.
 
"Kemudian juga sudah mendorong biaya dana. Suku bunga dana yang menjadi faktor pertama ini mestinya bisa menurunkan suku bunga kredit," paparnya.
 
Kedua, biaya administrasi. Perry mengungkapkan adanya pandemi covid-19 membuat digitalisasi layanan perbankan melonjak drastis. Kondisi ini tentu saja membuat biaya administrasi mengalami penurunan. Ketiga, premi risiko kredit perbankan. Dengan menurunnya aktivitas perekonomian maka risiko kredit meningkat.
 
Sebab perbankan juga perlu meningkatkan kebutuhan pencadangannya terhadap risiko kredit yang akan terjadi ke depan. "Faktor-faktor ini lah yang menjadi penyebab suku bunga kredit perbankan masih belum turun," ucap Perry.
 
Lebih lanjut, Perry menebar pandangan positif kepada industri perbankan dan dunia usaha bahwa perbaikan ekonomi berlanjut seiring dengan membaiknya kondisi korporasi besar, dengan ekspor juga mengalami perbaikan. Ia berharap perbankan dan dunia usaha membangun optimisme agar pemulihan ekonomi terus berlanjut.
 
"Sudah saatnya penyaluran kredit terus didorong, sudah saatnya kita membangun optimisme, sudah saatnya kita meningkatkan ekonomi. Pemerintah, BI, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), telah begitu banyak melakukan sinergi kebijakan dan berkomitmen untuk menempuh langkah-langkah lanjutan," kata Perry.

Kunci utama pemulihan ekonomi
 
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri memandang ekonomi nasional akan mulai pulih di kuartal pertama 2021. Ia menekankan kunci utama dari pemulihan ekonomi Indonesia terletak pada perbaikan konsumsi rumah tangga. Menurut Chatib, selama masih ada pandemi, Indonesia tidak bisa berharap dari faktor eksternal untuk memulihkan perekonomian nasional.
 
Sebab, kondisi global pun masih tertekan oleh adanya pandemi covid-19. Pandemi ini membuat pendapatan masyarakat tergerus. Bahkan pekerja informal banyak yang kehilangan pendapatan. Implikasinya yakni pada kemampuan daya beli yang menurun dan berimbas pada pelemahan konsumsi yang selama ini menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi nasional.
 
Chatib mengatakan berdasarkan simulasi yang ia buat menunjukkan mendorong konsumsi lebih efektif ketimbang mendorong produksi di masa sekarang. Sebab produksi tanpa adanya permintaan akan percuma. Hal itu sebenarnya bisa terlihat dari gambaran walaupun tingkat bunga telah diturunkan, namun tidak ada pihak yang berminat meminjam uang dari bank.
 
"Kenapa saya pinjam uang dari bank kalau permintaannya enggak ada," kata Chatib.
 
Ia mengatakan apabila konsumsi yang didorong artinya akan membuat permintaan bergairah. Implikasinya akan mendorong dunia usaha untuk kembali meningkatkan investasi dan produksi. Tentunya membuat roda ekonomi berputar kembali.
 
Chatib mengatakan kunci utama untuk memperbaiki konsumsi ada pada pemberian stimulus fiskal dari pemerintah terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (lower middle income group) dalam bentuk cash transfer. "Pemerintah hanya bisa berharap sumber pertumbuhannya datang dari stimulus," ucap Chatib.
 
Di sisi lain, Chatib yang juga ekonom ini menyebutkan makin membengkaknya stimulus fiskal yang harus diberikan pemerintah sebagai bantalan sosial akan berimbas ke alokasi pendanaan untuk program dan kegiatan pemerintah di sektor lain, salah satunya pembangunan infrastruktur.
 
Pasalnya, kata dia, pandemi covid-19 membuat penerimaan pajak anjlok hingga 13 persen. Bahkan di Mei lalu pertumbuhan penerimaan pajak minus hingga 35 persen. Sedangkan pemerintah harus mengurangi defisit anggaran di bawah tiga persen di 2023.
 
Artinya di tahun-tahun ke depan, defisit mulai harus direm sehingga rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) tidak makin lebar. Apabila dilanjutkan, pembangunan infrastruktur harus dituntut yang paling efisien. Sebab pemerintah tidak mungkin membiayai semua program yang telah disusun dengan beban anggaran seperti saat ini.
 
Chatib mengatakan kemungkinan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk proyek-proyek infrastruktur terbatas dan akan lebih mengandalkan peran serta kerja sama swasta. "Pembangunan infrastruktur ini sangat dibutuhkan, tetapi kita memang harus melihat mana prioritas yang harus dilakukan ketika burden dari anggaran begitu berat," pungkas Chatib.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ABD)
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan