Gedung Bank Indonesia. FOTO: MI/SUSANTO
Gedung Bank Indonesia. FOTO: MI/SUSANTO

Memacu Stimulus Moneter Demi Pemulihan Ekonomi

Angga Bratadharma • 24 November 2020 14:19

Selain itu, sinergi ekspansi moneter Bank Indonesia dengan akselerasi stimulus fiskal pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional terus diperkuat. Bank Indonesia melanjutkan komitmen untuk pendanaan APBN Tahun 2020 melalui pembelian SBN dari pasar perdana dalam rangka pelaksanaan UU Nomor 2 Tahun 2020.
 
Sampai dengan 17 November 2020, Bank Indonesia telah membeli SBN di pasar perdana melalui mekanisme pasar sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada 16 April 2020, sebesar Rp72,49 triliun, termasuk dengan skema lelang utama, Greenshoe Option (GSO), dan private placement.
 
Sementara itu, realisasi pendanaan dan pembagian beban untuk pendanaan public goods dalam APBN 2020 oleh Bank Indonesia melalui mekanisme pembelian SBN secara langsung sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada 7 Juli 2020, berjumlah Rp270,03 triliun.

Kembali pangkas suku bunga acuan
 
Lebih lanjut, guna memaksimalkan laju pertumbuhan ekonomi di masa pemulihan di tengah pandemi termasuk usai pandemi, BI diyakini punya ruang kembali memangkas suku bunga acuan. Perkiraan itu seperti diungkapkan Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia. CORE memandang BI berpeluang kembali menurunkan suku bunga acuan maksimum 50 bps.
 
Pemangkasan itu akan membawa suku bunga acuan ke level 3,5 persen. Angka ini lagi-lagi bakal menjadi yang terendah sepanjang sejarah kebijakan moneter di Indonesia jika BI benar-benar memutuskan untuk memotong kembali suku bunga acuan, yang tentunya demi mengakselerasi pemulihan ekonomi.
 
"Dengan kondisi rupiah yang stabil didukung inflasi yang masih akan stabil rendah, membuka ruang bagi Bank Indonesia untuk melanjutkan kebijakan moneter yang longgar dengan suku bunga acuan yang lebih rendah," ungkap CORE Indonesia dalam rilis CORE Economic Outlook 2021.
 
Kebijakan moneter dan fiskal di banyak negara maju yang bersifat ekspansif dengan suku bunga rendah, bahkan hampir mendekati nol persen diramal memicu mata uang Garuda menguat di 2021 meski perekonomian global masih dalam proses pemulihan. Kondisi tersebut tentu memberikan gambaran untuk BI mengkaji kembali gerak suku bunga acuan.
 
Adapun kebijakan moneter dan fiskal di banyak negara maju yang bersifat ekspansif itu pada akhirnya bisa menyebabkan likuiditas global masih akan terus berlimpah. Adanya ekspektasi bahwa pandemi akan bisa berakhir pada 2021 juga berpotensi mendorong aliran modal mengalir ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
 
"Dengan demikian, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah secara bertahap berpotensi menguat dibandingkan dengan tahun ini," tegas CORE Indonesia.
 
Perbankan diminta turunkan suku bunga
 
Dengan suku bunga acuan kembali dipangkas dan berada di level terendah maka sewajarnya penurunan tersebut diikuti oleh industri perbankan untuk menurunkan suku bunga kreditnya. Turunnya suku bunga kredit perbankan diyakini menjadi stimulus untuk meningkatkan daya beli masyarakat, yang notabene merupakan salah satu mesin utama pertumbuhan ekonomi.
 
Gubernur BI Perry Warjiyo meminta industri perbankan menurunkan suku bunga kredit. Sebab bank sentral sudah memangkas suku bunga acuan. "Kami tidak segan-segannya mengharapkan perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit, sehingga itu bisa mendorong pemulihan ekonomi," ujar Perry.
 
 
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan