Pemerintah Indonesia menargetkan target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) pada 2025 sebesar 23 persen, gas bumi sebesar 22 persen, minyak bumi sebesar 25 persen, dan batu bara 30 persen. Sementara, pada 2020, bauran energi baru terbarukan tercapai 11,20 persen, gas bumi sebesar 19,16 persen, minyak bumi 31,60 persen, dan batu bara 38,04 persen.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyiapkan peta jalan untuk beralih dari energi fosil ke EBT. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan ESDM Rida Mulyana mengungkapkan pemerintah tengah menyusun draft Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
RUPTL PLN itu diarahkan untuk tercapainya bauran energi 23 persen pada empat tahun lagi. Upaya tersebut dengan harapan penggunaan energi di Tanah Air bisa lebih ramah karena berorientasi pada green energy. "Ini sudah menjadi komitmen bangsa. Kami pun optimistis dan berupaya ini bisa terwujud," kata Rida.
Dalam hal ini, pemerintah akan meningkatkan porsi pembangkit listrik berbasis EBT menjadi 48 persen atau 19.899 MW. Hal ini dituangkan dalam draft RUPTL PLN 2021-2030. Angka ini akan meningkat dibandingkan dengan RUPTL 2019-2028 yang masih di kisaran 30 persen. Ditargetkan penambahan pembangkit mencapai 40.967 megawatt (MW) atau 41 gigawatt (GW).
Tak hanya itu, pemerintah juga telah menyusun peta jalan untuk beralih dari energi fosil ke EBT untuk mencapai penggunaan pembangkit listrik berbasis energi bersih zero emisi karbon pada 2060. Upaya tersebut dengan mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) hingga 2056.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi mengatakan dengan disiapkannya peta jalan tersebut, pihaknya optimistis target bauran energi bisa diraih.
"Peta jalan dengan transformasi menuju energi lebih bersih ini diupayakan lebih rinci. Kami optimis dengan berkomitmen kuat," tuturnya.
Guna mendukung target tersebut, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) Unit Induk Pembangunan Sulawesi bersama PT Poso Energy berhasil merampungkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso ekstensi tahap 2 berkapasitas 4x50 Mega Watt (MW).
Hebatnya, pencapaian itu membuat sistem kelistrikan Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) memiliki bauran energi baru terbarukan tertinggi di Indonesia. Selesainya pembangunan PLTA Poso ekstensi tahap 2 ini ditandai dengan keluarnya Sertifikat Laik Operasi (SLO) untuk unit 3 dan 4 pada 10 Desember 2021. Sedangkan SLO unit 1 dan 2 telah keluar pada September 2021.
"Pada masa transisi energi ini PLN dan Poso Energy berhasil merampungkan pembangunan PLTA Poso ekstensi tahap 2 berkapasitas 4x50 MW atau 200 MW," kata General Manager PLN UIP Sulawesi Defiar Anis.
PLTA Poso memiliki total kapasitas 515 MW dengan rincian PLTA Poso eksisting berkapasitas 3X65 MW yang telah beroperasi sejak 2012, PLTA Poso ekstensi tahap 1 berkapasitas 4X30 MW telah beroperasi sejak Februari 2020, dan PLTA Poso ekstensi tahap 2 memiliki kapasitas 4X50 MW.
"Dengan bauran EBT mencapai 40 persen dari total daya mampu yang ada, menjadikan bauran tertinggi di Indonesia. Hal ini diharapkan dapat membantu mengejar target bauran EBT di Indonesia sebesar 23 persen pada 2025 dan mengejar target net zero emission di 2060," kata Anis.
Selain PLTA Poso ekstensi tahap 2 berkapasitas 4x50 Mega Watt (MW), PLN juga menggenjot PLTA Asahan III senilai Rp5 triliun dapat beroperasi pada 2024 dengan kehadiran pembangkit berkapasitas 2x87 megawatt (MW) itu diyakini mendukung percepatan transisi energi.
General Manager PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Sumatra Bagian Utara (Sumbagut) Octavianus Padudung mengatakan penyelesaian proyek PLTA terus berlanjut meski terhalang oleh pandemi. "Jika mega proyek ini selesai akan dihasilkan daya 174 MW dan keuntungan lainnya. Pembangkit menggunakan tenaga air ini sangat efisien dan ramah lingkungan," ucapnya.

PLN Unit Induk Pembangunan Sulawesi bersama PT Poso Energy berhasil merampungkan pembangunan PLTA Poso ekstensi tahap 2 berkapasitas 4x50 Mega Watt (MW). FOTO: PLN
"Tentunya pengoperasian pembangkit ini juga dapat menurunkan biaya pokok penyediaan tenaga listrik di Sumatra Utara, serta meningkatkan pelayanan PLN kepada konsumen dengan penyediaan energi listrik yang lebih andal dan efisien," ujar Octavianus.
Meski demikian, upaya menghijaukan energi di Indonesia tak melulu mulus. Pasalnya, pemerintah diingatkan berhati-hati dalam menerapkan pungutan Tarif Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA) yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) SDA. Sebab akan menimbulkan sejumlah dampak pada pengembangan EBT di Tanah Air.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan rencana pungutan tarif BJPSDA dalam RPP SDA harus menjadi perhatian, karena dapat berbenturan dengan upaya peningkatan porsi EBT dalam bauran energi yang ditargetkan sebesar 23 persen pada 2025 dan pencapaian target Net Zero Emission pada 2060.
"Ini yang memang menjadi perhatian saya di tengah usaha meningkatkan bauran energi dan mengurangi efek gas rumah kaca," kata Mamit.
Pemanfaatan EBT yang akan terkena dampak kebijakan pungutan BJPSDA adalah pengoperasian PLTA. Sementara dari target total kapasitas terpasang pembangkit listrik berbasis EBT sebesar 587 GW pada 2060, dan 83,4 GW di antaranya adalah PLTA.
"Pungutan BJPSDA akan membebankan biaya operasional PLTA, sehingga berujung pada kenaikan Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik. Pilihannya nanti, tarif listrik dari PLTA akan naik, dan mau tidak mau pemerintah harus memberikan kenaikan subsidi ke PLN," tuturnya.
Di sisi lain, langkah PLN mendorong transisi energi yang lebih ramah lingkungan mendapat apresiasi. Hal itu terlihat dari PLN menduduki peringkat teratas di Asia Tenggara dan Asia Selatan dalam The WBA Electric Utilities Benchmark 2021 sebagai perusahaan listrik yang melakukan transisi rendah karbon.
Executive Vice President Komunikasi Korporat PLN Agung Murdifi mengatakan pemeringkatan itu memberikan semangat tambahan dalam melakukan transformasi dan mengejar target netralitas karbon pada 2060. "Dalam jangka pendek, kita bisa melihat RUPTL 2021-2030. Hal ini menjadi komitmen kami mendorong pengembangan energi baru terbarukan," ujarnya.
The WBA Electric Utilities Benchmark 2021 menyajikan peringkat 50 perusahaan listrik dunia berdasarkan penilaian terhadap komitmen menekan emisi karbon. PLN menempati peringkat ke-30 di atas perusahaan-perusahaan listrik di Asia Tenggara. Ajang ini menggunakan metodologi pendekatan transisi rendah karbon (ACT), seperti TNB (Malaysia) dan EGAT (Thailand).
Agung mengatakan pihaknya mendukung penuh program dekarbonisasi yang diusung pemerintah guna menghadirkan ruang hidup yang lebih baik bagi generasi mendatang. Dengan menggunakan skenario Business As Usual (BAU), Indonesia diperkirakan memberikan kontribusi empat miliar ton karbon dioksida per tahun pada 2060 sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.
"PLN memiliki peran penting dalam menggerakkan pertumbuhan energi hijau di Indonesia. Kami berkomitmen untuk melakukan dekarbonisasi," pungkas Agung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News