Ilustrasi. FOTO: Medcom.id/Angga Bratadharma
Ilustrasi. FOTO: Medcom.id/Angga Bratadharma

Window Dressing

Angga Bratadharma • 01 Desember 2020 12:56
BURSA saham Indonesia sempat gempar menutup akhir November 2020. Pasalnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan akhir November ditutup terkontraksi 170,92 poin atau minus 2,96 persen ke level 5.612,41. Kondisi itu membuat para investor melakukan aksi panic selling yang turut menyumbang pelemahan pasar saham Indonesia.
 
Pelemahan di pasar modal dipicu sentimen negatif akibat meningkatnya penyebaran covid-19, berita kecewanya Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penanganan covid-19 di Indonesia bukan semakin membaik malah kian memburuk, dan adanya rebalancing saham pada MSCI Global Standard Index.
 
Tidak hanya itu, keluarnya dana asing dalam jumlah besar atau hampir mencapai Rp1 triliun pada perdagangan akhir November kemarin juga membebani pasar saham. Terkait rebalancing MSCI Indonesia Index terdapat dua emiten terdepak keluar yakni PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL).

Pada dasarnya pelaku pasar sebenarnya sudah memperhitungkan akan adanya peningkatan kasus covid-19 sesuai fenomena global. Namun yang dikhawatirkan ialah peningkatan kasus covid-19 ini akan membuat pemerintah memberlakukan lagi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat.
 
Kekhawatiran akan penerapan PSBB ketat bertambah besar ketika di sebuah media daring muncul berita "Gubernur DKI Tarik Rem Darurat, PSBB Berlaku Lagi". Hal ini menjadikan penurunan indeks semakin tajam sehingga mencapai level 5.563 atau turun 220 poin pada pukul 14.05.
 
<i>Window Dressing</i>
Ilustrasi. FOTO: MI/PANCA SYURKANI
 
Untungnya setelah situs berita itu mengklarifikasi tentang berita yang beredar sebagai hoaks, tekanan terhadap IHSG berkurang. IHSG bisa naik 50 poin dari posisi terendahnya dan ditutup pada level 5.612,14. "Diperparah beredar berita hoaks tentang PSBB yang diperketat kembali di DKI," kata Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma.
 
Analis PT Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama mengatakan investor dilanda panic selling saat perdagangan di akhir November. Apalagi, investor asing juga terus secara masif melakukan penjualan. "Di sisi lain, market juga khawatir terkait dengan penerapan PSBB di Tanah Air," kata Nafan.
 
Cetak rekor baru
 
Meski pasar saham 'kebakaran', namun PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat rekor baru terkait nilai transaksi harian saham di pasar reguler. Pada Senin, 30 November 2020 rekor baru ini menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah transaksi di BEI. Nilainya Rp32,01 triliun dengan total frekuensi 1.685.213 kali.
 
"BEI pernah mencatat nilai transaksi harian saham di pasar reguler tertinggi sebelumnya pada 25 November 2020. Ketika itu, nilai transaksi sahamnya mencapai Rp16,48 triliun dengan total frekuensi 1.412.553 kali," kata Direktur BEI Laksono Widodo.
 
Di sisi lain, Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Indonesia Anggaraksa Arismunandar berharap pasar saham dapat terus menguat seiring hadirnya sentimen positif dari global. Katalis positif itu seperti pengumuman pemilihan pembantu oleh Joe Biden yang memberikan angin segar bagi pasar saham Indonesia.
 
 

 
Anggaraksa berpendapat pemilihan kabinet Pemerintahan Joe Biden mendapat reaksi positif dari bursa saham global. "Sentimen ikut menular ke bursa saham Indonesia, ditandai oleh IHSG yang masih melanjutkan reli kenaikan setelah kabar pemilihan kabinet Biden keluar," kata Anggaraksa.
 
Bahkan, Anggaraksa menjelaskan pasar saham sangat mengapresiasi pencalonan Janet Yellen sebagai Menteri Keuangan AS. Pasalnya Janet Yellen dianggap sukses memimpin Federal Reserve periode 2014-2018. Saat itu, salah satu tugas utamanya adalah mengawal pemulihan ekonomi Amerika Serikat usai krisis subprime mortgage 2008.
 
"Harapan besar akan kembali ditumpukan pada Yellen pada krisis covid-19 ini, terutama terkait dengan kesepakatan paket stimulus baru," ujarnya.
 
Terkait di akhir tahun ini, Anggaraksa memprediksi pasar masih dapat bertumbuh. Selain dari sentimen global, fenomena window dressing juga menjadi pemicu penguatan di akhir tahun. "Pasar saham diharapkan masih dapat bertumbuh seiring dengan fenomena window dressing yang umum terjadi menjelang tutup tahun," ujarnya.
 
Mempercantik tampilan portofolio
 
Mengutip laman resmi MNC Sekuritas, disebutkan seperti halnya kosmetik yang digunakan wanita untuk mempercantik wajahnya, window dressing juga seringkali dilakukan oleh manajer investasi dan perusahaan terbuka (emiten) untuk mempercantik tampilan portofolio atau performa laporan keuangannya.
 
Dengan strategi tersebut, tampilan portofolio dana yang dikelola atau laporan keuangan perusahaan menjadi semakin menarik di mata investor maupun pemegang saham. Mempercantik laporan keuangan perusahaan dapat dilakukan dengan cara penyajian informasi penjualan aset terakhir.
 
Pada waktu bersamaan, perusahaan akan menyajikan informasi berupa pembelian aset terbaru atau kegiatan operasional lainnya dengan menggunakan dana dari penjualan aset yang sebelumnya telah dilakukan. Fenomena window dressing secara tidak langsung menyebabkan kenaikan harga saham-saham unggulan.
 
Manajer Investasi perusahaan akan berusaha meningkatkan nilai-nilai saham yang dimilikinya, sehingga penutupan tahun kinerja yang dikelola terlihat lebih baik. Karena aksi ini dilakukan oleh hampir seluruh manajer investasi di seluruh dunia maka pada akhir tahun pun indeks harga saham umumnya akan bergerak naik.
 
Fenomena window dressing biasanya terjadi pada akhir kuartal saat perusahaan-perusahaan merilis laporan keuangan kuartalan, tepatnya pada Maret, Juni, September, dan Desember. Namun, dampak window dressing justru akan terasa pada bulan-bulan setelahnya, yaitu April, Juli, Oktober, dan Januari.
 
Window dressing yang paling signifikan terjadi pada akhir tahun, yang biasanya harga saham akan menguat sampai Januari yang dikenal juga dengan sebutan January Effect. Kebanyakan saham-saham yang mengalami fenomena window dressing tergolong sebagai penggerak utama IHSG atau memiliki kapitalisasi besar.
 
 

Efek window dressing biasanya ditandai naiknya sejumlah saham dengan kenaikan di atas 5-10 persen hanya dalam satu hari perdagangan bursa. Untuk memperoleh cuan saat fenomena ini terjadi, pastikan investor cermat dalam memilih saham dan biasanya saham pendorong utama indeks.
 
Tetap pertimbangkan faktor fundamental dan teknikal saham yang dipilih karena belum tentu saham yang mengalami window dressing pada tahun sebelumnya akan mengalami pola yang sama pada tahun ini. Selain itu, gunakan alokasi dana yang sudah disiapkan khusus untuk investasi. Jangan sampai menggunakan dana liburan akhir tahun.
 
Berburu emas saat window dressing
 
Meski window dressing sering dikaitkan dengan pasar saham, namun kondisi itu juga membuka peluang bagi investor mendapatkan cuan besar dari emas. Kondisi itu yang membuat para investor bergairah menjelang akhir tahun. Khusus di perdagangan berjangka untuk produk derivatif indeks Hang Seng dan Nikkei dipastikan akan melonjak tajam.
 
Direktur PT Solid Gold Berjangka (SGB) Dikki Soetopo berpandangan di momen window dressing sektor keuangan dan saham akan menguat seiring derasnya aliran modal yang masuk ke dalam perusahaan. Sementara harga emas biasanya akan mengalami koreksi.
 
Akan tetapi, lanjutnya, hal tersebut malah menjadi peluang bagi para investor untuk memborong emas karena adanya harapan penguatan harga emas di momen January Effect dan Imlek. Saat window dressing, diramal harga emas akan melemah di kisaran harga middle price di level USD1.761 per troy ons.
 
Sedangkan banyak analis memperkirakan pelemahan harga emas saat ini wajar dalam perdagangan pasar global. Para analis menganggap kondisi yang terjadi menjadi peluang membeli emas di saat harga rendah atau murah. "Karena harga emas diprediksi masih berpotensi menguat ke level USD1.900 per troy ons, bahkan USD2.000 per troy ons di awal tahun," terang Dikki.
 
Dirinya menjelaskan momen window dressing adalah salah satu kesempatan untuk membeli emas di saat terjadi koreksi. Peluang profit taking sangat besar di setiap awal tahun karena adanya January Effect, disambut juga oleh momen Imlek.
 
"Para investor saat ini semestinya mewaspadai terjadinya aksi profit taking di perdagangan saham maupun mata uang seiring perdagangan saham dan mata uang sudah mengalami penguatan semenjak pengumuman vaksin covid-19," ucapnya.
 
Pasar modal syariah
 
Lebih lanjut, hadirnya katalis positif di pasar modal Indonesia juga turut berdampak terhadap menguatnya perkembangan pasar modal syariah di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari tingginya statistik transaksi saham syariah dan jumlah investornya.
 
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi menjelaskan statistik transaksi saham syariah di pasar modal Indonesia per tahunnya mencapai 61 persen dan jumlah investor juga tumbuh konsisten. Investor saham syariah sampai 2020 sudah mencapai 81.413 Single Investor Identification (SID).
 
"Kenaikan ini cukup bagus kalau kita lihat pada 2016 itu masih 12.283 SID. Jadi, tumbuhnya 563 persen jika dibandingkan dengan 2016 atau rata-rata per tahun 63 persen," ujar Inarno.
 
Investor saham syariah yang aktif dan setiap hari melakukan transaksi sebanyak 26 persen dan jika dilihat rasio investor syariah terhadap total investor sebesar 5,7 persen. Akumulasi transaksi investor syariah juga meningkat cukup signifikan. Pada 2016 mencapai Rp926 miliar dan saat ini sudah Rp3.582 miliar secara year to date (ytd).
 
"Dan frekuensi transaksi 100.280 kali per hari ytd," jelasnya.
 
Saat ini, terdapat 451 saham syariah di BEI dari total 708 efek atau saham yang tercatat di BEI. "Kalau kita lihat dari kapitalisasi pasar saham syariah mencapai 51 persen atau Rp3.302 triliun out off Rp6.475 triliun kapitalisasi pasar keseluruhan," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan