Mendorong potensi jasa keuangan syariah
Potensi keuangan syariah dalam negeri begitu besar tapi belum tergarap secara maksimal. Berdasarkan laporan Islamic Finance Development Indicators (IFDI) 2020, Indonesia masuk lima besar dari 135 negara yang nilai asetnya mencapai USD3 miliar, di bawah Arab Saudi, Iran, Malaysia, dan Uni Emirat Arab.Total keuangan syariah Indonesia per Juni 2021 mencapai Rp1.885 triliun. Aset itu terdiri dari perbankan syariah sebesar Rp631,5 triliun, Industri Keuangan Non Bank (IKNB) syariah Rp116 triliun dan pasar modal syariah Rp1.137 triliun.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat mengungkapkan jika dibandingkan industri konvensional, market share (keuangan) syariah sudah mencapai 10 persen.
Sementara itu, tren pertumbuhan DPK (dana pihak ketiga) perbankan syariah mencapai 16,54 persen per Juni 2021. Hal ini juga didukung oleh pertumbuhan aset perbankan syariah sebesar 15,8 persen dan pembiayaan sebesar 7,35 persen.
"Ini menunjukkan potensi syariah ke depan cukup baik. Perlu didukung semua agar market share keuangan syariah meningkat," ujarnya Kamis, 30 September 2021.

Grafis aset keuangan syariah di berbagai negara - - Foto: Medcom
Berdasarkan potensi tersebut, OJK menyiapkan berbagai kebijakan agar ekonomi dan keuangan syariah Indonesia menjadi terdepan.
Berikut rangkuman kebijakan tersebut;
- Mendorong pengembangan produk dan layanan berbasis syariah yang berdaya saing tinggi.
- Mendorong penggabungan tiga bank syariah milik negara.
- Mendorong adopsi teknologi untuk perbaikan layanan dan peningkatan efisiensi, serta pemenuhan kuantitas dan kualitas SDM.
- Menciptakan demand keuangan syariah berkelanjutan.
- Pengembangan ekosistem keuangan syariah terintegrasi dengan industri halal.
Dari sisi regulasi, OJK telah meluncurkan securities crowdfunding (SCF) atau layanan urun dana untuk kemudahan pendanaan bagi UMKM. Hal ini dipermudah sejak Bank Syariah Indonesia resmi berdiri.
Untuk penguatan infrastruktur, Working Group International Association of Deposit Insurers dan Islamic Financial Services Board (IADI-IFSB) yang diketuai oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyusun Core Principles for Effective Islamic Deposit Insurance Systems (CPIDIS).

Ilustrasi strategi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah RI - - Foto: sumber OJK
Di sisi lain, OJK juga telah menyusun Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah 2020-2024 sebagai panduan dalam mewujudkan perbankan syariah yang tangguh, berdaya saing tinggi, dan berperan signifikan dalam pembangunan nasional, terutama di tengah pandemi covid-19.
Untuk peningkatan peran keuangan sosial syariah, imbuhnya, pemerintah telah meluncurkan Roadmap Pengembangan Kemandirian Ekonomi Pesantren serta transformasi pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF)
“Apabila roadmap tersebut betul-betul dapat diimplementasikan dengan baik, diyakini akan terwujud perbankan syariah yang resilient, berdaya saing tinggi, dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan pembangunan sosial di negara kita,” terang wapres dalam acara Islamic Finance Summit 2021.
Adapun selama 2020, jasa keuangan syariah telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp434,52 triliun dengan kontribusi utama berasal dari pembiayaan perbankan, yaitu senilai Rp395,69 triliun.
Menyusun roadmap keuangan berkelanjutan
Keuangan berkelanjutan atau sustainable finance akan menjadi babak baru dalam industri jasa keuangan Indonesia. Hal ini penting agar terjadi keselarasan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.Misalnya saja penerbitan Green Sukuk sebagai instrumen pendanaan yang mendukung proyek-proyek hijau guna memitigasi dan mengadaptasi potensi perubahan iklim. Indonesia menginisiasi produk keuangan berkelanjutan dengan menerbitkan Global Green Sukuk sebesar USD3 miliar pada Maret 2018.
Bahkan penerbitan produk keuangan berkelanjutan Indonesia ini mendapat pengakuan internasional, dengan meraih penghargaan dari Climate Bonds Initiative atau sebagai penerbit Green Sukuk terbesar di dunia.

Grafis perkembangan green finance di Indonesia - - Foto: sumber OJK
Untuk mendukung kebijakan ini, OJK pun membuat Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I (2015-2019) dan Tahap II (2021-2025) bagi sektor jasa keuangan.
Salah satu bentuk implementasi dari Roadmap tahap I yakni lembaga jasa keuangan diwajibkan untuk menyusun Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB) dan menyampaikan Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) bagi lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyebut otoritas telah menerbitkan beberapa ketentuan untuk mendukung implementasi keuangan berkelanjutan antara lain POJK Nomor 51 Tahun 2017 Tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK), Emiten dan Perusahaan Publik dan POJK Nomor 60 Tahun 2017 Tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond).
Lalu, OJK juga menerbitkan Keputusan Dewan Komisioner Nomor 24 Tahun 2018 tentang Insentif Pengurangan Biaya Pungutan sebesar 25 persen dari Biaya Pendaftaran dan Pernyataan Pendaftaran Green Bond.
Kemudian pada 2020, OJK telah mengeluarkan insentif untuk mendukung kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBL BB) melalui pengecualian BMPK dalam proyek produksi KBL BB, serta keringanan penghitung.
"Stakeholder pun telah merespons kebijakan-kebijakan OJK dalam bidang keuangan berkelanjutan itu," ungkapnya dalam acara ESG Capital Market Summit 2021, Selasa, 27 Juli 2021.
Para stakeholder, katanya, sudah membentuk inisiatif keuangan berkelanjutan Indonesia. Saat ini terdiri dari 13 bank dan PT SMI. Penyaluran kredit kepada sektor-sektor ekonomi berorientasi hijau sebesar lebih dari Rp800 triliun.
Lalu penerbitan green bond di Bursa Efek Indonesia oleh PT Sarana Multi Infrastruktur sebesar Rp500 miliar, dengan total target green bond sebesar Rp3 triliun. Kemudian penerbitan green bond sekitar USD1,9 billion di Singapore Exchange oleh Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri serta PT Barito Pacific Tbk.
OCBC NISP juga menerbitkan green bond dan gender bond dengan nilai sebesar Rp60 triliun yang dilakukan melalui mekanisme private placement dengan IFC. Selain indeks SRI-Kehati yang saat ini terdiri dari 25 emiten bursa, BEI juga meluncurkan ESG Leaders Index untuk mewadahi permintaan yang tinggi atas reksa dana dan Exchange Traded Fund (ETF) bertema ESG.
Setelah mengimplementasikan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I, OJK membidik penyelesaian taksonomi hijau, mengembangkan kerangka manajemen risiko, mengembangkan skema pembiayaan atau pendanaan proyek, dan meningkatkan awareness dan capacity building.
"Dalam rangka percepatan implementasi inisiatif keuangan berkelanjutan, OJK akan menyiapkan task force keuangan berkelanjutan dan bekerja sama dengan industri untuk menanggapi diskusi tentang keuangan berkelanjutan di forum nasional, regional dan global," pungkas Wimboh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News