Perusahaan rintisan itu biasanya disebut dengan istilah startup, dan saat ini jumlahnya diperkirakan sudah mencapai ribuan, yang beroperasi di berbagai negara. Mereka disebut sebagai startup atau perusahaan rintisan karena memang belum sepenuhnya memiliki kemampuan untuk beroperasi sebagai sebuah perusahaan normal, melainkan masih baru dalam tahap merintis.
Perusahaan rintisan ini memulai kegiatan usaha berdasarkan suatu model bisnis tertentu yang berbasis teknologi digital, dengan model bisnis tersebut masih perlu terus diuji dan dikembangkan dengan berjalannya waktu. Dalam perjalanannya, perusahaan rintisan ini akan mencari bentuk dan model bisnis yang tepat dari sisi operasional maupun teknologinya.
Di awal pengoperasiannya, perusahaan rintisan juga membutuhkan modal yang cukup besar dan belum banyak memberikan keuntungan. Di sinilah yang menjadi tantangan terbesar bagi perusahaan rintisan tersebut. Faktor modal menjadi unsur yang sangat penting untuk memastikan apakah startup itu masih bisa terus maju atau berhenti.
Sering kita jumpai banyak sekali perusahaan rintisan yang mendapat bantuan modal dari angel investors atau perusahaan modal ventura. Mereka mau menanamkan modal dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar di kemudian hari setelah perusahaan rintisan tersebut menjelma menjadi perusahaan biasa yang memberikan keuntungan besar.
Dalam praktik, kita bisa melihat bagaimana dulunya Gojek, Bukalapak, Tokopedia, Ruangguru, dan lain-lain, yang di awal operasionalnya merupakan sebuah startup, kemudian mampu menjelma menjadi unicorn dengan nilai valuasi perusahaan di atas USD1 miliar (atau setara Rp14.500 triliun).
| Baca juga: Simak! Ini 3 Langkah Pemula Bangun Startup |
Era emas perusahaan rintisan
Cerita sukses yang dialami oleh perusahaan rintisan yang sudah naik kelas tersebut tentunya mengilhami anak-anak muda yang memiliki talenta digital yang tinggi untuk mencoba membuat sebuah startup. Tidaklah mengherankan apabila dunia startup sangat identik sekali dengan generasi milenial yang sangat haus dengan inovasi dan ide-ide baru berbasis teknologi digital. Mereka berlomba-lomba membuat perusahaan rintisan di berbagai sektor kehidupan manusia, dengan tujuan untuk membuka peluang dan kesempatan baru yang belum pernah ada sebelumnya.Apabila sukses, mereka bukan hanya mendapatkan keuntungan finansial yang sangat besar, melainkan juga pengakuan yang luar biasa atas keberhasilan mewujudkan inovasi tersebut. Di Amerika Serikat sendiri, jumlah startup diperkirakan telah mencapai sekitar 71.153 (Statista, 2022). Adapun di Indonesia, jumlahnya sekitar 2.319 (Katadata, 2022).
Salah satu karakteristik dari perusahaan rintisan tersebut ialah mereka terus melakukan inovasi dan menargetkan angka pertumbuhan yang sangat tinggi. Tidaklah mengherankan apabila hanya dalam waktu sekejap mereka sudah mampu menjelma menjadi sebuah raksasa bisnis yang sangat disegani oleh para kompetitor yang sudah ada di pasar tersebut. Di balik kesuksesan itu, juga terdapat beberapa kegagalan dari perusahaan rintisan tersebut sehingga terpaksa harus menghentikan perjalanan mereka.
Studi terbaru yang dilakukan oleh Kotashev (2022) memperlihatkan angka yang mencengangkan karena sembilan dari setiap 10 startup yang berdiri akan mengalami kegagalan dalam melanjutkan usahanya. Lebih lanjut studi tersebut menunjukkan 70 persen dari mereka mengalami kegagalan dalam kurun waktu 10 tahun setelah berdiri. Untuk periode waktu lima tahun, angka kegagalannya mencapai 50 persen dan untuk tahun kedua sebesar 30 persen.