Ilustrasi. Foto: dok MI.
Ilustrasi. Foto: dok MI.

Memotret Kegagalan Perusahaan Rintisan

Media Indonesia • 25 Juli 2022 19:15
 

Faktor pemicu kegagalan

Munculnya kabar mengenai gagalnya perusahaan rintisan di berbagai negara tidak lagi menjadi berita yang mengejutkan. Namun, banyaknya startup yang gulung tikar dalam kurun waktu yang singkat, justru lebih menarik untuk dipelajari. Fenomena tersebut akan membuka wawasan kita sekaligus untuk memahami lebih jauh apa yang menjadi biang keladi dan juga solusinya.
 
Pertama, menurut Kotashev (2022), faktor utama penyebab kegagalan mereka ialah produk ataupun layanan jasa yang dijual ternyata tidak mampu diterima oleh pasar. Di saat awal, pasar menerima kedatangan produk dan layanan jasa tersebut sebagai sesuatu yang baru dan sangat menarik. Namun, dengan berjalannya waktu, ternyata produk tersebut tidak lagi menarik, kalah bersaing dengan produk ataupun layanan jasa sejenis yang ditawarkan oleh perusahaan rintisan lainnya, ataupun startup baru yang masuk ke pasar itu. Mekanisme pasar inilah yang menjadi arena pertarungan yang sesungguhnya. Dengan demikian, sukses tidaknya startup tersebut memang sangat bergantung pada pengakuan dan penerimaan oleh konsumen.
 
Kedua, masalah klasik yang sering dihadapi oleh pelaku usaha baru, termasuk perusahaan rintisan, ialah faktor cekaknya modal yang dimiliki. Di satu sisi, kemampuan berinovasi dan menemukan sesuatu yang baru akan menjadi daya pikat yang luar biasa. Namun, di sisi lainnya, tanpa didukung modal uang yang cukup maka relatif sulit untuk terus maju dan berkembang.

Oleh sebab itu, para angel investor berlomba-lomba untuk menyuntikkan dana segar ke perusahaan rintisan tersebut. Masuknya angel investor dengan menyuntikkan dana segar itu tentunya dengan hitungan bisnis untuk memperoleh imbal hasil yang besar. Kegagalan untuk memberikan imbal hasil yang ditargetkan akan berimbas dengan keluarnya para angel investor tersebut dari perusahaan rintisan.
 
Sebuah laporan yang diterbitkan oleh CBInsights (19 April 2022) menunjukkan adanya 224 startup kategori besar yang bangkrut, walaupun pada awalnya disuntik modal besar oleh para angel investor. Kegagalan itu membuktikan bahwa valuasi terhadap nilai perusahaan rintisan tersebut sudah terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan kondisi riilnya atau perusahaan konvensional lainnya.
 
Ketiga, ketidakmampuan memasarkan produk dan layanan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan rintisan tersebut menjadi salah satu penyebab produk dan layanan jasa yang mereka tawarkan tidak terserap oleh pasar. Para inovator yang mendirikan perusahaan rintisan itu sebagian adalah para teknokrat yang sangat ahli di bidang teknologi digital. Namun, mereka tidak memiliki keahlian yang memadai di bidang pemasaran sehingga apa yang mereka tawarkan tidak diterima oleh publik, ataupun publik tidak mengetahui adanya produk dan layanan jasa tersebut. Di sini memang perlu adanya riset lapangan sebelum sebuah produk diluncurkan guna mengetahui apakah produk itu memang sesuai dengan kebutuhan pasar.
 
Baca juga: Cara Perusahaan Rintisan Waspadai Bubble Burst

Keempat, adanya perpecahan di dalam tim manajemen, yang berimbas pada keluarnya beberapa pakar yang sebelumnya menjadi perintis berdirinya perusahaan rintisan itu. Perpecahan di dalam internal manajemen berakibat pada hilangnya kemampuan mereka untuk mengoperasikan dan mengembangkan perusahaan tersebut.
 
Kelima, operasional dari kegiatan usaha mereka menjadi kurang efisien sehingga rasio antara harga penjualan dan ongkos produksi menjadi tidak seimbang. Artinya, biaya produksi untuk per satu unit barang menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga barang per unitnya. Di samping itu, ketidakmampuan mereka melakukan proses produksi yang berbasis economies of scale juga mengakibatkan harga barang ataupun jasa menjadi mahal dan tidak kompetitif.
 
Keenam, terlalu sering melakukan strategi bakar duit yang dilakukan oleh perusahaan rintisan, dengan harapan untuk memperkuat penjualan dan pendapatan. Sekali atau dua kali, mungkin strategi tersebut masih masuk akal. Namun, jika dilakukan berkali-kali, dampaknya sangat membahayakan kondisi keuangan perusahaan. Apabila kedua kondisi di atas terus dibiarkan berlanjut, arus kas (cash flow) dari perusahaan rintisan akan berdarah-darah, dan sulit terhindarkan dari kebangkrutan.

Strategi untuk bertahan

Perlu dicarikan terobosan dan jalan keluar untuk menghindari kejatuhan perusahaan rintisan tersebut. Sudah banyak sekali pelajaran berharga maupun pengalaman yang bisa ditarik dari kegagalan-kegagalan startup sebelumnya. Upaya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh beberapa startup baru-baru ini mungkin perlu dilakukan untuk mencegah kejatuhan mereka. Demikian halnya dengan mencari mitra investor baru, juga perlu dilakukan untuk menjaga arus kas dan kondisi keuangan tetap stabil.
 
Penting untuk digarisbawahi bahwasanya perusahaan startup merupakan tulang punggung dari ekonomi digital. Merekalah yang mampu menciptakan jutaan lapangan kerja baru tanpa melibatkan pemerintah sehingga dapat memperkecil angka pengangguran di masyarakat. Selain itu, kemampuan untuk menjelma menjadi raksasa bisnis dengan omzet triliunan rupiah menjadikan mereka sebagai motor baru penggerak perekonomian.
 
Untuk itulah, pemerintah perlu memberikan pembinaan dan pelatihan bagi startup kecil, khususnya di bidang manajemen keuangan dan pemasaran. Pemerintah pun perlu memberikan insentif pajak dan dukungan dana dengan bunga rendah, khususnya bagi startup yang bersifat strategis dan memiliki dampak ekonomi besar.
 
Agus Sugiarto
Kepala OJK Institute
*Tulisan ini merupakan pendapat pribadi
Dikutip dalam kolom Pakar Media Indonesia

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AHL)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan