INDEKS Harga Saham Gabungan (IHSG) minim menunjukkan performa terbaiknya di April ini termasuk saat memasuki bulan suci Ramadan. Level tertinggi sebelumnya di 6.500 masih belum tercapai. Sentimen positif tidak terlihat membanjiri pasar modal Indonesia dan yang ada justru katalis negatif seperti terus melonjaknya imbal hasil obligasi Pemerintah AS.
Melonjaknya imbal hasil obligasi Pemerintah AS terutama bertenor 10 tahun terus menjadi perhatian para investor. Adapun lonjakan tersebut diindikasikan sebagai sinyal ekonomi Paman Sam mulai membaik. Kondisi itu didukung oleh sikap Federal Reserve yang konsisten dengan kebijakan moneter longgar demi meningkatkan inflasi bisa di atas dua persen.
Tak hanya itu, bank sentral AS berencana akan membiarkan inflasi tetap bergerak di atas dua persen, ketika target tersebut sudah tercapai. Inflasi yang dipertahankan di atas dua persen bertujuan agar perekonomian Paman Sam 'kepanasan' atau overheating. Upaya itu dilakukan Fed agar ekonomi AS bisa menutupi kerugian yang diderita ketika pandemi terjadi di 2020.
Namun, kondisi itu memberikan efek negatif bagi gerak pasar saham termasuk di pasar modal Indonesia. Melonjaknya imbal hasil obligasi AS membuat investor asing 'kembali atau pulang kampung' karena imbal hasil investasi yang ditawarkan di AS lebih menjanjikan. Hal itu yang juga membuat investor asing berskala global mulai mengurangi porsi sahamnya di Indonesia.
Economist Mirae Asset Sekuritas Anthony Kevin memperkirakan imbal hasil obligasi AS di April ini akan terus naik dan bakal bergerak normal di Mei 2021. Namun, mulai meredanya kenaikan imbal hasil obligasi di Mei tidak mengartikan IHSG dan nilai tukar rupiah bakal berhenti melemah. Kondisi ini patut diperhatikan oleh para investor.
Mirae Asset Sekuritas memprediksi IHSG terkonsolidasi downtrend sebagai support 5.892-5.735 dan resisten 6.195-6.281. Setidaknya ada dua faktor positif yang dapat mendukung pergerakan IHSG ke depan tetapi masih akan terdilusi oleh satu faktor negatif yaitu kondisi makroekonomi.
Sentimen positif pertama adalah laporan kinerja keuangan emiten setahun penuh di 2020 dan kuartal I-2021. Kedua adalah aksi korporasi beberapa emiten, terutama musim dividen. Tercatat akan ada beberapa emiten unggulan yang memiliki imbal hasil dividen tinggi.
Beberapa di antaranya adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO) 3,3 persen, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) 3,2 persen, PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) 2,7 persen, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) 2,7 persen, PT Astra International Tbk (ASII) 2,3 persen, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) 2,2 persen, dan PT United Traktors Tbk (UNTR) 2,1 persen.
Prospek perbaikan ekonomi global masih positif
Dari sisi makroekonomi, prospek perbaikan ekonomi global yang positif masih dibatasi kondisi di dalam negeri yang belum cukup baik. Beberapa kondisi utama adalah distribusi vaksinasi covid-19 yang masih lambat dan perekonomian kelas menengah ke bawah yang belum membaik.
Dari global, ada beberapa sentimen positif utama yang diprediksi dapat memberikan dorongan untuk penguatan pasar. Sentimen itu, didukung oleh angka aktif covid-19 dunia yang turun signifikan, kampanye vaksin terbesar sepanjang masa, dan prospek pemulihan ekonomi yang sesuai jalurnya.
FOLLOW US
Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan