Ilustrasi. FOTO: Medcom.id
Ilustrasi. FOTO: Medcom.id

Jelang 2 Tahun Kepemimpinan Jokowi

Rekam Jejak hingga Arah IHSG dan Rupiah

Angga Bratadharma • 04 Oktober 2021 13:46

Dana IPO terbesar sepanjang sejarah
 
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat penghimpunan dana melalui aksi penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) tahun ini terbesar sepanjang sejarah pasar modal Indonesia. Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, per 16 September 2021 telah terkumpul dana IPO sebesar Rp32,14 triliun dari 38 perusahaan.
 
"Nilai tersebut merupakan perolehan dana terbesar yang dihimpun perusahaan melalui IPO sejak Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada 1977," kata Nyoman.
 
Nyoman menjelaskan sebelumnya penghimpunan dana terbesar tercatat pada 2010. Saat itu total dana yang dihimpun melalui aksi IPO sebesar Rp29,67 triliun yang diperoleh dari 23 perusahaan. Sedangkan hingga 28 September 2021, OJK mencatat jumlah penawaran umum yang dilakukan emiten mencapai 134, dengan total penghimpunan dana Rp264,5 triliun.

Dari jumlah penawaran umum tersebut, 37 di antaranya dilakukan oleh emiten baru. Dalam pipeline saat ini terdapat 73 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran Rp35,72 triliun.
 
Rekam Jejak hingga Arah IHSG dan Rupiah
Seorang investor sedang memantau pergerakan pasar saham. FOTO: MI/ROMMY PUJIANTO
 
Berangkat dari angin segar itu, BEI optimistis kegiatan penawaran saham perdana oleh perusahaan akan lebih banyak di tahun depan. Keyakinan tersebut dengan melihat beberapa indikator pasar tumbuh positif sepanjang 2021, seperti RNTH dan jumlah investor pasar modal.
 
Per 13 September 2021, bursa mencatat RNTH tembus 13,07 triliun. Sementara jumlah investor pasar modal sudah mencapai 6,1 juta dari sisi SID. "Kami optimistis kegiatan IPO di tahun depan akan lebih menjanjikan," kata I Gede Nyoman Yetna.
 
Menguat di tengah ketidakpastian
 
Tak hanya pasar modal yang terus memamerkan keseksiannya. Rupiah juga memperlihatkan taringnya. Pasalnya, kurs rupiah mampu menguat di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang belum sepenuhnya mereda. Nilai tukar rupiah pada 20 September 2021 menguat 0,94 persen secara rerata dan 0,18 persen secara point to point ketimbang level Agustus 2021.
 
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan penguatan nilai tukar rupiah didorong oleh persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik, terjaganya pasokan valas domestik, dan langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia. Dengan perkembangan tersebut, rupiah sampai dengan 20 September 2021 masih mencatat depresiasi sebesar 1,35 persen (ytd).
 
Depresiasi itu dibandingkan dengan level akhir 2020 atau relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand. Perry menegaskan Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya.
 
"Dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar," tuturnya.
 
Tak hanya dari aspek moneter. Area fiskal juga mampu memberikan hadiah berupa sentimen positif dari rencana pemerintah yang kembali berencana menggelar program pengampunan pajak jilid kedua atau tax amnesty. Rencana itu memberikan kekuatan bagi rumah untuk menyalip dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan akhir pekan lalu.
 
Dengan rencana tax amnesty, wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan kepada negara. Kebijakan ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang sudah selesai tahap satu.
 
 
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan