Ilustrasi. FOTO: MI/ANGGA YUNIAR
Ilustrasi. FOTO: MI/ANGGA YUNIAR

PR Panjang saat Keluar dari Resesi

Angga Bratadharma • 10 Agustus 2021 13:56

Pertama, pemberian bantuan sosial tunai minimal Rp1 juta-Rp1,5 juta per keluarga penerima dengan jumlah keluarga penerima bantuan ditambah menjadi 15-25 juta. Kedua, bantuan uang sewa untuk pengusaha kecil di pusat perbelanjaan, minimum 30-40 persen dari biaya sewa selama satu bulan hingga Agustus.
 
Ketiga, pemerintah dapat menyediakan subsidi internet gratis satu GB di pukul 08.00 pagi hingga 18.00 sore teruntuk UMKM yang beralih ke jual beli daring. Keempat, pemberian subsidi ongkos kirim bagi produk lokal di pasar daring. Kelima perpanjangan restrukturisasi pinjaman bagi pelaku usaha UMKM yang kesulitan membayar cicilan pokok dan bunga.
 
"Terakhir, Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebaiknya memasukkan pekerja sektor informal yang sebagian tidak memiliki akun BPJS Ketenagakerjaan aktif," tuturnya.
 
Tumbuh paling lambat
 
Sementara itu, kritikan keras keluar dari mulut Ekonom Senior Faisal Basri. Menurutnya Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi paling lambat. "Kalau kurangi pertumbuhan ekonomi triwulan kedua 2021 dengan 2020, Indonesia tergolong paling lambat,” kata Faisal.

Faisal menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebaiknya tidak hanya dibandingkan dengan triwulan sebelumnya atau triwulan pertama. Indonesia harus membandingkan dengan negara lain. "Nomor satu paling tinggi itu Singapura. Lalu, Uni Eropa, Filipina, Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan negara lain yang datanya belum keluar," jelas Faisal.
 
Namun, dirinya tak menampik pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam. Namun, negara dengan julukan The Land of Blue Dragon itu tidak pernah mengalami resesi saat pandemi. Adapun perbandingan dilakukan pada triwulan II-2021 dengan triwulan II-2020 dikarenakan semua negara tengah mengalami kemerosotan ekonomi.
 
PR Panjang saat Keluar dari Resesi
 
Hingga kini, kecepatan perbaikan ekonomi Indonesia hanya mencapai angka sekitar 14 persen. Angka ini disebut masih jauh tertinggal dari negara Asia lain, yaitu Singapura yang telah mampu mencapai angka 27 persen.
 
Di sisi lain, mantan Menteri Keuangan Chatib Basri memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya berkisar empat persen. Hal itu disebabkan oleh pembatasan aktivitas masyarakat yang kembali dilakukan pemerintah pada Juli lalu untuk mengurangi penyebaran virus covid-19 varian delta.
 
"Mungkin kita sulit mencapai lima persen. Pertumbuhan kita ada pada kisaran sedikit di bawah empat persen atau empat persen lebih sedikit," kata Chatib.
 
Ia mengungkapkan dalam memprediksi pertumbuhan ekonomi sekarang ini cukup sulit karena terdapat satu variabel yang tidak bisa diprediksi yaitu pandemi. Dia bilang, saat ini pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada pengendalian pandemi.
 
"Karena ada satu variabel yang tidak bisa kita prediksi yaitu pandemi. Jadi ini akan sangat tergantung. Kalau varian mutan terjadi mau tidak mau pemerintah harus mengetatkan mobilitas," tuturnya.
 
Namun jika mengacu pada perbaikan ekonomi di kuartal II-2021, Chatib melanjutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal berikutnya akan membentuk kurva W. Pada kuartal III-2021 pertumbuhan ekonomi akan kembali melambat. Lalu pada kuartal IV akan kembali meningkat.
 
"Jadi polanya W. Semuanya tergantung dari kemampuan kita meng-addres pandemi," ucapnya.
 
Untuk mengendalikan pandemi tersebut, Chatib menegaskan, pembentukan kekebalan kelompok secara nasional harus benar-benar dilakukan sehingga tidak mengganggu jalannya mobilitas ekonomi. "Karenanya saya katakan vaksin itu menjadi sangat penting. Kalau kekebalan kelompok dapat. Kalau kena efeknya tidak akan terlalu mengganggu mobilitas," tutupnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ABD)
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan