Ilustrasi. FOTO: MI/ANGGA YUNIAR
Ilustrasi. FOTO: MI/ANGGA YUNIAR

PR Panjang saat Keluar dari Resesi

Angga Bratadharma • 10 Agustus 2021 13:56

Berbagai stimulus yang diberikan pemerintah ini belum termasuk belanja pemerintah lainnya yang bisa berdampak positif terhadap perekonomian. Misalnya saja pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan pensiunan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI/Polri, maupun pensiunan.
 
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2021 lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa negara tetangga atau beberapa negara sekitar. Negara-negara itu seperti India di kuartal II hanya tumbuh 1,6 persen, Vietnam 6,6 persen, Korsel 5,69 persen, dan Jepang justru minus 1,6 persen.
 
Ekonomi RI masih belum pulih
 
Meski banyak pihak bersuka cita karena Indonesia keluar dari resesi, namun bukan berarti ekonomi Indonesia sudah kembali cerah. Semua pihak harus menyadari bahwa perekonomian di Tanah Air masih belum pulih. Peringatan itu pun turut disuarakan Kepala BPS Margo Yuwono beberapa waktu lalu saat mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2021.

"Secara teknis kalau keluar dari resesi itu ya, resesi itu kan kalau dua kuartal itu tumbuhnya negatif. Namun catatan saya tadi meski sudah tumbuh positif, sudah ada perbaikan, namun itu belum kembali pada kondisi ekonomi sebelum pandemi covid. Artinya tumbuh tiga persen (secara kuartalan), kalau sebelum covid itu empat persenan," kata Margo.
 
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia juga mengeluarkan nada kehati-hatian terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini. Menurutnya pertumbuhan ekonomi di Tanah Air untuk 2021 belum final. Pasalnya, meski mencatat pertumbuhan 7,07 persen di kuartal II namun masih ada sisa paruh kedua.
 
"Kalau saya analogikan seperti olimpiade, kita ini belum babak final, karena hasil satu tahun pertumbuhan itu nanti Desember. Saya katakan ini belum final. Setiap negara belum punya strategi. Kalau bicara kecepatan harus di atas dua digit, kita belum maksimal. Dan pertumbuhan yang ada sekarang 7,07 persen itu di April, Mei, Juni. Jadi jangan salah persepsi," tuturnya.
 
PR Panjang saat Keluar dari Resesi
 
Sementara itu, Ekonom Bhima Yudhistira memberikan kritik bahwa kualitas tingkat serapan kerja diperkirakan masih rendah sepanjang tahun ini walaupun perekonomian Indonesia berhasil tumbuh positif mencapai 7,07 persen (yoy) pada triwulan II-2021.
 
"Untuk kualitas pertumbuhan di kuartal ke II sebenarnya rendah meski pertumbuhan sampai tujuh persen," ujar Bhima.
 
Baginya, kualitas pertumbuhan, yakni hubungan antara pertumbuhan dengan serapan tenaga kerja lebih penting dibandingkan dengan kualitas tingkat serapan kerja. Dia menyampaikan bahwa berbagai sektor yang bertumbuh justru pada sektor non-tradable atau yang tak menghasilkan barang, seperti jasa keuangan, transportasi, perhotelan, dan perdagangan.
 
Sementara pada sektor tradable yang serapan tenaga kerjanya besar, disebutkan hanya sektor pertanian yang bertumbuh 0,38 persen yoy dan sektor industri sebesar 6,58 persen. "Di kuartal ketiga, tantangan lebih berat lagi untuk sektor produktif, khususnya yang pasarnya dalam negeri," jelas dia.
 
Bahkan, tambahnya, permasalahan angkatan kerja baru akan meningkatkan persaingan kerja karena ada penambahan 2-3 juta orang per tahun. Proyeksi tingkat pengangguran pada Agustus 2021 diperkirakan mencapai angka 7-7,5 persen atau meningkat dua persen sebelum pandemi di Agustus 2019.
 
Sementara itu, Bhima berpendapat cara untuk meredam terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pengangguran adalah mendorong apapun yang berorientasi ekspor. Bagi yang terimbas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) maka perlu didukung dari berbagai sektor.
 
 
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan