"Karena kami diawasi oleh OJK untuk bisa memberikan solusi perlindungan yang nantinya memberikan perlindungan secara finansial sehingga tujuan nasabah bisa lebih tercapai. Proyeksi ke depan semakin baik di tengah persaingan yang semakin ketat tetapi kita harus tetap memberikan inovasi dalam hal pelayanan maupun pelayanan menambah nilai tambah," tuturnya.
Di sisi lain, covid-19 yang sempat mengamuk di Indonesia membuat masyarakat kian gigih mencari tahu tentang produk asuransi. Namun demikian, ketika pandemi mulai terkendali seperti sekarang ini, sebagian besar dari masyarakat seakan balas dendam untuk bertamasya atau sekadar staycation. Kondisi itu tentu membuka peluang tumbuhnya produk asuransi perjalanan.
"(Tapi) saya secara personal melihat produk asuransi kesehatan masih menjadi salah satu produk yang dilihat dan dicari. Pandemi itu membuat orang jadi khawatir dan tingkat okupansi di rumah sakit (saat covid-19 mengamuk) tinggi. Biayanya juga sangat fluktuatif dan tergantung dari tingkat keparahan sakitnya, apakah ada komorbid atau tidak," tuturnya.
Primadona
Kondisi itu, lanjutnya, yang membuat dirinya yakin asuransi kesehatan akan tetap menjadi primadona meski industri perjalanan mulai menggeliat sekarang dan menimbulkan katalis positif bagi produk asuransi perjalanan. Pasalnya, masyarakat akan tetap mencari asuransi kesehatan demi memproteksi diri dari covid-19.
"Biaya-biaya medisnya akan relatif sangat luas (bagi perawatan covid-19). Asuransi kesehatan dipastikan masih menjadi salah satu primadona yang dilirik karena masyarakat memang perlu perlindungan ini," ucap Ano.
Harus terus ditingkatkan
Chief Marketing Officer Allianz Life Indonesia Karin Zulkarnaen menambahkan pemahaman masyarakat tentang produk asuransi harus terus ditingkatkan. Ia tidak memungkiri pandemi covid-19 membuat pemahaman masyarakat tentang asuransi meningkat. Hal itu dibuktikan dengan kepemilikan asuransi jiwa tumbuh 2,7 persen di kuartal I-2021 ketimbang kuartal I-2020.

Chief Marketing Officer Allianz Life Indonesia Karin Zulkarnaen. FOTO: Medcom.id/Angga Bratadharma
"Namun kita melihat ada survei yang menunjukkan masyarakat Indonesia ini punya gaya hidup yang konsumtif dan infonya 28 persen masyarakat Indonesia itu lebih besar pengeluaran daripada penghasilan. Itu yang membuat kami khawatir karena 28 persen terjadi banyak di usia produktif," tambahnya.
Bahkan, masih kata Karin, data dari Dana Pensiun Lembaga Keuangan menunjukkan anak muda atau gen Z baru mencapai 32 persen yang memulai persiapan masa pensiun. Anak muda tersebut masih berpikir bahwa masa pensiun masih lama. Padahal, waktu merupakan komponen yang sangat penting dalam mempersiapkan masa pensiun.
"Karena dengan waktu yang kita miliki juga makin panjang jadi bisa mulai menabung untuk nantinya masa pensiun. Pemahaman tentang asuransi memang masih ala kadarnya. Karenanya kami melakukan edukasi untuk mendukung program dari pemerintah terutama meningkatkan penetrasi asuransi jiwa," tuturnya.
Tahapan
Agency Program Head Allianz Life Indonesia Aditya Sumirat mengatakan ada alasan mengapa seseorang memerlukan produk asuransi. Menurutnya kehidupan ini ada tahapan. Dari anak-anak ke dewasa, menikah, mempunyai anak, dan memasuki masa pensiun. Dalam tiap tahapan itu ada kebutuhan yang salah satunya keuangan yang harus dipenuhi.
"Misalnya ketika mau beli rumah. Punya anak lalu kita berpikir untuk kita siapkan biayanya atau mempersiapkan dana pensiun. Setiap orang punya tujuan atau kebutuhan keuangan yang diperlukan di setiap tahap kehidupannya," ucapnya.
Namun dalam perjalanannya, tambahnya, risiko selalu terjadi dan menghalangi tujuan keuangan tersebut. Misalnya pencari nafkah meninggal dunia dan membuat keluarga yang ditinggalkan mengalami kesulitan keuangan. Risiko lainnya adalah ketika seseorang panjang umur. Tak ditampik panjang umur memang sebuah keberkahan tapi tetap ada risiko.