Ilustrasi. FOTO: Media Indonesia
Ilustrasi. FOTO: Media Indonesia

Euforia Biden di Ekonomi Indonesia

Angga Bratadharma • 11 November 2020 13:54
PEMILIHAN Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) selesai sudah. Berdasarkan penghitungan, Joe Biden unggul dari Donald Trump. Kemenangan Biden memberi efek positif tidak hanya di AS semata melainkan di seluruh dunia. Bursa saham Wall Street pun sempat melonjak tajam usai pengumuman kemenangan Biden, yang juga didorong oleh berita tentang vaksin covid-19.
 
Joe Biden dijadwalkan masuk ke Gedung Putih sebagai Presiden AS pada Januari 2021. Biden memiliki peluang besar untuk memulihkan kembali Amerika Serikat mengingat ia memiliki visi dari sisi ekonomi untuk menaikkan upah minimum, menulis ulang kode pajak, dan mengenakan pajak kepada orang kaya, yang sangat berbeda dengan kebijakan Donald Trump.
 
Berdasarkan data yang dihimpun Medcom.id, Rabu, 11 November 2020, jika dirinci dalam manifesto kebijakan ekonominya Biden akan melakukan kebijakan baru seperti menaikkan berbagai macam pajak termasuk pajak korporasi yang diprediksi naik 15 persen.

Terkait belanja negara, Biden berjanji memberikan stimulus fiskal yang jauh lebih besar yakni sekitar USD2,5 triliun selama periode 2021-2024.
 
Biden memang memiliki visi misi yang ambisius. Rencana lain Bidenomics termasuk investasi infrastruktur USD1,3 triliun bersama dengan peningkatan upah minimum menjadi USD15 per jam. Kemudian memperluas cuti medis dan keluarga yang dibayar, dan kebijakan membeli produk lokal Amerika (buy American) untuk meningkatkan manufaktur domestik AS.
 
Namun, mantan wakil presiden berusia 77 tahun itu pertama-tama harus menaklukkan pandemi virus korona dan menavigasi Kongres yang rentan terpecah. Tantangan Biden tidak mudah karena seperti era mantan Presiden Barack Obama, di bawah masa jabatannya sebagai wakil presiden, Biden menjabat dengan perekonomian yang sedang terguncang.
 
Euforia Biden di Ekonomi Indonesia
Joe Biden FOTO: AFP
 
Pemerintah AS memang sudah mengesahkan paket stimulus Undang-Undang CARES senilai USD2,2 triliun pada Maret lalu dan terlihat membantu meredam beberapa kerusakan yang disebabkan oleh penutupan bisnis untuk menghentikan penyebaran covid-19. Tetapi, bagian-bagian penting dari undang-undang itu berakhir dan ekonomi masih jauh dari sembuh.
 
"Dia memiliki agenda kebijakan yang ambisius, sulit untuk membantahnya. Anda pasti bisa membantah bahwa itu tidak cukup ambisius," kata Direktur Kebijakan Ekonomi di Pusat Kebijakan Bipartisan Shai Akabas.
 
Bawa sentimen positif
 
Kemenangan Biden dalam Pilpres AS diharapkan membawa sentimen positif di Indonesia. Katalis positif itu menjadi penting mengingat Indonesia sedang dalam momentum pemulihan ekonomi usai terhantam covid-19. Perbaikan ekonomi AS di bawah komando Biden diharapkan berimbas kepada dunia termasuk Indonesia.
 
Kemenangan Biden tidak dipungkiri memberi efek nyata secara positif terhadap beberapa indikator perekonomian Indonesia. Misalnya nilai tukar rupiah yang terus menguat tanpa henti pada pekan lalu hingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus mampu mempertahankan tren hijaunya.
 
 

Bahkan, rupiah kini tengah mencoba ke bawah level Rp14 ribu per USD. Sedangkan selama periode sepekan, yaitu 2-6 November 2020, pasar modal Indonesia mencatatkan pergerakan data perdagangan yang didominasi di zona positif. IHSG naik 4,04 persen mencapai level 5.335 dari posisi 5.128 pada penutupan pekan yang lalu.
 
"Hasil pemilu AS diharapkan dapat menimbulkan sentimen positif. Dan di kita sendiri, kita melihat Indonesia ada pada momentum pembalikan dari ekonomi kita," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
 
Meski demikian, pemerintah tentu diharap tidak bergantung semata-mata kepada euforia kemenangan Biden dan kebijakan yang diambil Pemerintahan Biden. Pemerintah Indonesia harus tetap bekerja keras dengan tujuan menjaga momentum perbaikan ekonomi agar tetap bisa dipertahankan di kuartal IV, bahkan sampai tahun depan.
 
Upaya itu harus dilakukan mengingat pandemi covid-19 sudah memberikan dampak luar biasa tidak hanya di sisi kesehatan, tetapi juga masalah lainnya. Setelah hampir 10 bulan berlalu sejak covid-19 diumumkan sebagai pandemi, telah banyak dampak yang ditimbulkannya.
 
Sampai saat ini, semua negara di dunia masih berupaya mengendalikan pandemi covid-19 yang berlangsung. Upaya pengendalian tidak boleh berhenti mengingat Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa telah mengalami gelombang kedua dari pandemi covid-19 menjelang akhir tahun ini.
 
"Kita melihat upaya semua negara, bagaimana mereka mengendalikan covid, menekan tingkat kematian, dan meningkatkan terus tingkat kesembuhan, termasuk upaya menemukan vaksin yang efektif dan bisa dilakukan vaksinasi," kata Sri Mulyani.
 
Perang dagang AS-Tiongkok
 
Di sisi lain, kemenangan Biden akan berdampak terhadap perubahan peta perekonomian dunia. Salah satu topik utama yang menjadi sorotan usai kemenangan Biden adalah terkait perang dagang dengan Tiongkok yang telah berjalan beberapa tahun terakhir selama Pemerintahan Trump.
 
Perang dagang ini secara tidak langsung menekan kinerja ekspor dan impor dunia, termasuk perekonomian Indonesia. Dalam hal ini, Biden diproyeksikan beberapa pengamat akan mengurangi tensi hubungan dagang dengan Tiongkok.
 
Grant Thornton Indonesia melihat kemenangan Biden akan menurunkan tensi perang dagang antara Amerika dan Tiongkok yang dapat mendorong nilai komoditas global secara umum dan menjaga pasar keuangan global tetap stabil. Tentunya kedua hal tersebut akan menguntungkan ekspor dan nilai tukar Indonesia.
 
Namun di sisi lain, turunnya tensi perang dagang di era Biden yang diperkirakan mengatasi sengketa perdagangan dengan Tiongkok melalui organisasi perdagangan dunia (WTO), dapat mengurangi rencana investor di Tiongkok untuk memindahkan pabriknya ke negara lain yang belakangan ini cukup menjadi fokus Pemerintah Indonesia untuk mendapatkan keuntungan ini.
 
 

Artinya bukan tidak mungkin muncul risiko terhambatnya arus aliran investasi asing langsung (FDI). Meski demikian, Managing Partner Grant Thornton Indonesia Johanna Gani berharap kemenangan Biden dapat membawa sentimen positif bagi Indonesia dengan perubahan kebijakan ekonomi yang akan diambil AS dalam empat tahun ke depan yang berbeda dari Trump.
 
"Ketidakpastian ekonomi akibat perang dagang dan pandemi sepanjang 2020 diharapkan dapat segera pulih dan hubungan dagang Indonesia–Amerika Serikat tetap akan stabil dan bergerak lebih positif," kata Johanna.
 
Untuk diketahui ekonomi AS merupakan 30 persen dari perekonomian dunia. Ketika AS melakukan stimulus besar, dampaknya akan besar bagi seluruh dunia, termasuk Indonesia. Laporan terbaru Lembaga riset Moody’s Analytics memproyeksikan ekonomi AS akan tumbuh lebih tinggi dengan terpilihnya Biden sebagai Presiden AS yakni naik 4,2 persen pada periode 2021-2024.
 
Tantangan
 
Terlepas dari potensi dan peluang yang muncul dari kemenangan Biden, namun ada tantangan yang harus diantisipasi Indonesia. Hal itu terkait dengan kebijakan luar negeri Biden yang perlu diantisipasi beberapa waktu ke depan.
 
Pasalnya sepanjang masa kampanye Biden menggaungkan program-program pemulihan ekonomi yang berbasiskan pada semangat produk lokal dan pengembangan industri manufaktur dalam negeri. Hal itu ditandai dengan program Buy American yang ditargetkan dapat menghimpun pendapatan sebesar USD400 miliar pada tahun pertama kepemimpinan Biden.
 
"Untuk kemudian (program Buy American) digunakan menggerakkan perekonomian dalam negeri dan mendorong investasi pada sektor clean energy," kata Peneliti CIPS Pingkan Audrine Kosijungan.
 
Melalui program Buy American ala Biden, belanja Pemerintah AS akan dipusatkan kepada produk-produk dalam negeri dan memperketat penerapan kandungan lokal pada produk-produk yang berlabelkan Made in America. Melihat kondisi itu, Indonesia dapat memfokuskan diri menyasar pasar AS melalui ekspor untuk produk-produk nonmanufaktur.
 
Potensi lain yang juga dapat dikembangkan terletak pada industri mobil elektrik yang tengah dikembangkan Indonesia. Melihat target ambisius dari Biden untuk menjadikan Amerika Serikat eksportir global untuk produk manufaktur ramah lingkungan, menjalin kerja sama di ranah ini merupakan sebuah peluang menjanjikan.
 
Namun demikian, Indonesia juga harus memastikan bahwa perpanjangan Generalized System of Preference (GSP) yang diberikan beberapa waktu lalu ketika Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo melawat ke Indonesia masih dapat dimanfaatkan sesuai dengan pembaruan status tersebut.
 
Hal itu penting untuk terus dikembangkan mengingat tidak semua negara mendapatkan fasilitas GSP ini dan hanya negara yang mengajukan dan disetujui oleh Pemerintah Amerika Serikat saja yang dapat menerimanya.
 
"Adapun manfaat yang didapat dari diperpanjangnya status GSP ini bagi Indonesia adalah terlepasnya bea masuk bagi produk-produk ekspor Indonesia ke pasar Amerika Serikat yang saat ini jumlahnya berada di kisaran 800 komoditas," kata Pingkan.
 
Bawa kepastian ekspor
 
Lebih lanjut, terpilihnya Joe Biden dalam bursa Pilpres AS diharapkan membawa kepastian ekspor, terutama produk Indonesia ke AS. Meski demikian, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Pradnyawati menegaskan, Kemendag siap menghadapi hambatan ekspor produk Indonesia ke AS yang bisa saja muncul di era Joe Biden.
 
 

"Dengan terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden AS menggantikan Donald Trump kami berharap kepemimpinannya akan membawa arah dan kebijakan sektor perdagangan sejalan dengan kesepakatan-kesepakatan multilateral di bawah WTO," kata Pradnyawati.
 
Sosok Biden cukup dikenal sebagai tokoh yang pro terhadap multilateralisme dalam menjalankan kebijakan politik maupun ekonomi. Relasi dagang dan investasi Indonesia-AS terbilang cukup stabil saat dipimpin oleh Presiden AS dari Partai Demokrat seperti di era Barack Obama.
 
"Hal ini (kesepakatan multilateral) tentunya menciptakan kepastian yang lebih baik dalam relasi dagang dan investasi khususnya dengan Indonesia," tutur Pradnyawati.
 
Meski tantangan ekspor Indonesia ke AS tak akan lebih mudah, namun peluang peningkatan masih ada saat Biden memimpin Negeri Paman Sam. Strategi yang telah disusun Kemendag, kata Pradnyawati, perlu disambut maksimal pelaku usaha di Tanah Air dalam mengisi pasar AS.
 
"Untuk mewujudkan ekspor produk Indonesia tetap tinggi ke AS tentunya tidak cukup hanya dengan penyusunan strategi, tetapi perlu dukungan dan kerja keras semua pihak terutama eksportir dalam melihat setiap peluang yang ada," paparnya.
 
Negara AS hingga kepemimpinan Donald Trump berlangsung, masih menjadi tujuan utama ekspor produk buatan Indonesia. Angka surplus neraca perdagangan yang masih berada di posisi Indonesia perlu terus dipertahankan.
 
"Saat ini hubungan perdagangan bilateral Indonesia–AS masih surplus di pihak Indonesia, sepanjang 2019 tercatat nilai USD12,4 miliar atau kenaikan sebesar 2,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan