Artinya bukan tidak mungkin muncul risiko terhambatnya arus aliran investasi asing langsung (FDI). Meski demikian, Managing Partner Grant Thornton Indonesia Johanna Gani berharap kemenangan Biden dapat membawa sentimen positif bagi Indonesia dengan perubahan kebijakan ekonomi yang akan diambil AS dalam empat tahun ke depan yang berbeda dari Trump.
"Ketidakpastian ekonomi akibat perang dagang dan pandemi sepanjang 2020 diharapkan dapat segera pulih dan hubungan dagang Indonesia–Amerika Serikat tetap akan stabil dan bergerak lebih positif," kata Johanna.
Untuk diketahui ekonomi AS merupakan 30 persen dari perekonomian dunia. Ketika AS melakukan stimulus besar, dampaknya akan besar bagi seluruh dunia, termasuk Indonesia. Laporan terbaru Lembaga riset Moody’s Analytics memproyeksikan ekonomi AS akan tumbuh lebih tinggi dengan terpilihnya Biden sebagai Presiden AS yakni naik 4,2 persen pada periode 2021-2024.
Tantangan
Terlepas dari potensi dan peluang yang muncul dari kemenangan Biden, namun ada tantangan yang harus diantisipasi Indonesia. Hal itu terkait dengan kebijakan luar negeri Biden yang perlu diantisipasi beberapa waktu ke depan.
Pasalnya sepanjang masa kampanye Biden menggaungkan program-program pemulihan ekonomi yang berbasiskan pada semangat produk lokal dan pengembangan industri manufaktur dalam negeri. Hal itu ditandai dengan program
Buy American yang ditargetkan dapat menghimpun pendapatan sebesar USD400 miliar pada tahun pertama kepemimpinan Biden.
"Untuk kemudian (program
Buy American) digunakan menggerakkan perekonomian dalam negeri dan mendorong investasi pada sektor
clean energy," kata Peneliti CIPS Pingkan Audrine Kosijungan.
Melalui program
Buy American ala Biden, belanja Pemerintah AS akan dipusatkan kepada produk-produk dalam negeri dan memperketat penerapan kandungan lokal pada produk-produk yang berlabelkan
Made in America. Melihat kondisi itu, Indonesia dapat memfokuskan diri menyasar pasar AS melalui ekspor untuk produk-produk nonmanufaktur.
Potensi lain yang juga dapat dikembangkan terletak pada industri mobil elektrik yang tengah dikembangkan Indonesia. Melihat target ambisius dari Biden untuk menjadikan Amerika Serikat eksportir global untuk produk manufaktur ramah lingkungan, menjalin kerja sama di ranah ini merupakan sebuah peluang menjanjikan.
Namun demikian, Indonesia juga harus memastikan bahwa perpanjangan
Generalized System of Preference (GSP) yang diberikan beberapa waktu lalu ketika Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo melawat ke Indonesia masih dapat dimanfaatkan sesuai dengan pembaruan status tersebut.
Hal itu penting untuk terus dikembangkan mengingat tidak semua negara mendapatkan fasilitas GSP ini dan hanya negara yang mengajukan dan disetujui oleh Pemerintah Amerika Serikat saja yang dapat menerimanya.
"Adapun manfaat yang didapat dari diperpanjangnya status GSP ini bagi Indonesia adalah terlepasnya bea masuk bagi produk-produk ekspor Indonesia ke pasar Amerika Serikat yang saat ini jumlahnya berada di kisaran 800 komoditas," kata Pingkan.
Bawa kepastian ekspor
Lebih lanjut, terpilihnya Joe Biden dalam bursa Pilpres AS diharapkan membawa kepastian ekspor, terutama produk Indonesia ke AS. Meski demikian, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Pradnyawati menegaskan, Kemendag siap menghadapi hambatan ekspor produk Indonesia ke AS yang bisa saja muncul di era Joe Biden.