Kondisi saat ini, kapasitas rumah-rumah sakit dan tenaga kesehatan yang terbatas semakin mempersulit penanganan covid-19 di lapangan. Sampai dengan pukul 09.53 GMT pada 23 Juli 2021, jumlah kasus positif mencapai 3.033.339, kasus aktif sebesar 561.384, dan tingkat kematian 79.032.
Persoalan kesehatan yang dihadapi Indonesia saat ini menunjukkan persoalan mendasar terkait paradigma pembangunan negara selama ini. Paradigma pembangunan selama ini yang cenderung short-sighted dan hanya menekankan pada pendekatan pertumbuhan ekonomi semata. Pada akhirnya mengekspos salah satu persoalan pembangunan mendasar yang dihadapi Indonesia, yakni masalah kesehatan.
Cara pandang yang sekadar menyamakan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi semata, berkontribusi besar terhadap kegagalan fundamental dalam pembangunan sektor kesehatan.
Persoalan lemahnya sektor kesehatan Indonesia sebenarnya bukan hal yang baru dan sudah ada sejak sebelum persoalan covid-19. Level kesehatan Indonesia dalam konteks internasional adalah tergolong rendah, berdasarkan laporan World Economic Forum-Global Competitiveness Index 2019 Indonesia berada dalam posisi 96 dari 141 negara dan berada diposisi enam di ASEAN, di bawah Singapura (1), Thailand (38), Brunei (62), Malaysia (66), dan Vietnam (71).
Dengan menggunakan Human Development Index (HDI) dari UNDP (2020) Indonesia juga berada dalam posisi enam di bawah negara-negara ASEAN tersebut di atas terkait ranking kesehatan (berdasarkan life expectancy). Belum lagi kalau kita soroti persoalan stunting yang mencapai 37 persen, hal ini menurut Bank Dunia melebihi banyak negara di Asia Tenggara seperti Myanmar (35 persen), Filipina (33 persen), Vietnam (23 persen), Malaysia (17,5 persen), dan Thailand (16 persen). Juga fakta lain yang kurang menggembirakan terkait tingkat kematian Ibu dalam proses kelahiran (maternal mortality ratio), yang mencapai 177 untuk setiap 100 ribu kelahiran, bandingkan dengan rata-rata negara maju (OECD) yang hanya berjumlah 14, jumlah ini bahkan melebihi Timor Leste yang berjumlah 142.
Persoalan yang serupa juga dapat dilihat dari jumlah kematian bayi (infant mortality rate), untuk setiap 1.000 kelahiran mencapai 21, jauh lebih tinggi dari Thailand (8) dan Malaysia (7). Hal yang perlu digarisbawahi adalah ledakan pandemi covid-19 sekarang ini sesungguhnya adalah sekadar sebuah konsekuensi logis dari kesalahan paradigma pembangunan negara selama ini, yang mereduksi konsep pembangunan menjadi sekadar pertumbuhan ekonomi saja.
Paradigma pembangunan yang seperti ini mengabaikan banyak aspek fundamental dari pembangunan itu sendiri, yang dalam hal ini adalah pembangunan sektor kesehatan yang berkualitas, ketiadaan inilah, yang pada gilirannya justru membuat perekonomian kita memburuk dan mundur ke belakang.
Pada akhirnya, biaya yang dikeluarkan menjadi sangat mahal, BPK menyebutkan diakhir 2020 total anggaran penanganan covid-19 mencapai Rp1.035,2 triliun. Sebuah nilai yang fantastis, yang sekitar 13 persennya saja disebutkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani di antaranya sudah bisa membiayai 9.352 jalan, atau 293.222 meter jembatan, atau 67.708 unit sekolah.
Persoalan kesehatan bagi ekonomi
Ledakan kasus covid-19 menunjukkan bagaimana persoalan non-ekonomi yang dalam hal ini kesehatan berdampak sedemikian besar terhadap ekonomi. Dalam situasi darurat pandemi covid-19 sekarang ini, pada gilirannya, lemahnya sektor kesehatan juga berdampak signifikan terhadap perekonomian.Dampak ekonomi dari persoalan kesehatan ini dapat dilihat dari beberapa indikator ekonomi seperti di antaranya pertama, realisasi pertumbuhan ekonomi semester satu yang hanya berada pada kisaran 3,1-3,3 persen, jauh di bawah target APBN 2021 sebesar lima persen yang bahkan mempunyai potensi untuk semakin menurun lagi di kuartal tiga. Realisasi pertumbuhan yang ada juga berada di bawah prediksi pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 5,7 persen, bahkan ASEAN-5 sebesar 5,1 persen.
Kedua, terjadinya peningkatan realisasi defisit APBN semester I-2021 sebesar 1,72 persen dari PDB meningkat dari defisit di semester I-2021 sebesar 1,67 persen. Defisit keseimbangan primer selama semester I-2021 juga meningkat ke negatif Rp116,3 triliun dari Rp99,6 triliun di semester I-2020.
Puncaknya adalah diturunkannya kembali status Indonesia dari negara yang berpendapatan menengah ke atas, yang baru berusia satu tahun, kembali lagi ke negara yang berpendapatan menengah bawah oleh Bank Dunia, mengingat penurunan pendapatan per kapita Indonesia yang hanya USD3.870 di 2020 dari 4.050 di 2019. Batas minimal kategori negara menengah ke atas adalah sebesar USD4.046.
Persoalan akan terlihat lebih buruk lagi, jika kita melihat bagaimana dampak ekonomi dari persoalan kesehatan sekarang ini terhadap meningkatnya jumlah pengangguran, tingkat kemiskinan, bisnis-bisnis yang tutup termasuk UMKM, belum lagi dampak sosial seperti psikologi masyarakat yang mengalami depresi dalam menghadapi persoalan tersebut.
Dampak terabaikannya aspek struktural pembangunan
Paradigma pembangunan yang hanya menekankan kepada pertumbuhan ekonomi selama ini membuat para pemegang kebijakan abai terhadap aspek-aspek struktural dari pembangunan.Selain persoalan kesehatan, persoalan struktural pembangunan yang lain, yakni terkait lemahnya sistim jaringan pengaman sosial dan persoalan birokrasi kita, berkontribusi terhadap tidak terkendalinya persoalan covid-19 di Indonesia sekarang ini.
Sistem jaringan pengaman sosial disini terkait implementasi bantuan sosial kepada segenap masyarakat yang terdampak oleh pandemi covid jika lockdown dilakukan. Pemerintah sejak awal tidak kunjung bisa untuk melakukan lockdown, karena menyadari keterbatasannya dalam memberikan bantuan sosial kepada segenap anggota masyarakat, karena mustahil lockdown bisa dilakukan tanpa dibarengi dengan sistim jaringan pengaman sosial yang komprehensif bagi segenap masyarakat yang terdampak. Persoalan bantuan sosial yang mulai kedodoran pun terlihat pada saat PPKM darurat saat ini.
Terkait persoalan birokrasi, BPK juga telah memberikan catatan merah terkait anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dan menyimpulkan bahwa efektivitas, transparansi, akuntabilitas dan kepatuhan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam kondisi darurat pandemi covid-19 tidak sepenuhnya tercapai. Proses anggaran yang birokratis dan cukup panjang mulai dari Pemerintah Pusat sampai ke rumah tangga atau target sasaran. Harus melalui banyak tahapan. Sehingga membuka ruang terjadinya penyelewengan.
Persoalan birokrasi Indonesia sebenarnya satu persoalan struktural penting yang tidak kunjung teratasi. Isu terkait reformasi birokrasi telah di dengungkan selama beberapa waktu di Indonesia, tetapi implementasinya belum benar-benar terealisasi.
Posisi Indonesia di dalam ranking Ease of Doing Business dari Bank Dunia (2020), yang dalam banyak hal merefleksikan efektivitas dan efisiensi dari birokrasi, masih di level 73 yang secara relatif masih rendah. Ranking Indonesia selama tiga tahun terakhir ini adalah relatif stagnan, dan masih di bawah negara-negara tetangganya di Association of South-East Asian Nations (ASEAN) seperti Singapura (2), Malaysia (12), Thailand (21), Brunei (66), dan bahkan Vietnam (70).
Asian Development Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia (2015) dalam salah satu laporannya meletakkan isu birokrasi dan korupsi sebagai bagian hambatan dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. ADB menyatakan ada sebuah kebutuhan yang urgent terhadap simplifikasi regulasi karena biaya-biaya tambahan yang rezim regulasi bebankan terhadap bisnis. ADB di sini juga menyalahkan birokrasi yang bertele-tele di sektor pemerintahan sebagai salah satu faktor kritis yang berkontribusi terhadap korupsi.
Pembangunan bukanlah sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga di antaranya bagaimana kita bisa membangun sistem kesehatan yang berkualitas, birokrasi yang bersih dan efisien, serta sistem pengaman sosial yang baik.
Ledakan dari pandemi covid-19 ini menunjukkan bahwa kita mempunyai persoalan-persoalan struktural yang tidak kunjung teratasi dari satu pemerintahan ke pemerintahan yang lain, akibatnya kita bisa lihat sendiri, bagaimana jika hal-hal tersebut tidak tertangani dengan baik, dan kita menghadapi situasi extraordinary seperti sekarang ini, dampaknya menjadi begitu mahal mulai dari korban jiwa, sakit, sampai dampak ekonomi.
Farouk Abdullah Alwyni
Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan DPP PKS
Mantan Direktur Bank Muamalat
Mantan professional senior Islamic Development Bank (IDB)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id