Persoalan kesehatan bagi ekonomi
Ledakan kasus covid-19 menunjukkan bagaimana persoalan non-ekonomi yang dalam hal ini kesehatan berdampak sedemikian besar terhadap ekonomi. Dalam situasi darurat pandemi covid-19 sekarang ini, pada gilirannya, lemahnya sektor kesehatan juga berdampak signifikan terhadap perekonomian.Dampak ekonomi dari persoalan kesehatan ini dapat dilihat dari beberapa indikator ekonomi seperti di antaranya pertama, realisasi pertumbuhan ekonomi semester satu yang hanya berada pada kisaran 3,1-3,3 persen, jauh di bawah target APBN 2021 sebesar lima persen yang bahkan mempunyai potensi untuk semakin menurun lagi di kuartal tiga. Realisasi pertumbuhan yang ada juga berada di bawah prediksi pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 5,7 persen, bahkan ASEAN-5 sebesar 5,1 persen.
Kedua, terjadinya peningkatan realisasi defisit APBN semester I-2021 sebesar 1,72 persen dari PDB meningkat dari defisit di semester I-2021 sebesar 1,67 persen. Defisit keseimbangan primer selama semester I-2021 juga meningkat ke negatif Rp116,3 triliun dari Rp99,6 triliun di semester I-2020.
Puncaknya adalah diturunkannya kembali status Indonesia dari negara yang berpendapatan menengah ke atas, yang baru berusia satu tahun, kembali lagi ke negara yang berpendapatan menengah bawah oleh Bank Dunia, mengingat penurunan pendapatan per kapita Indonesia yang hanya USD3.870 di 2020 dari 4.050 di 2019. Batas minimal kategori negara menengah ke atas adalah sebesar USD4.046.
Persoalan akan terlihat lebih buruk lagi, jika kita melihat bagaimana dampak ekonomi dari persoalan kesehatan sekarang ini terhadap meningkatnya jumlah pengangguran, tingkat kemiskinan, bisnis-bisnis yang tutup termasuk UMKM, belum lagi dampak sosial seperti psikologi masyarakat yang mengalami depresi dalam menghadapi persoalan tersebut.