Salah satu mesin yang kian dipanaskan untuk memacu pertumbuhan ekonomi adalah tingkat konsumsi masyarakat. Pemerintah meyakini tingkat konsumsi bisa menjadi salah satu penyanggah dari perekonomian Indonesia. Hal ini bukan tidak mungkin terjadi mengingat selama ini tingkat konsumsi dan tingkat investasi menjadi dua mesin utama dari ekonomi Indonesia.
Bahkan, Pemerintah melalui Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan tidak mengubah asumsi makro ekonomi yakni pertumbuhan ekonomi di angka 5,3 persen di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016 atau tidak berbeda dengan asumsi makro ekonomi di APBN 2016.

Sumber: Kementerian Keuangan
Keputusan itu diambil lantaran pemerintah meyakini tingkat konsumsi akan mengalami peningkatan dan nantinya mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik lagi di kuartal-kuartal berikutnya. Pemerintah pun melakukan berbagai macam upaya untuk merealisasikan hal itu.
"Untuk mencapai (pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2016 sebesar) 5,3 persen diperlukan kerja keras. Pemerintah akan menjaga daya beli (sebagai faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi) yang dipengaruhi inflasi," kata Bambang.

Sumber: Bank Indonesia
Tidak hanya pemerintah, Bank Indonesia (BI) pun secara tegas terus mengeluarkan sejumlah kebijakan yang sejalan dengan kebijakan fiskal pemerintah. Salah satu kebijakan yang dilakukan saat bulan suci Ramadan dan nantinya menjelang Lebaran adalah dengan memberi stimulus segar tahunan bernama uang Lebaran.

Sumber: Bank Indonesia
Belanja masyarakat dan konsumsi yang meningkat selama puasa dan Lebaran ibarat darah segar untuk memompa perekonomian terpacu lebih baik lagi di masa mendatang. Apalagi sejauh ini, tingkat konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah masih belum optimal mendorong perekonomian.
Bank Indonesia memproyeksikan kebutuhan uang (outflow) periode Ramadan dan Idul Fitri 1437H/2016 sebesar Rp160,4 triliun, sementara realisasi outflow pada tahun sebelumnya sebesar Rp140 triliun. Proyeksi kenaikan outflow tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Sebaran kebutuhan uang saat Ramadan dan Lebaran (Foto: MTVN/Eko Nordiansyah)
Proyeksi outflow tersebut diperkirakan akan didominasi oleh uang pecahan besar (Rp20.000 ke atas) yang diperkirakan akan mencapai 92 persen dari total outflow, sisanya sebesar delapan persen merupakan pecahan kecil (Rp10.000 ke bawah).
Baca: Monas Masih Jadi Tempat Favorit Penukaran Uang
Outflow tertinggi diperkirakan terjadi di Pulau Jawa (33 persen), diikuti Jabodetabek (28 persen), Sumatera (20 persen), Sulampua dan Bali Nusa Tenggara (11 persen) dan Kalimantan (tujuh persen).
Persediaan uang ini dinilai sangat mencukupi dalam memenuhi proyeksi kebutuhan uang periode Ramadan dan Idul Fitri1437 H/2016, baik dari sisi jumlah total maupun jumlah per pecahan.
Baca: BI Siapkan Rp160,4 Triliun untuk Lebaran
Adapun beberapa faktor itu yaitu pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi PNS/TNI/Polri, jumlah hari libur yang lebih banyak dibandingkan 2015, pelaksanaan libur Ramadan yang bertepatan dengan periode liburan sekolah, serta penambahan titik dan frekuensi penukaran baik oleh Bank Indonesia maupun perbankan.
Baca: Konsumsi Rumah Tangga Diyakini Jadi Pendorong Pertumbuhan Ekonomi
Kesemuanya itu pada akhirnya menjadikan konsumsi masyarakat lagi-lagi penyelamat ekonomi di Tanah Air di saat peran pemerintah dan korporasi masih belum optimal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News